Bagian 32: Sebab

32 0 0
                                    

Aku bertanya mengenai alasan dia tak pernah berbicara padaku. Sebenarnya, aku tak mempermasalahkannya, namun aku merasa ada yang mengganjal akan hal itu.

"Nia."

Lalu dia melihat kearahku. Aku hanya menghadap kearah jendela tak melihatnya. Kulanjutkan pembicaraanku dengan nadaku yang datar.

"Kenapa akhir-akhir ini kamu gak pernah bicara padaku? Ketik pertama kali kita bertemu, kamu seperti ingin selalu berbicara denganku."

Dia terdiam untuk sesaat. Kemudian dia menjawab pertanyaanku tersebut dengan nadanya yang tinggi dan terdengar sedang marah.

"Tidak ada! Lagian juga, ada orang lain yang menyukaimu!"

"Apa maksudmu?"

Dia tak menjawabnya. Akupun bertanya kembali padanya.

"Lalu, apa alasanmu selalu berbicara kepadaku sebelumnya?"

Dia menjawabnya dengan sedikit ragu sambil tangannya terus memegangi jaketku yang dia kenakan.

"Sebenarnya... Aku... aku punya alasan tersendiri mengenai hal itu. Lagian, bukannya kamu lebih suka dengan kesendirianmu?"

Dia mengatakan hal tersebut dengan nadanya yang tinggi dan terilhat marah. Ku jawab pernyataanya tersebut.

"Ya kau benar. Kenapa aku harus mengkhawatirkan akan hal itu. Aku juga biasanya selalu sendirian."

Kulihat dia terlihat sangat marah akan hal itu dengan wajahnya yang sedikit memerah. Dia mengatakan suatu hal kepadaku.

"Kau salah, sebenarnya kamu sangat mengkhawatirkanku kan? Dan sebenarnya kamu ingin selalu berbicara denganku kan?"

Aku yang mendengar hal tersebut merasakan suatu hal yang aneh. Apakah pemikiranku tak sejalan dengan perasaanku ini? Lalu kubertanya kembali padanya.

"Aku tak berpikir seperti itu. Memangnya apa alasanmu berpikir seperti itu?"

Dia tak menjawab pertanyaanku. Lalu dia mengeluarkan ekspresi marahnya tersebut dengan nadanya yang cemberut.

"Dasar, lupakan!"

Suasana kembali hening. Aku lalu bertanya kembali padanya.

"Apakah kamu yang selalu menepuk pundakku ketika aku tertidur dikelas?"

Dia menjawabnya dengan nadanya yang pelan.

"Kamu pasti tau siapa orangnya."

Aku berfikir sejenak. Bila bukan Ian ataupun Nia. Apakah mungkin Hani? Lalu aku bertanya kembali padanya.

"Apa alasan Hani melakukannya?"

Dia masih marah, dan menjawabnya dengan nadanya yang cemberut.

"Kenapa tak kamu tanyakan sendiri padanya."

Dia seperti agak kesal mengatakannya. Sebenarnya aku ingin mengatakan padanya mengenai Hani dan Lisa yang tidak begitu menyukainya. Namun sepertinya masih belum tepat untuk mengatakannya. Kamipun tak mengatakan apapun lagi.

Tak terasa hujanpun mulai reda. Dan tak lamakemudian mereka berdatangan. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 7 lewat 45menit. Kulihat juga bu Ningsih juga datang. Kamipun memulai jam pelajaransetelah semua siswa telah masuk. Dan kulihat sekarang jam telah menunjukkanpukul 8 lewat 7 menit.

Perempuan PelupaWhere stories live. Discover now