Princess of Tenebrae (1)

236 36 8
                                    

.
Niflheim Kingdom, Eos, Year XXX

Hela nafasnya nampak menguar kala rasa lelah menjalar dihatinya, rasa lelah itu bukanlah rasa lelah fisik. Tetapi lebih kepada pikirannya yang terasa pusing. Walau berusaha untuk mengabaikannya, tapi hal ini tak ayal membuat Sakura merasa jengah. Baru saja siang tadi ia metakini bahwa kehidupannya di bumi adalah kenyataan. Sekarang ini keyakinannya goyah kembali kala ia kembali ke Eos.

"Mungkin... aku sudah mulai gila..." ujar Sakura gusar. "Apakah ini semacam lucid dream?"

Gerakannya yang terasa kaku membuat ranjang berderit, Sakura menghembuskan nafasnya berat beberapa kali. "Ya... ini pasti mimpi! Ini pasti Lucid dream!" Ucapnya yakin.

"Jika benar begitu, maka, aku akan membangunkan diriku dari mimpi ini." Putusnya, wajahnya tiba-tiba beralih pada jendela. Entah kenapa pikuran konyol berkelebat dikepalanya. Bagaimana jika ia melompag dati balkon? Karena semua ini hanyalah mimpi, ia yakin bahwa ia akan baik-baik saja.

Setelah menarik nafas beberapa saat, kaki mungilnya mulai menapak mundur, dan dengan gesit ia berlari menuju balkon kamar. Kemudian melompati pagar balkon dan berakhir dengan terjun bebas dari lantai dua ruangan yang menjadi kamarnya. Sakura membelalak, ia menjerit ngeri kala angin menerjang wajahnya, hembusan dingin itu menampar wajahnya. Membuatnya tersadar dari perbuatan bodohnya, namun sudah kepalang tanggung dan ia tak bisa kembali. Akhirnya Sakura harus pasrah jatuh dari lantai dua, yang untungnya tubuhnya jatuh di sebuah pohon rimbun yang ada di taman itu.

"Aduh-aduh..."  keluh Sakura, meringis sakit akibat tubuhnya yang tersangkut diantara ranting-ranting di salahsatu dahan.

Sakura menghela nafas gusar. Kesadarannya masuh terasa pemuh dan kenyataannya tangannya terasa perih akibat goresan rantung-ranting yang mengenai lengannya.

"Jadi... ini bukan Lucid dream?" Rutuk Sakura. "Ah aku tidak peduli lagi mengenai hal ini... sekarang lebih baik aku turun saja.” Sakura berusaha turun dari atas pohon itu dengan hati-hati dan juga berusaha agar ia tidak tertangkap basah oleh pelayan karena pasti memalukan sekali.

“Uh-huh…” decak Sakura setelah berhasil turun, rambutnya acak-acakan dengan beberapa daun yang menempel di sela-selanya.

“Nona Izunia?” sebuah suara membuatnya tersentak, ia memutar tubuhnya dan melihat Ravus menatapnya heran, “apa gerangan yang anda lakukan?” Tanya Ravus lagi kali ini sembari memperhatikan gadis itu.

“Uh, hai, Tuan Ravus…!” sapa Sakura kikuk, “Selamat siang?” imbuhnya. Ravus masih mengangkat alisnya tak mengerti, memandang sosok gadis berambut merah muda dengan rambut berantakan dan beberapa dedaunan di sela-selanya, gaunnya yang selutut terlihat lusuh dan sobek di ujungnya karena terkena ranting, anehnya Sakura juga tidak memakai alas kaki.

“Kau barusan memanjat pohon ini?” Tanya Ravus hati-hati seraya mencoba menerka-nerka, Sakura merasa salah tingkah.

“Hahahaha… tentu saja tidak, uh, maksudku bagaimana mungkin seorang Lady sepertiku memanjat pohon! Itu sangat tidak elegan!” sergahnya cepat dengan tawa hambar.

Ravus menarik sudut bibirnya, mendengus menahan tawa, entah kenapa gadis itu terlihat lucu sekali, “baiklah.” Ucapnya mengalah, ia melepaskan jaketnya dan meletakkan di bahu Sakura. “Udara cukup dingin di pagi ini, Nona. Kau bisa sakit jika berjalan dengan gaun tidur, apalagi tanpa alas kaki.”

Sakura terkesiap, ia mengangguk cepat. “Terima kasih.”

“Tidak keberatan jika aku mengantarmu ke kamar?” tawar Ravus lagi, kali ini Sakura tidak menolaknya.

Solitude Were We AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang