˗'ˏ two ˎˊ˗

798 104 21
                                    

- nightmare -

• haruka's dream •

AKU membuka mataku, aku... di dalam kolam berenang? Aku melihat ke kiri dan ke kanan, namun tak dapat melihat ujung kolam berenang. Hanya ada kolam berenang serta langit tanpa ujung. Seperti di lautan.

"Oi! Makoto!" seruku. "Nagisa? Rei?" teriakku lagi. 

Aku hendak berjalan, namun kakiku seolah diikat. Aku tak dapat bergerak. Aku memeluk tubuhku, dingin.... airnya dingin. Aku takut.

"Makoto..." bisikku.

"Haru!"

Aku mendengar suaranya yang menggema. "Makoto? Makoto!" seruku

"HARU!"

• • •

[Haruka's PoV]

Begitu aku perlahan membuka mataku, manik mataku bertemu dengan manik mata berwarna hijau miliknya. "Makoto?"

"Astaga, kamu mimpi buruk? Kamu mengigau gak jelas tahu," ucap Makoto. "Aku sudah membuatkan bubur makarel dan sayuran."

"Arigatou," cicitku dengan lemah. Aku hendak turun dari kasur untuk duduk di depan meja teh, namun Makoto mencegat.

"Jangan, mending kamu duduk di sini saja. Biar aku suapin," ucap Makoto. 

"Iya," aku hanya menuruti ucapan Makoto.

Makoto mengambil mangkok berisikan bubur tersebut. Dia menyendokkan bubur, sepotong kecil ikan dan sepotong kecil tomat ke dalam sendok itu. Lalu, menyodorkannya di depanku. "Pesawatnya datang! Ngeeeeng."

"Aku bukan anak kecil, da―hap!"

Disaat aku hendak mengatakan 'dasar', Makoto memotongnya dengan memasukkan sendok tersebut ke dalam mulutku. Tetapi, aku tak bisa marah sama dia.

"Enak," gumamku, mengunyah dan menelannya.

Makoto memberiku senyuman lembutnya. Dia menyendokannya lagi. "Keretanya datang!"

Aku mengembungkan pipiku. "Menyebalkan." Aku membuka mulutku, membiarkan Makoto memasukkan sendok tersebut ke dalam mulutku. 

"Eh, bentar," Makoto mengambil selembar tisu, dan menghapus sisa bubur yang berada disudut bibirku. 

Aku beruntung aku sedang demam, jadi semburat merah yang kemungkinan besar telah menghiasi wajahku pasti dikira karena aku demam oleh Makoto.

Setelah selesai makan, Makoto pergi untuk mengganti handuk dinginku. Saat dia kembali, aku berpura-pura untuk tidur. Karena, selain kekenyangan, aku tak dapat berhenti memikirkan tentang Makoto.

Jadi aku dapat merasakan bila Makoto mengganti handuk dinginku, aku dapat mendengar lagu yang disenandungkan oleh Makoto dengan pelan. Aku ingin hal ini tidak berakhir selamanya. Ini sungguh menenangkan sekaligus membuatku begitu bahagia.

"Haru-chan! Mako-chan!"

SIal, datang si angin topan: Nagisa.

• • •

- makoto's pov -

"HARU-CHAN! Kami datang untuk menjengukmu!" ucap Nagisa, dan dibelakangnya adalah Rei.

"Sssh! Nagisa! Haru sedang tidur, jangan ribut-ribut deh," tegurku kepada Nagisa.

"Gomen, gomen," cengir Nagisa.  "Mana Haru-chan?"

"Dia di kamarnya," ucapku.

"Hee," ucap Nagisa.

"O jama shite sumimasen," ucap Rei sembari membuka sepatunya dan melangkah masuk ke dalam rumah Haru, begitu pula Nagisa.

"Haru lagi tidur," ucapku. "Kalian kusuguhkan teh saja ya?"

"Boleh!" ucap Nagisa, berusaha untuk memelankan suaranya yang biasanya sekencang toa.

"Arigatou, Makoto-senpai," ucap Rei.

Aku berjalan ke dapur, mendidihkan air serta menyiapkan bahan-bahan untuk membuat teh. Sejujurnya, saat aku mendengar Haru mengigau, aku menganggapnya lucu tapi sekaligus membuatku khawatir.

Aku dan Haru sudah kenal sedari kecil, kami sering bersama, sehingga akupun dapat membaca apa yang di dalam pikirannya dengan mudah. Aku sudah tahu apa yang dia takutkan, apa yang dia benci dan apa yang dia suka.

Tetapi, terkadang aku merasa bahwa itu sedikit kurang. Ada sesuatu yang disembunyikan oleh Haru, entah apapun itu.

"Haru-chan!"

Aku mendengar suara Nagisa yang menyerukan hal tersebut. Lantas, akupun pergi menjengukkan kepalaku ke ruang tamu.

"Haru!" ucapku, melihat Haru yang masih dibalut piyama. 

Dia cuek saja dengan teguranku, lantas duduk diatas tatami, menyilangkan kakinya.

"Sudah baikan?" tanya Nagisa.

"Entah," balas Haru, mengambil sepotong kue yang memang sengaja kuletakkan di meja.

"Haru, sudah ku―hwaaa airnya udah mendidih!" seruku, berjalan kembali ke dapur dan mematikan api kompor. Aku menuangkan teh ke dalam empat buah gelas dan membawanya ke ruang tamu dengan nampan. 

Pelan, aku meletakkan gelas-gelas tersebut. 

"Suhu tubuhmu masih tinggi, Haru," ucapku. "Jangan keluar dari kamar dulu."

Seperti biasanya, Haru hanya menampakkan wajah datar. Dia mengambil teh hangat dan meniup-niupinya. "Aku bosan."

Aku menghelakan napasku. Haru memang terkadang keras kepala. 

"Haruka-senpai terbangun karena kami ya? Sumimasen," ucap Rei.

Haru menghirauannya, dia hanya memakan kue dan meminum teh dengan tenang.

"Ngomong-ngomong," ucap Nagisa. "Mako-chan, kamu gak tertu―"

"Hatsyii!" ucapan Nagisa terpotong oleh bersinku, aku menarik ingus.

"―lar flu Haru-chan," suara Nagisa memelan di akhir kalimat. "Sepertinya tertular tuh."

Kh, menyebalkan, benakku.

• • •

A.N

Mako-chan tertular flu, kira-kira apa kelanjutannya hm??

Jangan lupa di vote dan comment ya!

-Mochii

I [Don't] Love You | m.t × h.nTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang