"Starscourge, jadi dia semacam penyakit yang membuat orang-orang yang terinfeksi berubah menjadi seperti zombie yang disebut Daemon?" Tanya Sakura sembari melirik Ravus.
"Zombie? Apa itu?" Ravus menahan senyumnya walau mendung masih nampak di matanya, tapi jejak-jejak jenaka nampak di wajahnya.
"Ah, zombie itu sebutan untuk mayat hidup, jadi mereka yang sudah mati bangkit kembali, mereka membuat kerusakan dimana-mana hingga menelan banyak korban manusia." Jawab Sakura cepat, "aku menemukan istilah itu dari buku tua yang kutemukan di perpustakaan milik Ayah." Elaknya cepat.
"Oh, begitu ya, mungkin bisa kau sebut seperti itu. Daemon-Zombie- itu juga berasal dari manusia atau hewan hidup yamg terjangkit infeksi, mereka perlahan mulai kehilangan kesadaran dan mati, tapi kemudian jasad mereka bergerak lebih menggila dan lebih kuat daripada sebelumnya." Jawab Ravus, "Daemon adalah makhluk kegelapan, mereka hanya bergerak dihari-hari gelap dan ditengah-tengah tempat yang gelap."
"Karena itukah sepanjang Niflheim tidak ada satupun kegelapan di malam hari, aku melihat banyak lampu di setiap sudut?" Tanya Sakura.
"Ya, mereka benci cahaya, tapi bukan berarti mereka akan mati jika terkena cahaya, hakikatnya para Daemon yang tercipta dari kegelapan itu menyedot sumber cahaya utama di Eos ini, karenanya saat ini matahari hanya sebentar muncul digantikan oleh malam panjang yang terasa menyesakkan." Jawab Ravus.
Sakura terdiam, ia baru sadar bahwa memang malam di Eos terasa lebih panjang daripada siangnya, ia pikir mungkin karena ia lebih banyak tidur hingga ia tidak tahu bagaimana Eos ketika malam tiba. Sakura kembali memperhatikan lukisan sang Oracle. Hingga kemudian ia mendengar suara yang familiar.
"Oh, Nona Cherry? Kaukah itu?" Sebuah suara riang membuat keduanya menoleh, Stella dengan semangat tiba-tiba saja menghambur memeluk bahu Sakura yang hampir saja membuat keduanya terjungkal jika tidak mencari sandaran terdekat.
"Stella?"
Ravus menggeleng kecil melihat tingkah adiknya itu, "kau bukan anak remaja lagi, Stella, perhatikan tingkahmu." Tegurnya. Stella meliriknya dengan tampang merajuk.
"Kau ini benar-benar tidak seru, kak." Protesnya, "ah, aku senang sekali kau akhirnya tiba di Tenebrae, Cherry~!" Ucapnya bersemangat. "Ayo kita berkeliling, aku akan menunjukkan tempat-tempat yang menarik di istana ini." Ajaknya antusias. Ravus menghela nafas kecil.
"Hubungi aku jika kalian sudah selesai." Ucapnya. Stella hanya memberikan gestur 'ok' sembari melenggang bersama Sakura melewati lorong-lorong menuju luar istana. Sakura nampak mengagumi lorong-lorong indah di sekelilingnya, lorong istana ini tidak berbeda dengan lorong istana Niflheim. Tapi tentu saja ada keunikan sendiri yang membuat keduanya berbeda.
"Wow," pekik Sakura kagum.
"Ini adalah taman Sylleblossom." Ucap Stella, "indah bukan? Sebenarnya bunga ini punya macam-macam warna, tapi kebanyakan yang di sini berwarna biru tua karena Luna yang suka menanamnya."
"Hm, aku baru pertama kali ini melihat bunga seperti ini." Ujar Sakura seraya berjongkok dan menyentuh ujung kelopak bunga tersebut.
"Kita kedatangan tamu?" Sebuah suara yang familiar terdengar di belakang Sakura, keduanya menoleh dan menemukan sosok lain yang mirip dengan Stella, namun wajahnya terlihat lebih pucat dengan aura sendu yang tak bisa Sakura deskripsikan.
Dari gaya pakaiannya Sakura bisa menebak bahwa sosok itu adalah sang Oracle. Ia bangkit dan memberikan penghormatan sebagai formalitas yang dijawab Luna dengan gestur yang sama. Sakura memandang netra biru terang gadis itu, sangat kontras dengan netra Stella yang lebih terlihat kelam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Solitude Were We Alone
Fiksi PenggemarSakura Haruno, seorang gadis yang berpikir bahwa pertemuannya dengan pemuda berambut kelam dari masa kecilnya hanya akan berlangsung biasa-biasa saja, mereka akan saling mengenal dan akan terus bersama dalam menjalani kehidupan. . Namun di sisi lain...