Part 9

19.8K 1.5K 26
                                    

 "Kira-kira kamu mau jalan-jalan kemana, Nak? Ke Mall, Kota Tua, Ancol, Dufan, atau Planetarium. Eh, tapi Planetarium jam segini kayaknya sudah tutup. Kapan-kapan aja deh, Bunda ajak kesana."

"Kemana aja deh, terserah Bunda. Tetapi jangan ke Mall, pantai mungkin bisa jadi pilihan," jelas Bara.

"Ok, kita ke Pantai aja, ya." putus Aqella. Dan mobil pun mulai melaju, menuju kawasan yang dituju.

Ketika sampai di Ancol mereka berdua memilih untuk makan dulu di Resto Oceanic Seabrezee.

Resto tersebut berada di sisi pantai, dengan pemandangan indah pantai Carnaval. Pengunjung bisa memanjakan lidah dengan hidangan laut pilihan, dengan ditemani deburan ombak dan angin sepoi-sepoi yang sejuk. Ada banyak hidangan seafood yang ada di sana. Aqella memesan Kepiting saus lada hitam dan soup seafood kelapa muda sedang minumannya mereka memilih air putih.

"Pemandangan di sini sangat indah ya, Bun," ujar Bara memulai percakapan sambil menantikan hidangan yang dipesannya.

"Iya, indah banget. Suasananya sangat eksotis."

"Apalagi kalau jalan-jalannya satu keluarga, bukan hanya dengan Bunda saja, tapi ada ayah juga pasti lebih indah." Tambah Bara dengan pandangan menerawang, dia sungguh sangat merindukan kehadiran seorang ayah di sisinya. Meski ayah Rasyd bisa menjadi ayah terbaik, namun memiliki ayah kandung jauh lebih indah.

Aqella langsung menatap putranya dengan haru, sudah lama mereka tidak membahas percakapan ini. Dulu Aqella pernah menjelaskan pada Bara, kalau ayahnya masih hidup tapi entah ada di mana, karena mereka bercerai saat Bara masih dalam kandungan. Dan di saat bercerai, Adyan tidak tahu kalau dirinya sedang mengandung.

"Nggak apa-apa kan Bunda, kalau aku bahas ayah?" Bara menatap Bundanya dengan perasaan bersalah.

"Iya nggak apa-apa. Bunda paham kok, apa yang kamu rasakan. Tapi mungkin ayahmu saat ini sudah punya keluarga, mereka sudah bahagia. Jadi kita nggak mungkin hadir untuk merebut perhatian mereka."

"Kenapa harus seperti itu?"

"Bunda akan jelaskan, tapi bukan sekarang."

"Apakah Bunda pernah bertemu ayah?"

Aqella terpaksa menggeleng, meski tahu ini adalah sebuah kebohongan. Akan lebih rumit jika menjelaskan kepada Bara, bahwa setiap hari ibunya bertemu dengan mantan suami, ayah dari anaknya. Karena nggak mudah memberi tahu Adyan, dia tidak pernah tahu jika dirinya pernah hamil anaknya. Menghadapi keluarga besar Adyan juga bukan hal mudah.

"Bun, apakah setiap ayah di dunia akan bersikap seperti itu, melupakan anaknya ketika bercerai dari istrinya?"

"Kenapa nanyanya seperti itu, Nak?"

"Karena teman Bara juga nasibnya sama seperti Bara. Arcie bilang, sejak ayah dan ibunya bercerai, ayahnya nggak pernah menengoknya; nelpon juga nggak. Jadi apa bedanya Bara sama Arcie?"

Hati Aqella merasa tercubit mendengar penuturan putranya. Ternyata penceraian akan membuat pikiran anak bertanya-tanya, dan bisa menjadi luka di hati anak-anak. Memberikan pandangan yang negatif pada ayahnya, ketika keberadaan mereka jarang hadir, bukan hal baik juga. Tapi seiring bertambahnya usia, anak-anak akan paham mana orang tua yang lebih menyayanginya.

Saat ayah sudah punya pengganti, dan istri pengganti merebut semua perhatian ayahnya, maka luka di hati anak akan semakin dalam. Padahal posisi anak tetap tak akan terganti, meski ibunya sudah tak lagi bersama. Tanggung jawab ayah tetap berlaku sampai anak dewasa, sampai anak laki-laki bisa berdiri di atas kakinya sendiri, dan anak perempuan menjadi tanggung jawab suaminya. Seharusnya wanita yang jadi istri pengganti, sadar dengan mengingatkan peran suaminya akan tanggung jawab menafkahi anak-anaknya. Karena jika istri pengganti menjadi pemicu si ayah melupakan anaknya, tentu berdosa besar. Dan harusnya sang ayah itu bersikap tegas, bukan laki-laki yang berada di bawah kendali istri jika menyangkut sesuatu yang wajib.

"Tapi nggak semua ayah seperti itu Nak, masih ada ayah-ayah yang baik di dunia ini, ayah Rasyd adalah contoh nyatanya."

"Bara ngerti, tapi ...." ucapan mereka terpotong karena pelayan datang mengantar pesanan.

"Kita makan dulu ya, Nak, nanti setelah ini kita jalan-jalan."

"Iya, Bunda."

Saat mereka sedang asyik makan ada yang menyapa Bara.

"Hai Bara ... Tante senang bisa bertemu kamu lagi."

Aqella mengerutkan kening. Rasanya dia pernah melihat perempuan yang kini ada di sampingnya.

"Lho, Tante Ardina kok di sini?" tanya Bara heran.

"Tadi Tante habis pemotretan, langsung ke sini. Kamu sama siapa?" Ardina melirik Aqella yg dari tadi hanya diam memperhatikan.

"Aku sama Bunda, kenalin Tante ini, bundaku."

Ardina tersenyum ramah, menyalami Aqella dan mengenalkan namanya, yang disambut Aqella dengan penyambutan tak kalah ramah.

"Tadi saya ketemu Bara di rumah sakit, waktu nengokin suami saya yang kecelakaan, dan kata Bara, anda seorang dokter di sana juga. Anak anda luar biasa, Mbak. Saya sangat kagum dengan kesantunan dia," cerocos Ardina tanpa ditanya.

"Panggil saja saya Qella, suami anda sakit apa, Mbak?" tanya Aqella penasaran.

"Dia kecelakaan, anda mungkin kenal atau pernah merawat pasien yang bernama Adyan Hutama."

Dada Aqella berdebar. Jadi, dia bertemu dengan Ardina perempuan yang sudah menggeser posisinya di keluarga Adyan. Pantesan dia marasa pernah bertemu dengan wanita yang sudah ada di sampingnya ini. Meski pernah bertemu selintas di rumah sakit, tapi tidak terlalu jelas. Melihat dia dari dekat, sunguh sangat cantik. Apa yang membuat hati Adyan tidak bisa berpaling?

"Bolehkan saya bergabung di sini?"

"Oh, silakan. Maaf makanan saya sudah hampir mau habis, Mbak Ardina mau dipesenin apa?"

"Tidak usah, Mbak. Saya tadi sudah pesan makanan."

"Baiklah kalau begitu."

"Saya panggil Mbak Qella aja ya, kayanya kurang sopan kalau memanggil nama sama orang yang baru saya kenal."

"Terserah Mbak Dina aja, nyamannya panggil saya apa. Ngomong-ngomong Mbak Dina nggak menemani suaminya di rumah sakit?"

Ardina untuk sesaat hanya bisa diam, bikin Aqella nggak enak hati.

"Mertua saya melarangnya, dan hubungan kami memang lagi rumit," jawab Ardina pelan.

"Oh, maaf."

"Tidak apa-apa Mbak Qella."

"Bun, kalau sudah makan kita mau kemana?"

"Kita jalan-jalan ke pantai aja ya? Mbak Dina maaf, saya nggak bisa menemani Mbak Dina sampai selesai makan. Saya mau menemani Bara jalan-jalan dulu, atau mungkin Mbak Dina mau ikut gabung sama kami?"

"Mungkin lain kali Mbak Qella, mohon maaf bukan tidak mau ikut gabung. Tetapi setelah ini saya masih ada urusan penting."

"Ok, nggak apa-apa Mbak. Semoga urusannya dilancarkan, dan di lain waktu kita bisa berjumpa lagi."

"Terimakasih, saya senang bertemu dengan orang baik seperti kalian."

Aqella dan Bara akhirnya meninggalkan Resto Ocean Seabrezee, dan berjalan-jalan menikmati suasana pantai Ancol di senja hari. Dan Bara kembali menanyakan ayahnya.

"Apakah ayah sama sekali tidak sayang sama Bara, Bun?"

"Bara pingin banget ya, ketemu ayah?" Aqella balik bertanya.

"Pingin banget Bun, Bara selalu minta sama Allah untuk mengembalikan ayah pada keluarga kita. Biar keluarga kita lengkap dan bisa berkumpul kembali. Bara suka iri kalau teman-teman sudah cerita berlibur dengan ayahnya," ujar Bara dengan mata berkaca-kaca.

"Bunda minta maaf ya, kamu besar tanpa peran ayah kandung. Insya Allah suatu saat nanti, Bara akan ketemu ayah. Kita hanya perlu bersabar untuk saat ini." Aqella mengusap bahu anaknya dengan penuh sayang. Sebenarnya dadanya terasa sesak mendengar penuturan jujur anaknya, tapi Aqella merasa waktunya belum tepat untuk menjelaskan pada Bara siapa ayahnya.

"Maaf kalau kata-kata Bara bikin Bunda sedih."

"Bunda maafin, tapi stop dulu bahas ayahnya ya, kita nikmati jalan-jalan sore ini. Kapan-kapan kita bahas ayah lagi."

Bara pun menuruti apa yang dikatakan ibunya, dan berusaha untuk kembali ceria.[]

Jadi Dokter Setelah Dipaksa BerceraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang