02, Her glare

771 129 31
                                    


"Nayeon mau makan ya? Mau makan apa?" Jimin siang itu sedang duduk di salah satu meja kantin bersama Taehyung dan teman-temannya yang lain. "Mau aku belikan? Sekalian nanti kita makan berdua."

Nayeon tersenyum geli mendengar kalimat Jimin sambil berlalu begitu saja.

"Eh ada nenek sihir." Tepat saat itu, Jeongyeon yang baru membeli sesuatu dan tak sengaja lewat di depan Jimin pun menoleh. Jeongyeon diam di tempat sambil menatap Jimin dengan tatapan tajam khas miliknya. "Jangan menatapku begitu. Nanti lama-lama jatuh cinta." Tawa Jimin menghiasi seluruh penjuru kantin. "Tapi nggak papa sih kalo nenek sihirnya kayak gini. Aku sih gak takut." Lanjut Jimin.

"Diem." Jeongyeon mengayunkan kakinya, hampir menendang tulang kering Jimin.

"Eits, gak kena." Jimin dan teman-temannya tertawa terbahak-bahak. Menyebalkan. Jeongyeon menarik nafas dalam-dalam sebelum mengepalkan tangannya, pemanasan untuk menyambar rambut Jimin yang sudah hampir panjang. Untung saja Nayeon datang dan menarik Jeongyeon pergi.

"Jangan didengarkan. Kan kamu sendiri yang bilang ke aku buat jangan urusin laki-laki kayak dia."

"Kesel banget sama Jimin. Asli. Muka sok ganteng, sok keren, mulutnya suka ngalus. Ewh.." Jeongyeon mendecih.

Nayeon menggidikkan bahu. Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk bahu Jeongyeon pelan.

"Dompetmu tadi jatuh." Jimin ternyata.

Jeongyeon dan Nayeon sama-sama terdiam, memandang dompet Jeongyeon dan Jimin secara bergantian.

"Tidak mau diambil? Tenang.. isinya pasti masih lengkap. Tidak ku apa-apakan kok." Jimin memastikan. Jeongyeon dan Nayeon masih sama-sama diam. "Sepertinya aku adalah laki-laki paling tampan ya, sampai kalian menatapku seperti itu." Jimin mengusap dagu dengan jari telunjuknya tak lupa dengan senyuman manis khas miliknya.

"Sialan. Ayo kita pergi." Jeongyeon menarik dompetnya secara paksa sambil bergandengan tangan dengan Nayeon meninggalkan Jimin sendirian di lorong kelas.

"Jangan terlalu membenciku, nanti kau bisa jatuh cinta denganku loh." Gurau Jimin membuat Jeongyeon menoleh ke arah Jimin sambil memberikan tatapan garang.

Jimin menyisir rambutnya ke belakang sambil berbalik kembali ke kantin.













"Ssst.."

Jeongyeon yang sedang menunggu jemputan, menoleh. Mencari sumber suara.

"Ssstt..."

Ia menoleh lagi, tapi tidak ada siapapun. Di halaman sekolah hanya tinggal dirinya dan beberapa murid yang sedang duduk di kursi taman. Sepertinya, pohon jambu ini ada penunggunya.

"Nenek sihir."

Benar kan. Park Jimin penunggunya. Jeongyeon berdiri berniat meninggalkan tempat itu dan memilih menunggu jemputan orang tuanya di tempat lain.

"Eh, mau kemana?" Jimin menarik pergelangan tangan Jeongyeon. "Duduk di sini juga tidak papa kok. Aku bukan gangster sekolahan yang suka minta uang karena tempat nongkrongnya ditempatin orang lain. Lagipula mana berani manusia sepertiku berbuat jahat ke nenek sihir."

"Ngomong apa sih?" Jeongyeon mengernyitkan dahinya kesal sambil melepas pergelangan tangannya dari genggaman Jimin.

"Duduk sini aja."

"Gak mau."

"Kenapa?"

"Gak sudi."

When We Were 17th [PJM]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang