[13]

11 3 0
                                    

Ana meninggalkan dan pura-pura tidak mendengar teriakan Gavin yang tertinggal kira-kira sepuluh langkah darinya. Ice cream nya mendadak seperti hambar.

Ana marah pada Gavin? O jelas.

"Na, tungguin gue napa sih, hosh-hosh"

Ana menghentikan langkahnya lalu menghadap ke arah Gavin yang sedang tersengal-sengal.

"Gila lo, jalan doang cepet amat apalagi lari sih?" Ujar Gavin yang masih mengatur nafasnya.

Ana menaikan satu alisnya "So?"

Gavin menegakan tubuhnya lalu mendekat pada Ana "So doang? Lo gak khawatir gue kenapa-napa gitu?"

Ana memalingkan wajahnya "Buat apa gue peduli sama lo? Gue siapanya lo?"

Gavin tercekat. This is not Ana. Batinnya.

"Lo kan sahab--"

"Stop it Gavin. Gue mau pulang"

Gavin menarik lengan Ana yang hendak meninggalkannya "What's wrong?" Tanya Ana dingin.

"What's wrong with you Ana?" gavin bertanya balik.

Ana menggeleng cepat lalu menepis lengan Gavin dan pergi. Saat Gavin hendak mengejarnya Ana menolak dengan kasar

"Gausah ikutin gue"

"Gue anter lo pulang oke?" Tanya Gavin penuh harap.

"No need thanks gue bisa pulang sendiri"

"T-tapi"

"GAUSAH BANTAH VIN, DENGER GAK GUE BILANG APA?"

Drrtt...

Handphone Gavin bergetar. Ana tidak jadi pergi karna penasaran siapa yang menelfon Gavin.

"..."

"Owh iya Put"

Putri?

"..."

"Oke-oke gue jemput sekarang ya. Tunggu gue oke?"

"..."

Gavin menutup telfonnya.

Ana menatap wajah Gavin "Putri?"

Gavin mengangguk "Iya. Dia sakit, gue harus anter dia ke RS. Lo pulang sendiri aja ya"

"Putri terus, bete gue"

"Udah ya gue pergi. Perlu gue pesenin Grab?"

Ana menggeleng kesal "Gak usah"

Gavin tidak merespons Ana lagi dan malah langsung berlari meninggalkan Ana. Oh shit,  Ana ia tinggal sendirian lagi

"Gue benci sama lo Gavin" Lirih Ana.

Sedetik kemudian ia mulai menangis...




~~

FRIENDZONE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang