[7]: Ashley Celandine I

836 70 14
                                    

dia, keturunan dari sang dewi cinta
paras cantik nya seindah purnama
lekuk tubuhnya pahatan indah dari sang pencipta
keberuntungannya seluas sagara.

🥀

"Tapi ayah, aku pernah melihat batu seperti itu di mimpiku"

Satu kalimat yang Ashley ucapkan membuat seluruh netra yang ada disana menatapnya dengan penuh tanya.

"apa maksudmu nak?" Tanya Tuan Edbert diikuti sahutan kata tanya oleh Arthur. "Apa kau—" Arthur tak menyelesaikan kalimatnya.

"A-aku rasa aku pernah melihat batu seperti itu di mimpiku"

"Bagaimana bisa?" Tanya sang Ayah

"Dalam mimpiku, batu itu mendatangiku dan bersinar berwarna biru terang bagai lampu."

"lalu? apa yang terjadi padamu?" tanya Tuan Edbert penasaran.

"mmm... aku hanya mengingat itu saja, mimpi itu mendatangiku terus menerus tapi aku tak bisa mengingatnya," lanjut Ashley

"Apa kau serius tidak bisa mengingat hal lain ?" Arthur bertanya dengan tatapan serius

"Aku sudah berusaha mengingatnya, tetapi aku tetap tidak bisa," kata Ashley.

"Ayolah, masa kau tak bisa," cetus arthur membuat Ashley merasa terpojokkan. Tak ada jawaban dari Ashley, Ia menyerah. Nyatanya memang ingatan bunga tidurnya tak kembali. hanya ada helaan nafas kecewanya yang tersisa.

Atmosfir ruang tamu itu semakin tegang. Tidak ada yang berani angkat bicara. semua bingung mencari jalan keluarnya.

mungkin, memang hanya Ashley yang bisa menemukannya. "Ashley, apakah kau mau menemani mereka mencari batu itu?" Tiba tiba saja Tuan Edbert berbicara.

"Apakah Ayah serius?" Ashley memastikan, sejujurnya dari awal memang dia sudah ingin ikut. Dia jarang berpergian, di lingkungan rumahnya pun hampir tak pernah. Paling-paling hanya berkebun.

"Iya, bantulah mereka siapa tau kau yang menemukan jalannya," Ucap Tuan Edbert meyakinkan.

"Lagi pula mereka tidak keberatan jika kau ikut, benar bukan?" lanjut nya seraya bertanya pada tujuh pria di sana.

"Tentu saja kami tidak keberatan tuan, malah kami senang karena Ashley pasti akan sangat membantu nantinya" Michael berujar dengan sopan.

"Bagaimana? kau mau kan Ashley?" Kali ini Hans bertanya dengan mata yang berbinar.

"Tentu saja! aku mau ikut dengan kalian!" ujar Ashley tak kalah semangat.

"eumm.. jadi bolehkah sekarang aku berkemas?" Ashley bertanya kepada para pria di hadapannya, namun bukannya merespon mereka malah menatap Ashley terheran.

"K-kenapa? apa ada yang salah? aku harus berkemas bukan? seperti membawa baju, makanan, se—"

"Tidak perlu, untuk apa kau membawa barang seperti itu? kan tidak berguna" Arthur menyela kalimat ashley yang membuatnya terdiam.

"Tidak apa apa! dia kan wanita, wajar saja jika ingin membawa banyak barang sepeti itu" Hans membantah perkataan Arthur sembari memukul pundaknya.

"Hei! kita ini mau mencari pusaka bukan bertamasya! kau pikir ini acara sekolah hah?!"
Arthur menegaskan kepada Hans. Namun Hans hanya bungkam, sebab ia malas bertengkar.

"Sudah lah biarkan saja mereka, sekarang kau bersiap lah ini akan menjadi perjalanan yang panjang" Carlos berkata sembari menatap mata Ashley. Mendengar itu, Ashley bergegas ke kamarnya untuk bersiap.

Tuan Edbert tiba tiba teringat sesuatu. Ia langsung menuju ke kamarnya untuk mencari benda itu. "Apa yang kau cari?" Tanya Arthur. "Sebentar, aku ingat waktu itu menyimpannya disini. Ini dia!"

Sebuah botol kaca bening yang di dalamnya terdapat kertas lusuh berwarna kecoklatan. "Peta ini bawalah! Pasti ini akan membantu kalian menemukan portal itu".

"Peta apa ini? dari mana kau mendapatkan nya?" Arthur bertanya sembari memperhatikan botol kaca yang kini sudah berpindah ke tangan nya.

"Aku mendapatkan peta ini dari leluhurku, aku tidak tahu alasannya hanya saja ia sempat berkata tentang ramalan" Ujarnya.
"Ramalan?" Arthur bertanya serius.

"Ya, dia berkata 'kelak peta ini akan berguna untuk sebuah ramalan' aku tidak tahu apa maksdunya hingga sekarang", Edbert berujar sambil mengingat ingat, sedangkan Arthur menatapnya dengan penuh tanya.

"Sudah lah lupakan saja, mungkin ia hanya membual?" ucap Edbert dengan kekehan.
Beberapa saat kemudian Ashley kembali dengan membawa tas yang berisikan kebutuhannya untuk beberapa hari kedepan. Melihat Ashley yang keberatan membawa tasnya, Carlos dan Hans dengan sigap segera membantu Ashley membawakan tas nya .

"Ah, terimakasih" Ucap Ashley sambil tersenyum kepada Carlos dan Hans."Sebaiknya kalian berangkat sekarang, sebelum malam tiba"

Kini semua sudah bersiap untuk berangkat. Setelah berpamitan kepada ayahnya, Ashley bergegas menyusul teman temannya.
"Ku harap dari kalian tidak ada yang berkhianat, dan tolong kembalilah dengan selamat" Edbert berkata sambil tersenyum melihat kepergian putri nya dengan tujuh pria bersamanya.

⚜️

"Ish kenapa banyak serangga yang menggigitku, huft menyebalkan!"
Lucas menggerutu untuk kesekian kali nya, sejak memasuki hutan lelaki itu terus mengeluh tentang serangga. Bahkan ia berteriak saat seekor kupu-kupu mendekatinya, ia terus menggenggam lengan Hans yang membuat sang empu menjadi jengkel.

"Lucas ayolah itu hanya seekor kupu-kupu bukan seekor ular, kenapa kau setakut itu dengan kupu-kupu?" Richard berkata sambil memandang Lucas yang masih ketakutan.

"Dulu temannya pernah memasukkan kupu-kupu ke dalam celananya" Hans berkata dengan santai yang di sahuti pukulan dari Lucas. "Hans!!" Teriak Lucas, "Kenapa kau menceritakannya itu sangat memalukan!". Lantas mereka semua tertawa sangat kencang hingga menggema di dalam hutan, wajah Lucas seketika berubah menjadi merah karena malu.

"Wah tumben sekali Hans tidak menggeluh atau mengoceh karena kelelahan" Carlos berkata sambil tertawa, "Itu karena dia sedang berusaha menarik hati seseorang, Carlos" Arthur menjawab sembari melihat ke arah Hans yang terus menatap Ashley.

Tanpa di sadari langit sudah gelap dan hutan terasa lebih sunyi. Setelah menempuh perjalanan yang jauh, mereka pun memutuskan untuk beristirahat sejenak. Hans dan Lucas bertugas mencari potongan-potongan kayu untuk membuat api unggun, sementara Nath dan Michael yang bertugas menghidupkan apinya karena udara di sini mulai mendingin.

Sunyinya malam membuat delapan orang itu terlelap dengan cepat. Sekarang hanya terdengar dengkuran dari Michael dan dengkuran halus dari yang lain. Hari semakin malam, bulan semakin terang menyinari gelapnya hutan.

Tetapi, Ashley terusik dengan sesuatu yang membuatnya menggeliat tak nyaman. Lantas terbangun dengan sendirinya. Ia pun tampak kebingungan dengan keadaan sekitarnya dan ia mendengar sebuah panggilan yang serupa dengan mimpinya.

Perlahan, Ashley melangkahkan kakinya. Entahlah, dia hanya mengikuti kata hati dan mimpinya. Setiap tempat yang Ia lalui rasanya tak asing. Hanya dengan senter dalam genggamannya Ashley berjalan menyusuri gelapnya hutan malam hari tanpa meninggalkan jejak.

hai semua!
maaf banget ya karena kita udah lama gak update
"Acropolis"
Tapi mulai sekarang, kita bakal usahain lebih sering update kok!
Makasih juga buat kalian yang udah baca cerita ini 💜💜

AcropolisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang