Dinda
"Anan, apa aku yang sekarang juga masih belum pantas untukmu? Aku harus jadi seperti apa supaya aku dianggap pantas?" Aku menangis, dibawah guyuran hujan langit Korea hari ini. Rasanya sangat sakit, sesak.
Aku tak pernah merencanakan ini semua, tujuanku kesini untuk liburan. Setelah cukup lama menyisihkan gajiku, akhirnya aku bisa sampai disini, pertemuan tak sengaja dengan Anan dan teman-temannya di pesawat yang awalnya kusyukuri, kini kusesali. Untuk apa bertemu Anan jika sekarang nyatanya malah makin memisahkan kami. Kukira akan ada kenangan manis, membaiknya hubunganku dan Anan misalnya. Tapi aku tak pernah menyangka bahwa liburanku pertama kali ke Korea malah berakhir seperti ini, sehari sebelum kepulanganku kembali ke Indonesia.
Anan hanya diam membelakangiku tapi dapat kulihat pundaknya turun naik dengan halus, mungkin dia juga menangis makanya tak berani membalikkan badan.
"Anan.. aku harus bagaimana?" Tanyaku putus asa , masih sambil menangis sesenggukan.
Anan akhirnya membalikkan badan, menghampiriku lalu memelukku. "Maaf Dinda, aku belum mampu, tidak sekarang. Aku yang akan kembali padamu, aku yang akan pulang padamu jika memang kita ditakdirkan bersama" Ini kali kedua aku mendengar kata-kata itu dari mulut Anan. Pertama saat kami berpisah setelah lulus SMA dan sekarang. Aku hanya menangis, persis seperti lima tahun lalu, rasanya hancur, tak sanggup berkata-kata lagi.
"Ayo aku antar kamu pulang ke hotelmu, besok kamu flight pagi kan, kamu bisa demam dan tak nyaman di pesawat jika terus seperti ini" sembari melepaskanku dari pelukannya.
Aku bergeming, bisa bisanya dia memikirkan penerbanganku sementara perasaanku saja masih belum tertata. "Anan, aku tanya terakhir kali, apa kamu masih menyayangiku? Masih berharap kita akan menua bersama seperti janji kita dulu? Masihkah Anan?"
Dia hanya diam. Aku mengerti, disini hanya aku yang ingin, hanya aku yang masih memiliki mimpi-mimpi indah itu. Cukup. Aku juga masih punya harga diri. Itu yang kukatakan pada diriku sendiri, lalu kuputuskan, ini memang sudah benar-benar berakhir. Kulangkahkan kakiku menjauh, sudah cukup, aku sudah menutup hatiku.
Anan
"Besok pagi aku tunggu kamu di lobby kayak tadi pagi ya, aku akan bawakan sarapan. Maaf aku nggak bisa reschedule jadwal pesawat aku supaya bisa nemenin kamu pulang" kataku sambil mengeringkan rambut Dinda di kamar hotelnya. Dia hanya diam dan itu membuatku makin bersalah.
"Kamu jadi bawa oleh-oleh kimchi asli dari Korea untuk teman kantormu? Nanti kita beli ya kalo hujannya udah reda." Dinda tetap diam.
"Dinda, aku pulang aja ya ke hotelku supaya kamu bisa istirahat? Ini minum dulu vitaminnya supaya kamu nggak flu" kusodorkan vitamin yang sudah kubukakan bungkusnya, Dinda menuruti dalam diam.
Maafkan aku Dinda, tak pernah berkurang sedikitpun rasaku padamu. Kekasih pertamaku, ciuman pertamaku, cinta pertamaku. Tak sehari pun terlewatkan tanpa merindukanmu, tak pernah ada perempuan lainnya. Tapi aku yang sekarang masih seperti lima tahun lalu, masih dibawah kuasa kedua orang tuaku. Aku belum bisa mandiri, belum memiliki pekerjaan baik dan tetap sepertimu, koasku saja belum usai, aku bisa menjanjikan apa padamu, harga diriku akan terluka jika yang terjadi malah aku bergantung padamu. Disini aku laki-lakinya, aku yang harus menjagamu. Tunggulah aku sampai aku berhasil Dinda, aku akan kembali padamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anan-Dinda, first love should be end
RomanceKadang orang yang tepat datang diwaktu yang salah, kadang kau merasa bukan dia orangnya tapi dia yang hadir diwaktu yang tepat. Perkara hati memang tak pernah sederhana, selalu rumit. Anan mencintai Dinda tapi tak dapat memilikinya karena keadaan. D...