pendekatan

72 12 8
                                    

Nyatanya, PDKT tidak semudah iklan Cornetto.


Ica rasa ini adalah pulang kampus terlunglainya. Dirinya lelah bukan hanya fisik, namun juga hati ikut lelah lantaran kepikiran pasal sang gebetan yang ternyata tengah berstatus menggebet queen of university. Artinya, akan sangat susah bagi dirinya untuk menaklukan kakak tingkatnya itu.

Ternyata a Gagan benar. Tipe ideal Jeka itu sangat aduhai dan mengagumkan alias bukan kaleng-kaleng. Jujur saja Ica akui itu. Ayu itu cantik nya bikin pankreas linu. Rambutnya yang panjang, wajah nan ayu seperti namanya. Kulit bening seperti bihun kaca, juga tutur bahasa yang lembut bak tahu sumedang, Ica saja sampai kagum sebagai wanita, apalagi Jeka yang sebagai pria.

Ica menyusuri jalanan depan kampus yang penuh dengan lalu lalang kendaraan dan ruko makanan disepanjang jalan. Ia memberhentikan langkahnya disebuah kedai seblak yang terkenal diarea kampus. Hati lelahnya membuat lambungnya menjerit minta diisi.

Namun sepasang langkahnya berhenti tatkala mendapati sebuah maha karya Tuhan sedang makan seblak . . . Oh tidak-tidak, lebih tepatnya mabok tiga mangkok seblak yang terlihat pedas karena kuahnya yang merah merona. Pipi, bibir ranum dan mata rusanya sudah merah kepanasan, entah berapa level yang pria itu pilih untuk seblaknya. Ica tau pria itu sedang patah hati akibat gosip yang beredar. Tapi .  .  . Sangat tidak keren sekali patah hatinya mabok seblak.

Gadis itu merotasikan kepalanya, melihat sekeliling kedai yang ramai. Tidak ada bangku kosong selain yang di duduki sang senior sekaligus gebetannya, Jeka.

Tadinya Ica ingin pergi saja, namun kakinya berkhianat melangkah maju mendekati meja si pria dan terduduk manis tanpa rasa malu.

"Teh, seblak kuahnya satu ya. Gapake kerupung kuning"

Tiba-tiba mendengar suara didepannya, Jeka lantas mengangkat kepala. Alisnya auto berkerut bingung. Siapa gadis yang dengan lancang duduk seenak jidat di mejanya. Tidak pernah ada yang seberani itu kecuali teman satu geng-nya.

"Pindah loh!" racaunya dengan mulut dan hidung kembang kempis menahan pedas.

Namun Ica tetap bergeming. Sungguh definisi tidak tau malu yang sesungguhnya.

"Bangkunya penuh" jawabnya logis

Jeka melihat sekelilingnya, dan benar saja, tidak ada tempat yang kosong selain mejanya. Tak mau ambil pusing, dia lantas menyantap kembali makanannya yang hampir tandas. Memilih menikmati hidangan panas nan pedas. Ia butuh pengalihan untuk hatinya yang retak.

Satu mangkok seblak dengan asap yang masih mengepul sudah tersaji didepan gadis itu. Ia jelas tidak ingin memperparah jeritan lambungnya. Gadis itu mengambil sendok dengan terburu, tidak sabar ingin meloloskan satu sendok kuahnya yang gurih.

Namun belum sempat menyentuh bibirnya, Jeka sudah berdiri hendak pergi dari sana. Otomatis Ica menghentikan niatnya untuk menikmati seblak dan menaruh kembali sendok itu dimangkoknya.

"Eh eh mau kemana?"

Jeka terus saja berjalan setelah membayar tiga mangkok seblaknya tanpa memperdulikan teriakan Harisa. Ica melihat sebentar untuk meratapi mangkok seblaknya yang belum tercicipi sedikitpun. Sepertinya keinginan untuk nyeblak di sore hari yang sedikit mendung ini harus tandas begitu saja.

Buru-buru gadis itu berlari mengejar Jeka yang sudah agak jauh. Jeka itu tinggi jadi langkahnya panjang-panjang, Ica sampai lelah mengejarnya.

"Aduh . . Haah tunghgu dong" racau Ica. Gadis itu menekuk tubuhnya untuk mengatur napas. Kasian sekali, padahal perutnya sedang kosong.

Jeka memutar bola matanya malas "Lo ngapain sih ngikutin gue. Mau nguntit?! Gausah, gue bukan artis"

Ica jelas saja menggeleng penuh dengan kedua tangan mengibas-ngibas. Tuntutan yang kejam sekali.

ADORABLE SIBLINGS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang