Part 7

17.9K 1.6K 21
                                    

Bara meminta izin kepada Pak Satpam, untuk bisa berjalan-jalan di sekitaran rumah sakit. 

"Tapi jangan lama-lama ya, Nak Bara. Takutnya nanti Ibu nyariin," pesan Pak Marzuki satpam rumah sakit tempat ibunya bekerja.

"Siap, Pak." Bara mengangkat jempolnya, setelah itu ia pamit undur diri. Niat Bara adalah ingin duduk-duduk di taman rumah sakit.

Tamannya masih sepi ketika Bara datang, mungkin masih pagi jadi belum banyak orang. Bara memilih untuk duduk di bangku panjang, lalu menyenderkan tubuhnya ke kursi dengan tangan di sedekapkan keperutnya. Setelah itu dia melantunkan surat-surat yang di hafalnya. Kali ini, Surat yang di bacanya, yakni surat Al-Anfal. Bara sangat suka dengan salah ayat yang ada dalam suarat ini. Terutama yang ada dalam ayat 65, menceritakan tentang orang-orang yang sabar akan mengalahkan banyak musuh.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ حَرِّضِ ٱلْمُؤْمِنِينَ عَلَى ٱلْقِتَالِ إِن يَكُن مِّنكُمْ عِشْرُونَ صَٰبِرُونَ يَغْلِبُوا۟ مِا۟ئَتَيْنِ وَإِن يَكُن مِّنكُم مِّا۟ئَةٌ يَغْلِبُوٓا۟ أَلْفًا مِّنَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَفْقَهُونَ

"Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti."

Bara sangat suka ayat ini, karena Allah menyuruh hambanya untuk sabar, kesabaran adalah senjata terkuat bagi orang beriman. Dan itu terbukti, di setiap peperangan yang dihadapi oleh Rasulullah meskipun pasukan dari pihak kaum muslimin jumlahnya sedikit, tapi selalu mampu mengalahkan pihak musuh.

Selama tinggal di Singapura Bara ikut Home Shooling dan dia juga di sekolahkan di sekolah Tahfidz. Sudah banyak surat-surat yang sudah di hafalnya. Dan liburan kali ini pun, dia ingin terus murojaah, agar tidak ada ayat yang lupa. Suara cukup indah dan jernih. Bikin para pengunjung yang mendengarkan betah.

"Permisi, Nak, boleh Tante ikut duduk di sini?" 

Bara menoleh. "Silakan Tante," ujarnya sopan.

"Tadi Tante dengar suaramu sangat indah, jadi Tante tertarik untuk duduk di sini."

"Maaf Tante, aku mengganggu ya?"

"Tidak, justru Tante suka. Sudah lama Tante tidak mendengar suara orang mengaji dengan suara seindah ini."
Bara menautkan alisnya, demi mendengar penjelasan tante cantik di depannya.

"Jangan kaget gitu, jujur Tante jarang banget salat apalagi mengaji."

"Tante muslim?" tanya Bara heran.

"Iya. Kamu sedang apa di sini?"

"Muroja'ah Tante?"

"Murojaah itu apa sih?"

"Mengulang-ulang hafalan Al-Qur'an biar nggak lupa."

"Terus orang tuamu di mana?"

"Bundaku lagi kerja mengurusi pasien-pasien di rumah sakit ini. Aku lagi libur, jadi ikut Bunda ke sini, tapi karena bosen , jadi duduk ditaman ini."

"Nama kamu siapa?"

"Elbara, Tante, tapi bisa dipanggil Bara."

"Kamu pasti anak yang baik, pinter, sholeh dan sopan. Kenalin nama Tante, Ardina. Panggil Tante Ardina."

Bara menyalami Ardina dengan sopan, membuat wanita itu tertegun, karena ada anak sesopan itu. Beda jauh dengan keponakan-keponakannya.

"Tante sedang apa berada di sini?"

"Tante mau nengok suami Tante, tapi sepertinya dia lagi diajak ke luar."

"Suami Tante sakit apa?" 

"Dia kecelakaan, higga harus dirawat di rumah sakit ini."

"Ya Allah, yang sabar ya, Tante. Semoga suami Tante cepat sembuh.

Untuk sesaat Ardina tertegun mendengar kata-kata simpati dari ElBara. Anak ini benar-benar membuat dirinya kagum. Pasti orang tuanya sangat baik dalam mendidik anaknya.

"Kamu tinggal di mana?" tanya Ardina penasaran.

"Aku tinggal di Singapura Tante, di Indonesia sedang mengisi liburan."

"Kamu di Singapura tinggal sama siapa, kan ibumu kerja di rumah sakit?"

"Aku tinggal sama kakak dari Bundaku."

"Lalu, ayahmu?" Ardina merasa tertarik dengan Elbara.

"Nggak tahu. Kata Bunda, Ayah sama Bunda sudah pisah dari kami kecil."

Ardina merasa terenyuh. Pasti berat jalan yang dihadapi Bara. Setiap anak pasti ingin berkumpul dengan orang tuanya. Tapi Elbara terlihat ceria seperti bukan berasal dari keluarga broken home.

Mereka pun mulai mengobrol dan Ardina lebih banyak bertanya tentang aktivitas Elbara. Melihat anak yang begitu sopan dan cerdas membuat Ardina yang biasanya tidak suka anak-anak jadi merasa nyaman.

"Ardina, sedang apa kamu di sini?" tanya Tisa yang tiba-tiba sudah ada didekat mereka, sambil mendorong kursi roda yang diduduki oleh Adyan.

"Aku sedang mengobrol saja, Mbak. Tadi aku mengunjungi Mas Adyan ke ruangnnya, tapi kosong. Ternyata Mbak yang membawanya jalan-jalan."

"Kamu nggak malu menampakan diri di depan adiku, setelah apa yang kamu perbuat dengan berita yang terus-menerus menceritakan perselingkuhanmu," sinis Tisa.

Bara yang melihat percakapan di antara mereka merasa tidak nyaman.

"Tante, Bara pamit duluan ya, takut dicariin Bunda."

"Iya Nak, hati-hati. Tante senang sekali bisa bertemu kamu."

"Makasih, Tante. Assalamu,alaikum."

"Wa'alaikumusallam."

"Siapa dia?" 

Adyan yang tadi diam, merasa tertarik dengan anak laki-laki yang baru saja pergi.

"Anak dari salah satu dokter di sini."

"Ada yang ingin aku bicarakan dengan kamu, Mbak Tisa bisa tolong tinggalkan aku sebentar," pinta Adyan.

"Tapi kamu baru sembuh, Adyan. Mbak nggak mungkin ninggalin kamu sendirian."

"Please, Mbak, aku harus bicara dengan Ardina."

"Baiklah. Dan Ardina, tolong jaga adiku dengan baik," pesan Tisa sebelum pergi meninggalkan keduanya. []



   

Jadi Dokter Setelah Dipaksa BerceraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang