Siang.
Apakah kau percaya dengan yang namanya mitos? Atau dalam kata lainnya seringkali disebut pamali. Yang mana artinya adalah sesuatu yang dianggap tidak baik dan jika kau lakukan akan membawa malapetaka atau kesialan dalam hidupmu. Biasanya orang-orang terdahulu sangat akrab dengan hal ini. Salah satunya adalah kedua orangtuaku. Mereka berdua sangat percaya dengan adanya mitos-mitos tersebut. Sebisa mungkin mereka menghindari apa yang dianggap pamali dan bahkan anak-anak mereka, termasuk aku, juga diharuskan menaati semua peraturan itu.
Beberapa contoh mitos tersebut misalnya, jika kau menggunakan payung di dalam ruangan, maka kau akan sial. Atau misalnya, jika kau duduk di tengah pintu maka kau akan sulit mendapatkan jodoh. Atau ada pula contoh mitos yang berarti baik, misalnya, jika tanpa sengaja kau memakai pakaian terbalik, maka kau akan mendapatkan keberuntungan. Well, sebenarnya masih banyak mitos-mitos lainnya. Tapi aku secara pribadi tidak terlalu mempercayai semua mitos itu. Atau mungkin bisa dikatakan bahwa aku tidak terlalu memusingkan mitos-mitos itu. Kurasa aku cukup pintar untuk tidak menggunakan payung di dalam ruangan atau pun duduk di tengah pintu.
Hari ini pun aku yakin sekali kalau aku tidak melakukan hal yang pamali. Aku bahkan berdoa sebelum berangkat ke kampus. Tapi kini aku terduduk di aspal dengan sebelah lututku yang terluka dan darah mulai merembes keluar diiringi rasa perih yang menjalar di sekitar lututku. God, kenapa aku bisa sesial ini? Ini masih termasuk minggu pertamaku kuliah. Aku hampir saja memaki seseorang yang baru saja menyambarku tadi. Tetapi ketika aku bangkit berdiri dan berjalan terseok-seok ke arahnya, kulihat cowok itu pun sedang meringis kesakitan. Pelipis mata kanan dan dagunya berdarah. Saat dia mencoba untuk duduk, kulihat telapak tangan kanannya juga berdarah. "Hei! apa kau tidak pakai matamu?" protesku padanya. Suaraku lebih lirih daripada yang kuharapkan. Melihat keelakaan ini, beberapa orang mulai berkumpul di sekeliling kami. Ada yang hanya menonton, ada juga yag membantu kami untuk menepi untuk menenangkan diri. Seorang cowok menghampiriku dan memapahku untuk duduk di bangku taman tidak jauh dari tempat kejadian kecelakaan. Dari tempatku duduk kulihat cowok yang menabrakku tadi dibopong oleh beberapa orang. Pastilah cowok itu pingsan sehingga sampai harus dibopong. Aku yakin sekali tadi kakinya tidak patah. Pasti akibat kepalanya terbentur aspal. Walaupun aku sangat jengkel sekali, kuharap dia akan baik-baik saja.
Luka di lututku sudah selesai dibersihkan. Seseorang juga sudah membantuku menempelkan hansaplast pada lukaku. Kuraih tasku dan bagkit berdiri. Lalu kudengar suara seorang cewek dari arah belakang. "kau perlu bantuan?" tanyanya. Aku menoleh ke belakang. Cewek itu cantik sekali. Dia terus tersenyum dan menghampiriku. Senyumnya simpul dan terlihat begitu tulus.
Malam.
Kafe yang terletak sejauh dua blok dari gedung fakultasku ini merupakan kafe favoritku di kampus. Selain makanannya enak, tempatnya paling nyaman dan yang terpenting adalah AC nya sejuk. Di sini ada lima tempat makan. Tiga tempat merupakan kantin luas yang tidak menggunakan AC, dan dua tempat merupakan sebuah kafe bergaya Eropa dan kafe bergaya minimalis. Kafe bergaya Eropa yang sekarang sedang kukunjungi memiliki AC yang paling sejuk dari yang satunya.
Begitu kelas terakhir selesai, aku langsung bergegas menuju kafe ini sesuai janjiku pada cewek yang baru saja kukenal tadi siang setelah mengalami kecelakaan. Dia baik sekali. Dia membantuku berjalan sampai ke gedung fakultasku sambil membawakan tasku. Kami tidak terlalu banyak mengobrol saat berjalan. Kuakui aku memang agak susah membuka hubungan dengan seseorang. Tapi kami berjanji untuk bertemu kembali di kafe Eropa─akhirnya kami sepakat untuk menyebutnya seperti itu, untuk mengobrol lebih banyak.
"Sorry agak lama." Katanya.
"Tidak apa-apa kok".
"Parah sekali. Oh, ya ampun toiletnya kotor sekali. Lantainya becek karena kurasa lubang airnya pasti tersumbat. Ohh Tuhan, kalau saja aku tidak tersesak buang air kecil, aku tidak akan menggunakan toilet jorok itu. Semoga besok mereka akan memperbaiki masalah pada toiletnya."
Wow. Penilaian pertamaku untuknya adalah dia orang yang baik. Penilaian ke dua adalah dia sangat suka bicara. Dia baru saja meluncurkan protes tentang toilet kafe yang jorok dengan sebegitu panjangnya dan hanya dalam satu tarikan napas. Untuk beberapa saat aku hanya bisa melongo menatapnya. Apakah rata-rata cewek Jakarta itu seperti dia? Atau dia ini salah satu spesies langka? Dia kembali duduk di depanku dan meneguk sisa es teh di gelasnya sampai habis.
"Jadi kau ini asal Bandung?'
"Ya," jawabku singkat.
"Jadi ini pertama kalinya kau tinggal di Jakarta?"
"Tidak. Dulu aku pernah tinggal di Jakarta dari TK hingga kelas empat SD." Dia mengangguk-angguk seperti sedang mencoba memahami semua jawabanku. Aku tidak ingin suasana berubah canggung. Tidak boleh ada jeda lama di antara percakapan kami. Maka kumulai menanyakannya hal apapun yang terpikir olehku untuk ditanyakan. Semakin lama kami mengobrol aku merasa semakin nyaman berbicara dengannya. Dia sangat ramah dan hangat. Dia berbicara dan mengeluarkan pendapat tanpa membuatku harus berlagak setuju dengannya. Aku senang sekali bisa memilik teman sebaik dia di minggu-minggu awal kuliahku. Kurasa hidup jauh dari orang tuaku di Jakarta tidak akan sesulit yang kubayangkan sebelummnya. Akhirnya setelah mengobrol panjang lebar, kami sama-sama merasa mata kami mulai lelah. Kulirik jam tanganku. Ternyata sudah pukul sembilan. Maka kuputukan untuk pulang dan bertemu lagi besok.
"Kau bawa kendaraan untuk pulang?" Tanyanya.
"Ya. Aku bawa mobilku. Diparkir di gedung parkir sebelah gedun fakultasku. Dekat dari sini, kan..."
"Oke, kalau begitu sampai besok, Ed."
"Ok, bye Jess." Jawabku seraya keluar dari kafe. Saat aku berbelok ke undakan kanan, aku menoleh kembali ke kafe dan Jessica melambaikan tangannya padaku. sontak aku membalasnya dan berbelok ke kawasan parkir. Sepertinya sekarang ini sudah mulai masuk musim hujan. Gemuruh terdengar jauh saat aku baru saja hendak masuk ke dalam mobil. God, untung saja aku pulang naik mobil, bukan bus atau motor.
![](https://img.wattpad.com/cover/200499660-288-k519661.jpg)
YOU ARE READING
UNSPOKEN
Bí ẩn / Giật gânEdrea mulai menjalani kehidupannya di Jakarta sebagai seorang mahasiswi di sebuah Universitas terkemuka. Di sana dia mendapat pacar yang luar biasa tampan dan sahabat yang luar biasa menyayanginya. Tetapi seiring berjalannya waktu, Edrea tidak bisa...