bagian empat➖04

281 45 4
                                    

Tidak ada percakapan yang terjadi didalam mobil selama perjalanan. Aku diam, begitu pula Renjun.

Sebenarnya, ada begitu banyak yang ingin aku tanyakan, yang ingin aku ketahui jawabannya, tapi itu akan kembali mengulang rasa sakit yang sama.

Sakitnya dibohongi, sakitnya di jadikan kelinci percobaan yang bodoh. Itu benar-benar menyakitkan.

Aku berusaha hanya memfokuskan pandangan ke depan. Tidak perduli seberapa sering aku menangkap dari ujung mataku bahwa Renjun terus melirikku.

Aku tahu dia juga pasti ingin bicara. Atau mungkin sebaliknya, dia benar-benar sudah tidak sudi berbicara padaku lagi.

Aku tidak tahu ia membawaku kemana karena aku bahkan belum nemberitahukan dimana alamat rumah kak Soojin.

Dan masalah lainnya aku tidak tahu apakah rumah itu dikunci atau tidak. Jika terkunci bagaimana aku bisa masuk?

Ini semua gara-gara Renjun. Dia yang membuatku dalam tekanan beberapa waktu lalu. Aku tidak pernah bisa berpikir jernih jika sudah menyakut dengannya.

“sudah sampai” ucapnya setelah aku menyadari bahwa ia benar-benar mengantarku pulang. Didepan rumah kak Soojin.

Aku sedikit terkejut bagaimana Renjun bisa tahu aku tinggal disini, dirimah ini. Bagaimana ia tahu padahal aku tidak memberitahunya karena kami tidak pernah bertemu selama berbulan-bulan. Tapi tentu saja aku menyembunyikan ekspresi itu dan terus bersikap dingin.

“terimakasih” ucapku dan melepas seatbelt. Aku harus segera keluar dan tidak perlu lagi berurusan dengan dengannya. Tidak perlu.

“tunggu!” seru Renjun. Aku berhenti tapi tidak menoleh padanya.

Aku sedang berusaha untuk menahan diri. Aku tidak boleh menunjukkan bahwa aku sudah kalah dan sangat rentan saat berhubungan dengannya.

“aku minta maaf, Oh Harin, sungguh!” ucapnya dengan nada yang sangat serius.

Itu dia. Akhirnya dia kembali memanggilku Oh Harin. Persis seperti saat pertama kali kami mengenal satu sama lain yang saat itu hanya ada perasaan benci, tidak lebih.

“lupakan saja, Renjun. Semuanya sudah berlalu”

Itu benar. Semuanya sudah berlalu.

“tapi kenyataannya semuanya tidak seperti yang kau pikirkan” ia berjalan mendekatiku.

Aku tidak bergerak bahkan sedikit pun. Tidak heran aku tidak menolak, tidak mencerca, mencaci nya meski sebelumnya itu yang aku pikirkan. Otak dan perilaku ku nemang tidak pernah sejalan.

“tolong beri aku waktu, Oh Harin”

there's no—” kata-kataku terhenti tepat saat Renjun menempelkan bibirnya padaku.

Secara tiba-tiba.

Demi tuhan aku tidak tahu apa yang ada dipikiran Renjun saat ini. Aku shock tetapi benar-benar tidak mengerti dengan diriku sendiri yang bahkan dengan tidak tahu dirinya justru memejamkan mata menikmati momen ini.

Kulitku memanas dan jika ini siang hari mungkin Renjun pasti akan melihat bahwa pipiku berwarna seperti tomat.

Tidak ada gerakan yang terjadi. Hanya menempelkan bibir dan, tangannya menangkup kedua pipiku. Untuk beberapa saat aku marah, tapi untuk beberapa saat juga, aku benar-benar sangat menikmati ini.

Pada kenyataannya aku tidak akan bisa menampik bahwa aku sangat merindukan sosok ini. Sosok Huang Renjun yang dulu sering menggangguku, memintaku hanya untuk menungguinya tidur diatap sekolah, memaksa ku melakukan semua keinginannya tanpa ada penolakan karena dia tidak suka itu, dan tentu saja Huang Renjun yang sudah mengecewakan. Aku merindukannya.

[s2]A Whole New WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang