14 - Volcano

2.7K 451 100
                                    

Sehari-hari, Nira suka bergaya kasual. Kemeja panjang, celana hitam panjang atau jeans, beragam jenis kaus dan blouse tersimpan rapi di dalam lemari kamar beraroma kamper putih kesukaan wanita muda berambut hitam lebat dan panjang tersebut. Namun berhubung ada seorang bidadari kecil baru menyimpan sayap di bumi yang sedang bermain di kediamannya, Nira rela membongkar paksa kardus di closet room berisi pakaian femininnya dan Asti semasa kecil.

Beruntung, ada selembar white lace gown berhiaskan mawar soft pink ditemukan di dasar kardus kedua. Nira tersenyum indah, menyesuaikan gaun itu di tubuh Laras kini yang melihat-lihat takjub isi ruangan sang bunda.

"Ayas," Nira mencolek pipi kanan kenyal itu. "Nanti mau ikut ke acara resepsi pernikahan temen Bunda, nggak? Ini baju Bunda waktu kecil dulu, kayaknya sih bisa dipake. Tapi harus Bunda cuci dulu, gimana?"

Kaki lincah itu meloncat girang. Ia memeluk Nira, memekik senang karena pencarian yang ia lakukan tidak sia-sia sejak pagi.

"Asyiikk.. nanti kita pergi sama ayah kan, Bun?"

Bener. Kak Cakra itu juga temen sekolah Mbak Elsa, dia pernah bilang mau datang pas kita interview kemaren..

"Hmm, kayaknya sih iya. Kamu kan udah makan, ke kamar Bunda dulu, ya? Bunda mau cuci sama keringin baju kamu dulu."

Tidak sulit mendidik anak seperti Laras, tetap aktif meski penurut, jarang terlihat ngambek, bahkan cenderung kalem selama di rumah Mirza dan diasuh oleh Ferdi sampai tertidur. Laras yang terpana oleh boneka koleksi Nira, lekas memainkan si lumba-lumba merah muda setelah berganti seragam sekolah dengan setelan baru, hasil berburu kilat Nira di pasar sebelum pulang ke rumah.

Nira direnggut rasa ingin tahu sebesar bola dunia, seperti apakah orang tua Laras? Apa hubungan dirinya dengan Cakra hingga Laras menyebut mereka berdua adalah orang tuanya sendiri? Dugaan sempat menyulut, jangan-jangan benar kata Mirza.. Laras bisa jadi ialah anugerah masa depannya dengan Cakra.

Baru kenal sudah sok bicara masa depan, Nira merasa bumi berotasi melawan maksud hatinya berperang melupakan Jesse.

Ah, lelaki buaya darat itu.. jahat tapi beraura selalu dapat dicintai. Selagi memasukkan dua sendok deterjen ke dalam lubang kecil atas mesin cuci, lamunan Nira beranjak kembali ke malam itu.

Jesse memang dimarahi habis-habisan oleh bapak dan ibu, tapi diikuti restu penuh kasih juga disandingkan oleh Asti. Diamnya Asti beberapa hari tanpa menegur sapa Nira meski Nira berusaha cukup baik untuk mempertahankan hubungan saudara, menjadikan Nira dan Asti terpisah oleh tebing percaya atas rasa cinta yang berbeda niat.

Tampak sekali Asti terlambat menyukai Jesse di waktu ia merelakan perasaan Nira tertambat di tempat yang sama. Namun pada akhirnya, Nira memilih untuk ikhlas.

Jesse bukanlah yang terakhir jika kehadiran Laras malah mempertanyakan Nira tentang eksistensi jodoh yang bisa datang kapan pun, di mana pun.

Menjiwai sorot mata polos Laras, binar tindak tanduk dalam bertingkah, tawa senyum tulus terulas lembut, celoteh jujur itu... sukses menjatuhkan hati Nira untuk tidak meninggalkannya pergi. Bagaimana Laras menyembuhkan luka atas penyesalannya terhadap penerimaan Jesse di masa lalu, sungguh di luar kuasa hidup Nira.

Suasana rumah sepi. Asti berada di hotel sejak semalam sebagai bridesmaid, bapak dan ibu memenuhi undangan duta besar Perancis sambil berbincang soal acara fashion show amal di La Rochelle, sedangkan Bibi Sum istirahat di paviliun belakang. Beruntung bagi Nira, jika ada yang menjumpai Laras, kilah mampu berujar bahwa si anak bos di kantor tengah diasuhnya.

Maaf, Cakra.

Hanya satu pakaian, sehingga dalam waktu 20 menit pun gaun kecil itu sudah siap disetrika.

LARASATI [TELAH TERBIT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang