5 - Divertimento

8.9K 600 44
                                    

Balai Kertanegara tak ubahnya lautan manusia penikmat seni. Konser musik kamar itu mengajak penonton menyusuri soundtrack film kolosal The Lord of The Rings, mengenang indahnya pemandangan Shire dan Rivendell, memanjakan telinga akan harmoni berbagai alat musik tiup, gesek, dan perkusi.

Adalah Nira, ketua panitia penyelenggara tugas ujian akhir semester genap jurusan seni musik, sang pemberi konsep pertunjukan kali ini. Meski gadis berparas cantik lemah lembut itu berasal dari jurusan seni tari, anggaplah ini merupakan bentuk terima kasih dan kerjasama atas kekompakan lintas jurusan tersebut.

Para penonton pun riuh melakukan standing applause usai encore, melegakan hati para pemain musik yang terdiri dari para mahasiswa pelaku ujian, jajaran panitia, dan dosen penilai. Tibalah ketika beberapa orang dari seksi perlengkapan menutup tirai panggung, tampak pihak keluarga berbondong-bondong keluar dari ruangan menuju dressing room untuk sekedar memberi selamat bagi mereka yang sudah berjuang menghibur di atas panggung.

Sebotol air mineral dingin ditenggak gadis setinggi 164 cm itu. Didampingi semilir angin malam, Nira duduk meluruskan kaki di tepi tangga lobby luar gedung.

Menjadi ketua panitia untuk ujian praktek bagi jurusan lain merupakan hal pertama bagi gadis yang konon terlahir berdarah biru tersebut. Sebutan gadis bangsawan Jawa tak lagi asing ia sandang di lingkungan keluarga dan kampus, padahal seringkali tindak tanduknya jauh dari sifat seorang puteri keraton, dan tanpa disadari itu adalah salah satu pertimbangan penting pendaulatan dirinya dalam kurun dua tahun berturut-turut.

Bagi mereka, latar belakang keluarga Nira sebagai kerabat dekat trah Mangkunegaran, bisa dibilang sangat efektif untuk kelangsungan suksesnya UAS praktek di jurusan seni tari dan musik. Entah apa maksudnya.

Mengenakan celana jeans pudar, blus kemeja putih, dan sneakers bergradasi merah hitam, Nira tipikal mahasiswi sederhana, tidak ribet, namun tetap elok dipandang oleh para arjuna kampus.

Menari sendiri adalah napas bagi Kanira Kusumadiasti sejak usia 6 tahun. Pernah kursus ballet di sekolah ternama, sering menjuarai lomba tari sedari TK hingga SMA, bahkan dua kali mewakili ibu pertiwi bergabung dalam tim ratoh jaroe dalam misi mengenalkan budaya ke luar negeri.

Dibanding teman dekat, Nira lebih banyak memiliki partner di kampus. Entah itu partner tugas individu, kelompok, atau kegiatan BEM fakultas.

Nira tidaklah apatis, anti sosial, atau introvert. Namun semua orang terlanjur menganggap kasta Nira sudah di level atas, mengingat rupa Nira dan keluarga cukup sering terpampang di Indonesia Tatler dalam liputan acara kenegaraan dan sosialita ibukota.

Namun siapa peduli? Nira tetaplah sosok yang menggemari nasi kucing berisi oseng usus ayam atau teri balado, disertai sate ati, tempe mendoan, dan teh manis hangat di pinggir jalan, dibanding harus menelan sup sirip ikan hiu atau hati angsa panggang senilai setengah juta rupiah.

Berkali-kali ponsel Nira bergetar, mengantar tanya soal keberadaan si gadis keluarga lewat pesan singkat, yang dipilih untuk didiamkan oleh si empunya. Buat apa? Paling juga disuruh cepat pulang.

Demi mie instan goreng, ini masih pukul delapan malam.

"Kak Nira,"

Teguran datang dari seorang panitia lelaki, adik tingkat setahun di bawah Nira, bernama Ferdi.

"Backstage udah hampir rapi, sisa operasi semut di bangku penonton, inventaris kostum sama perlengkapan panggung, sama masih ada sisa snack box. Lainnya sih udah oke."

Nira kembali berdiri, menepuk-nepuk bagian celananya yang kotor, lalu tersenyum pada Ferdi.

"Sebelum pulang, suruh semua panitia bawa pulang sisa snack box. Gue bantu wardrobe, dan kalau sejam habis itu udah kelar, kita evaluasi sebentar aja, karena gue tahu kalian udah pada capek. Jadi mending kalau ada yang mau marah atau keluarin perasaan seneng dan nggak enak, besok aja di aula jurusan biar sekalian kita langsung latihan meditasi. Biar lega."

LARASATI [TELAH TERBIT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang