Puas bergelut dalam koreografi instan hasil tumpahan rasa setelah sekian lama tidak melantai di sebuah studio tari di kawasan Jakarta Pusat itu, selembar handuk kecil ungu muda diserahkan Mirza kepada Nira ketika musik instrumental The Corrs beralih ke intro Zedd featuring Foxes bertajuk Clarity, yang kini tengah dikonsentrasikan oleh Ferdi.
Tiada hasrat manis bergulir menerjang, melingkupi indahnya malam Minggu bagi ketiga sahabat itu. Mirza dan Nira sama-sama tertarik mengikuti audisi sendratari, menyempatkan latihan maksimal enam jam di akhir pekan sebagai pelampiasan stres bidang kerja masing-masing, sekaligus menemani Ferdi menekuni tugas praktek atau ujian tengah semester seperti sekarang. Hembus napas terengah meluncur menyahut, membuat Mirza menoleh ke arah Nira yang sedang meneguk air di dalam botol tupperware-nya dari rumah. Lama tidak bersua dengan teman sekelas, Mirza hampir lupa bahwa Nira masih terlihat cantik seperti biasa.
Ada berkas kecewa merasuk tipis ketika mendengar Nira bercerita di sela waktu istirahat mereka bertiga, tentang Laras, sepupunya, persiapan pernikahan Jesse dan Asti, juga perkara atasan baik hati yang mau membelikan Nira properti tugas akhir berupa lipstik. Mengapa? Karena bukanlah Mirza yang menjadi alasan senyum Nira sekarang, bagaimana ia menyukai Laras dan pekerjaannya.
Biar Michelle dikenal dekat dengan Mirza sebagai saudara, namun lelaki berusia sama dengan Nira itu minim pengetahuan soal kisah cinta sang sepupu. Yang Mirza pahami, Michelle akan menikah dengan mantan kekasihnya dulu, bukan bersama tunangan jempolan yang sempat semua orang banggakan di setiap acara keluarga. Mirza sendiri tidak mau ikut campur, hanya saja ia heran, kok bisa Laras mengenalinya lewat Michelle? Kalau memang Cakra dan Laras terbilang sangat dekat dengan Michelle, mengapa gadis yang berprofesi sebagai peragawati desainer kondang itu pergi meninggalkan dua cinta itu begitu saja?
Inikah elegi yang harus Mirza hadapi, kala lagi-lagi ia terpaksa melepas Nira untuk Cakra? Entah, perasaan Mirza langsung tepat sasaran begitu Nira lancar berbicara jujur satu jam lalu.
Sikap pendiam Mirza yang memendam pembahasan itu memicu tangan Nira untuk menggoyangkan bahu sahabatnya.
"Za, lo terpesona sama si Ferdi apa gimana? Itu mata nggak ngedip dari tadi, tahu nggak?" Tanyanya diselingi tawa. "Kita masih ada kesempatan dua kali latihan nih. Besok Minggu habis acara lamaran Mbak Asti, kita ketemuan di sini lagi, ya?"
"Iya, Tuan Putri Kanira. Bentar lagi si Ferdi kelar tuh, mau ikut kita nonton nggak di Grand Indonesia?" Mirza menawari cuma-cuma. Hitung-hitung traktiran gaji pertama.
"Widiihh.. efek nggak keterima di NET dan lolos ke stasiun lokal sebelah jadi songong nih sekarang?! Cabut lah buruan! Pusing gue di rumah, pada sibuk dekorasi sama tata meja kursi. Nggak paham apa ya hati gue lagi amburadul.." curhat Nira yang selalu tanpa diminta.
"Udah, urusan besok itu belakangan. Seneng-seneng aja dulu, nggak masalah kok, asal gue balikin ke emak bapak lu nggak kemaleman." Mirza kemudian bangkit berdiri, melangkah ringan keluar studio. "Gue mandi dulu, siap-siap lo berdua."
"Beneran traktir, Bang?!" Ferdi berhenti break dance, lagu yang diputar pun telah berakhir.
Anggukan sekali Mirza sukses menaikkan intonasi seruan Ferdi, bergema di dalam ruangan. Sementara Nira tertawa-tawa, menikmati masa-masa indah sebelum sedikit demi sedikit merasakan goresan luka hati tanpa darah menitih. Seolah memahami situasi, tangan Ferdi terulur membantu Nira berdiri sambil menenteng ransel berisi pakaian ganti dan perlengkapan lainnya.
"Mbak juga mandi gih, kan kalo cantik juga gue sama Bang Mirza yang seneng. Hehehee..."
Sayang, tamparan lemah di bahu Ferdi dari Nira justru mengeraskan tawanya. Mengiyakan maksud Ferdi, Nira pun tak mau berlama-lama diselimuti peluh yang diciptakannya sejak pagi. Paling tidak, ia bisa menggunakan kamar mandi putri di bagian barat luar studio untuk membersihkan diri selama sepuluh menit. Beruntung, isi tasnya setiap latihan tidak pernah absen dari perlengkapan mandi, body lotion, moisturizer, sunscreen, BB cushion, serta perona bibir.
KAMU SEDANG MEMBACA
LARASATI [TELAH TERBIT] ✔️
FanfictionCakrabirawa dan Kanira dipertemukan ketika berada di tepi jurang sembilu, demi merajut harapan baru meski harus bertabur sesal dan rindu. "Kakak gue jadian sama pacar gue." - Kanira "Ngundang Maliq & D'essentials orkes di resepsi itu nggak murah."...