Aku mengerjapkan mataku saat mendengar alarm yang berbunyi dari ponselku.
Yang pertama kali kusadari adalah ini bukan kamarku. Tentu saja, ini apartemen Renjun. Aku tidak lupa itu.
Aku menoleh kesamping dan tidak mendapati sosok Renjun disana. Dan setelah mengedarkan pandanganku, rupanya ia tertidur disofa yang ada dikamarnya. Meringkuk karena ukuran sofa yang kecil dibandingkan tubuh tingginya.
Ia bahkan tidak memakai baju, tanpa selimut dan AC menyala. Seriously Huang Renjun?
Aku beranjak setelah menggelung rambutku asal. Bergerak menuju kearahnya berniat membangungkannya.
“Renjun—”
“jam berapa sekarang?” tanya nya padaku sebelum aku berhasil menyelesaikan kalimatku.
Oh, dia sudah bangun?
Suaranya pelan dan serak khas seorang yang baru bangun tidur.
“6.30 pagi” sahutku. Ia masih tidak bergerak bahkan membuka matanya. Apakah Renjun mengigau?
“Renjun?” seruku saat tidak mendengar jawaban setelahnya.
Ia meringis dan mulai bangkit dari sana. Matanya setengah tertutup dan mulutnya menguap.
Astaga, aku belum pernah melihat sisi Renjun yang seperti ini.
“yaya, aku sudah bangun” ucapnya sambil duduk. Mungkin berusaha mengumpulkan sisa-sisa nyawanya yang terbang saat tidur? Haha istilah apa itu. Aku menertawakan diriku sendiri.
“kau tidak perlu bangun jika masih mengantuk. Aku hanya memastikan apakah kau tidak mengingau” ucapku dan dia membuka matanya.
Renjun menatapku datar. Oh, aku bisa jelas melihat kalau dia masih sangat mengantuk.
“kenapa kau menyetel alarm sepagi itu?” tanya nya.
“aku ada kuliah jam 8 pagi” sahutku dan dia otomatis berdiri.
Matanya terlihat segar, sangat berbeda dari sebelumnya.
“aku akan mengantarmu” ucapnya.
Aku mengerutkan kening bingung. Tiba-tiba sekali.
“jika kau mengantuk—”
“aku akan mandi dan siap-siap” ujarnya cepat, “kau juga siap-siap”
Aku mengangguk sambil berusaha menahan senyum.
Setelahnya kami benar-benar pergi. Dia benar-benar mengantarku, dengan mobilnya.
“langsung ke kampus?” tanya nya.
“jika kau tidak keberatan aku harus pulang untuk mengambil—”
“tentu saja tidak” sahutnya cepat lagi-lagi memotong kalimatku. Apa sebenarnya yang terjadi padanya hari ini. Kenapa dia tampak bersemangat.
Kami berkendara dalam diam. Yah, kadang sesekali ia masih sering membuka mulutnya hanya untuk mengumpat pada pengendara-pengendara yang sedikit mengganggunya.
Bagiku itu tidak masalah selagi keadaan diantara kami tidak secanggung semalam.
Sampai dirumah kak Soojin Renjunya menunggu didalam mobil. Aku mengetuk pintu tapi tidak ada yang menjawab. Apakah kak Soojin tidak ada dirumah? Kemana ia menginap? Dimana kunci rumahnya. Aku bertanya-tanya.
“kak Soojin!” aku berseru untuk ketiga kalinya. Tidak ada jawaban. Aku pikir benar tidak dirumah. Lalu bagaimana aku akan masuk?
“ada apa?” suara Renjun tiba-tiba mengagetkanku.
“kak Soojin tidak ada dirumah” responku dan kening Renjun mengkerut.
“kak Soojin?” tanyanya penasaran. Aku tidak menghiraukannya dan mencoba mencari ponselku, mungkinkah dia sedang bersama kak San.
“ya, halo, kak”
“Harin, ada apa?”
“aku, tidak tahu harus menelpon siapa lagi selain kakak, aku baru pulang sekarang ingin mengganti baju dan mengambil beberapa buku catatanku untuk kuliah, tapi sepertinya kak Soojin tidak dirumah, dan rumahnya terkunci. Bisakah kakak tanyakan apakah kak Soojin meninggalkan kunci pada tetangga atau dimanapun?” jelasku dan kak San terdengar kaget. Tapi ia memberitahu akan segera menghubungi Soojin.
Oh, jadi kak Soojin sedang tidak dengan kak San?
Aku menuju Renjun dan dia menatapku dengan penasaran. Aku memutar mataku dan menjelaskan bahwa aku akan mendapat kabar dalam beberapa menit.
“kau tidak tinggal sendiri?” tanya Renjun dan aku tertawa. Tidak percaya karena pertanyaan yang seperti itu yang keluar dari mulutnya.
“tidak! Aku belum punya cukup uang untuk mencari rumah untuk ku tinggali sendiri sebelumnya” sahutku tidak minat. “tapi kurasa aku bisa mencukupkannya sekarang. Aku tidak ingin terkunci lagi seperti ini dan mengakibatkanku telat ke kampus”
Aku berjalan menjauh dari Renjun setelah mendapatlan telepon dari kak San.
Dia memberitahu kunci rumah Soojin terletak dipot bunga disamping rumah.
Setelah mendapatkan kunci itu aku menyudahi panggilan dan segera masuk. Sekali lagi Renjun hanya menunggu diluar, tepat didepan pintu.
Aku bergegas mengganti baju dan mengambil apa yang aku butuhkan lalu keluar secepat mungkin.
Ini sudah pukul 7.40 dan aku tahu aku sudah sangat terlambat untuk ke kampus.
“sudah?” tanya Renjun saat aku mengunci pintu dan meletakkan kembali dimana seharusnya kunci itu berada.
Aku mengangguk dan kami masuk ke mobil. Aku terus bergeser tidak nyaman karena memikirkan keterlambatanku ini. Renjun hanya diam, sesekali melirik.
“jadi, bagaimana?” tanya nya setelah keadaan sunyi untuk beberapa saat.
“apanya yang bagaimana?” aku balik bertanya.
“kau sudah terlambat. Percuma jika meneruskannya. Bolos saja” terang Renjun dan keningku mengkerut.
Aku menggelengkan kepalaku membalasnya.
“apakah kau ingin dimarahi? Kau masih punya waktu kuliah besok dan besoknya, Harin” ucapnya sambil menekankan kata besok. Aku tertawa melihatnya yang tampak sangat memelas.
Apakah kami sudah berbaikan sekarang?
“ayolah, aku ingin menghabiskan waktu denganmu hari ini. Aku akan menemanimu, kemana saja” ucapnya dan aku memanas. Tolong jangan memerah pipiku, sekali ini saja tolong bekerja sama denganku.
Aku memalingkan wajahku kesamping hanya untuk menyembunyikam ekspresi bodohku yanh sedang berusaha menahan senyum.
“benarkah?” tanyaku santai. Berusaha terlihat biasa saja padahal sebenarnya aku sangat gugup.
“aku serius, Oh Harin” ucapnya sambil memasang wajah serius. Aku tertawa melihatnya dan dia ikut tertawa.
“bagaimana kalau kita sarapan? Kita berdua belum sempat sarapan tadi pagi” saranku dan senyum Renjun mengembang.
“hanya sarapan?” tanyanya padaku.
“aku masih ada kelas yang harus kuhadiri, Renjun” responku dan dia tampak memutar matanya. Aku tahu ia kecewa, aku juga.
Maksudku, ya, aku sangat ingin menghabiskam waktu dengannya seharian seperti dulu. Tapi aku tidak bisa bolos kelas lagi.
“baiklah, kau yang pilih menu pagi ini” ujarnya dan aku tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
[s2]A Whole New World
RomancePermainan hati yang dialami Oh Harin kembali berlanjut. Semua keinginan ingin menjadi mahasiswi normal dengan lingkungan barunya kembali tidak bisa Harin rasakan karena masalah dan rasa sakit kian bertambah. Harin merasakan kebahagiaan sekaligus per...