Derap langkah itu menyelamatkan Mella dari bos hidung belang yang tiba-tiba berubah sikap menjadi pria genit tidak tahu malu. Mella menghela napas lalu perlahan menghembuskannya tatkala sosok Om Darma berjalan kearah dimana dirinya dan bosnya duduk. Hembusan napas pertanda kelegaan Mella tak luput dari penglihatan pak Wondo. Dia kembali mengusik Mella.
"Jangan senang dulu, Mel. Adanya Darma tidak lantas bisa membuatmu lepas dari gigitanku." Bisik pak Wondo.
"Kalau begitu sebaiknya saya jauh-jauh dari bapak, takut kena rabies." Tanpa sadar Mella menjulurkan lidahnya mengejek pak Wondo.
"Kenapa kalian bisik-bisik? Apa ada rahasia diantara kalian?" Darma yang melihat tingkah aneh keduanya menjadi bertanya-tanya.
"Ah, tidak. Tidak ada rahasia apa-apa antara aku dan Mella. Benarkan Mel?"
"Iya, Om. Aku dan pak Wondo nggak punya rahasia, hanya saja pak Wondo menyuruhku mencari tempurung kura-kura yang segede gaban." Mella mengadu pada Darma.
"Tempurung kura-kura? Untuk apa kau menyuruh Mella mencari tempurung kura-kura, Won? Untuk kau jadikan rumah bersama Mella." Tawa Darma meledak seketika dan membuat Mella cemberut.
"Om Darma!" Teriak Mella. "Candaan Om Darma itu tidak lucu sama sekali." Mella memberengut.
"Darma mungkin ada benarnya, Mel. Kalau kita berdua dirumah kura-kura yang segede gaban kan enak, tiap hari berdekatan terus. Anget jadinya." Pak Wondo ikut-ikutan mencandai Mella yang membuat gadis itu mengambil bantal sofa dan memukulkannya ke tubuh pak Wondo yang tertawa.
"Dasar pak bos stres." Gerutu Mella.
Darma tersenyum samar melihat keduanya. "Sebaiknya aku keatas dulu, kalian silahkan lanjutkan perdebatan kalian. Aku akan bermesraan dulu dengan istriku." Darma melenggang meninggalkan Mella dan pak Wondo.
"Om Darma jahat!" Teriak Mella.
"Hilangkan kebiasaanmu berteriak Mel. Telingaku bisa-bisa tuli kalau kau sering-sering berteriak dirumahku." Sahut Darma sambil lalu.
"Kau punya kebiasaan berteriak, Mel?" Tanya pak Wondo.
"Bukan urusan bapak apa yang menjadi kebiasaan saya." Sahut Mella dengan nada sewot.
"Untuk saat ini memang bukan urusanku, Mel. Tapi nanti kalau kita sudah menikah dan melakukan malam pertama tolong jangan teriak-teriak. Takutnya nanti yang denger pada kepo lagi." Pak Wondo sengaja menggoda Mella. Mella pun sepertinya terpancing dengan godaan pak Wondo dan membuatnya semakin bertambah kesal.
"Ish.. amit-amit jabang bayi pak." Mella menepuk-nepuk perutnya pelan yang membuat pak Wondo tersenyum. "Saya sich ogah nikah sama bapak. Muka bapak seperti muka Om-om mesum bin genit. Lebih baik saya jadi perawan tua daripada harus melihat muka mesum bapak setiap hari." Mella bergidik membayangkan jika dia mempunyai suami mesum seperti pak Wondo.
Wajah pak Wondo berubah serius. "Memangnya muka-ku kelihatan jelas sekali mesumnya ya, Mel." Pak Wondo sengaja menyorongkan mukanya kearah Mella dan tangan Mella tanpa sadar mendorong wajah pak Wondo.
"Jauh-jauh dari saya pak. Muka bapak seperti muka Badak bercula satu alias muka tidak tahu malu." Dengan wajah cemberut Mella berdiri meninggalkan pak Wondo dan berjalan menuju dapur.
Pak Wondo tersenyum sendiri mendengar ejekan Mella. Menggoda gadis itu ternyata sangat menyenangkan bagi dirinya. Pikiran pak Wondo bisa rileks karena Mella membuatnya tertawa meskipun gadis itu tidak merasa kalau dirinya telah membuat saraf-saraf pak Wondo yang tegang akibat pekerjaannya menjadi kendur. Pak Wondo merasa kalau dia benar-benar jatuh hati pada Mella.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jerat Cinta Pak Bos
Short StoryCerita pendek ( Kisah Cinta Mella Sepupu Bellina dalam Perawan & Duda)