"Terimakasih tuhan... Kau mempertemukan ku dengan dia. Orang yang sangat mengerti aku."
Author Prov.
Luhan melonggarkan pelukannya. Dia menghapus air mata Enhi dengan lembut. Lalu dia tersenyum.
"Kasihan. Air mata itu harusnya bertempat tinggal di mata indah itu. Bukannya jatuh. Dan mata indah itu sekarang tertutup air mata. Sedalam apapun kamu memendam. Mata tak pernah bohong. Jangan menangis Enhi. Karna tangis dan sedihmu adalah tusukan untuk ku." Tutur Luhan puitis :-)
Enhi yang mendengarnya langsung tersenyum. Ia tak pernah diperhatikan seperti ini sebelumnya. Enhi benar benar merasa bahwa mulai hari ini ia akan bahagia karena keberadaan Luhan.
Suasana romantis itu terganggu dengan adanya suara ketukan pintu ruangan Enhi. Enhi membuka pintu tersebut dan menunjukkan sosok laki laki jangkung, cukup tampan, tengah tersenyum padanya.
"Hai... Udah sarapan belum?" Tanya pria itu.
Enhi hanya memasang muka datar lalu berkata dengan dingin.
"Udah." Ucap Enhi lalu berbalik menuju mejanya. Sedangkan Luhan sudah duduk di sofa yang ada di ruangan itu.
Luhan sempat heran dengan perbedaan sifat Enhi sekarang. Dia sangat dingin pada dokter itu dan terlihat datar sekali. 'apa Enhi berubah karena peristiwa tadi? Tapi kenapa sepertinya dia tidak menyukai dokter ini? Sebenarnya apa hubungannya dengan Enhi? Apakah ini mantan Enhi? Jika benar pasti Enhi lebih memilih ku karena aku jauh lebih tampan dari dia.' batin Luhan dengan Pd-nya. Walau pandangannya fokus pada layar ponsel namun pikirannya fokus pada Enhi dan laki laki jangkung itu.
Jimin. Dokter tampan yang sudah lama sekali suka pada Enhi. Dia memiliki prestasi yang bagus dan sifat yang baik. Namun itu tidak menyentuh hati Enhi sama sekali. Namun hal itu tidak Jimin anggap mustahil untuk mendapatkannya. Jimin berfikir bahwa hanya belum saatnya ia mendapatkan hati enhi. Jimin sangat yakin bahwa ia akan mendapatkan Enhi suatu saat nanti.
Ketika Jimin masuk ruangan kerja enhi, ia melihat Luhan sedang duduk sambil memandang ponsel. Jimin merasa asing dengan orang itu lalu ia bertanya.
"Hey... Siapa kau? Kenapa kau berada di ruangan dokter Jee Hi?" Tanya Jimin pada Luhan.
"Ah-" ucapan Luhan terpotong oleh ucapan Enhi.
"Dia disini untuk menemaniku. Jangan ganggu dia. Pergilah kau sangat mengganggu." Ucap Enhi ketus pada orang itu.
"Jadi kau butuh teman? Kenapa kau harus menyuruhnya kenapa bukan aku saja?" Ucap Jimin tanpa mengindahkan usiran Enhi.
"Tidak usah banyak bertanya dan keluarlah. Lagi pula yang ada aku akan mati sesak nafas jika aku memintamu menjagaku." Kata Enhi sambil memasang earphone agar tidak mendengar ocehan Jimin lagi.
"Eh-tap-" ucapan Jimin terpotong oleh ucapan Luhan.
"Enhi sedang tidak ingin diganggu. Jadi tolong keluar. Dan dia juga sudah sarapan tadi. Jadi bisa anda keluar sekarang?" Ucap Luhan sambil berdiri dan memberi isyarat dengan tangannya agar Jimin keluar dari ruang kerja enhi.
Jimin kesal dan keluar dari ruangan Enhi dengan keadaan berapi api. Ia kesal dengan sifat Enhi yang semakin hari semakin membencinya. Apa ia salah mengerti Enhi. Lalu apa tadi? Enhi lebih membela laki laki itu dari pada ia. Sungguh menyebalkan bagi Jimin.
Kini keduanya diam. Luhan mengerti bahwa Enhi masih kesal. Walau Luhan tak tau pasti apa yang sedang terjadi antara Dia, Jimin, dan Enhi. Luhan hanya diam dan melihat ke arah Enhi yang tampak tengah sibuk dengan beberapa lembar kertas. Namun dapat luhan lihat jika Enhi masih kesal dengan kejadian tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Husband Luhan EXO
Teen FictionLuhan Jee Hi "Terimakasih telah mencintaiku oppa... Aku juga akan berusaha untuk menjaga hatimu. Kau orangnya oppa. Kau pengisi hatiku. Dan maaf karena aku telah mengecewakanmu." Enhi. Dilain tempat. "Kenapa harus seperti ini jadinya enhi-na? Kenapa...