Lisa menutup buku diary-nya yang sudah terisi penuh. Bibirnya mengukir senyum tipis sementara bola matanya menyorot sendu, penuh kerinduan.
Buku itu berisi banyak sekali rangkaian kalimat yang sarat akan kenangan bersama sahabat sekaligus kekasihnya--Jeon Jungkook. Rasa sesak itu mulai menjalari dada Lisa dengan lambat, yang berakibat pada bola mata berkilaunya yang perlahan terasa panas.
Ah, padahal sudah lima tahun berlalu. Namun mengapa luka dan kerinduan itu masih saja bercokol kuat dalam dirinya? Tidak. Lisa belum merasa baik-baik saja sampai detik ini kendati wajahnya sama sekali tak menunjukkan hal itu.
Lisa masih merasa hancur, merasa terluka, juga diselimuti oleh rasa bersalah yang terus-terusan menggerogoti dirinya.
Tangan kurusnya bergerak untuk menyentuh sebuah bingkai foto yang terletak diatas meja. Ia dapat melihat bagaimana dua senyuman yang terukir begitu cerah disana.
Setetes air mata kembali mengalir dari pelupuknya. Jungkook memang memiliki andil yang cukup besar untuknya. Jadi kalau berbicara mengenai perpisahan, Lisa akan menuliskan kalimat seperti, 'Ia telah meninggalkan lubang besar pada hatiku, membawa separuhnya pergi dan menolak untuk dikembalikan.'
Lima tahun yang lalu, pada malam terburuk yang mungkin pernah terjadi dalam hidupnya. Suatu malam ketika suara klakson mobil terdengar bersahutan, yang kemudian disusul oleh suara benturan yang cukup keras serta decitan ban yang begitu menyakiti telinga.
Saat itu Jungkook menarik tangan Lisa dengan tenaga penuh, melempar gadis tersebut hingga mendarat tepat pada sisi jalan yang beralaskan rumput basah.
Sementara Jungkook? Ah, mengingat hal itu benar-benar membuat Lisa ingin menjerit pilu, penuh tangisan yang menyakitkan. Sakit. Benar-benar teramat menyakitkan.
Iya, sebab Jungkook mengorbankan dirinya pada detik-detik terakhir, membiarkan dirinya tertabrak oleh mobil tersebut hingga terseret sejauh sepuluh meter bersama motornya.
Pada tiga malam setelahnya, Jungkook tersadar meski didadanya terpasang banyak alat penujang kehidupan, selang oksigen, kepala diperban, dan juga banyak luka disekujur tubuh.
Lisa masih ingat betul bagaimana ia yang tak berhenti menangis dan terus menggenggam tangan Jungkook erat-erat sembari berujar sendu, "Jung.. Kau menjadi seperti ini karena aku.." dengan nada suara penuh rasa bersalah dan kepedihan.
Jungkook berkedip lemah. Senyumnya ditarik tipis, tak bertenaga. Tangannya bergetar, berusaha untuk membelai kepala gadisnya, menenangkan sebisa mungkin. "Ini bukan salahmu. Ini adalah tugasku untuk melindungimu, karena Tuhan telah memerintahkan aku untuk menjaga dan mencintaimu." suaranya begitu pelan, sementara napasnya tertarik berat.
Tapi mengapa setiap tetes air mata Lisa tak juga berhenti mengalir? Gadis itu memeluk kekasihnya dengan possessive, menghirup aromanya begitu dalam, dan tetap menolak untuk pergi sekalipun dokter berkata,
"Jeon Jungkook sudah tiada."
Pandangan gadis itu sangat kosong. Tangannya meremas pakaian Jungkook, menyangkal pada diri sendiri kendati ia telah menyadari bahwa jantung itu telah berhenti berdetak.
"Lisa.." suara sang ibu terdengar rapuh, menyentuh lengan atas putrinya yang masih tak bergeming diatas tempat tidur.
"Ibu.. Mengapa sentuhanmu terasa sangat nyata? Bukankah ini mimpi? Besok pagi Jungkook yang akan membangunkan aku, bukan? Ia akan mengecup pipiku dan berkata, 'Lili-nya Koo.. Bangunlah.. Sebentar lagi kita terlambat..' begitu 'kan, bu?"
Lisa juga ingat bagaimana Nyonya Jeon membekap mulutnya sendiri dan menangis dalam pelukan sang suami.
"Sayang.." ibu Lisa kembali memanggil sang putri dengan nada pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boyfriend Material✔
Fanfiction"Jeon Jungkook itu benar-benar Boyfriend Material sekali." - Lalisa #BIRTHDAY FICT Started : 090919 Finish : 200919