Malam Sabtu. Besok akhir pekan. Miu selalu punya jadwal setiap malam itu, berada di rumah Syua yang mirip istana dan menginap di sana sampai hari Senin tiba. Atau kadang, menginap di rumah Yuki dan menyelinap ke Phoenix Club di malam minggunya. Biasanya, Miu akan duduk di pojok klub, menikmati jus mangganya tanpa diganggu siapapun dan kadang membawa Yuki dan Syua yang setengah mabuk pulang. Yah, begitulah setiap minggunya.
Minggu ini adalah jadwalnya menginap di rumah Syua. Yuki dan Syua sedang asyik mewarnai kuku mereka dengan cat kuku pastel mahal yang baru dibelikan oleh Tante Syua. Miu yang tidak bisa memakai cat kuku (karena akan mengelupas keesokan harinya saat ia mencuci piring) memutuskan untuk memanggang kue di dapur. Om dan Tante Aditaksa tidak berada di rumah. Pasangan suami istri itu sangat sibuk dengan pekerjaan mereka sehingga mereka jarang berada di rumah. Sekalinya berada di rumah, mereka pasti akan membangga-banggakan Miu yang lebih rajin dan sederhana di depan Syua yang selalu tak peduli. Untungnya, Syua tak ambil hati dan menganggap ucapan orang tuanya sekedar angin lalu.
Beda lagi dengan orang tua Yuki yang hampir tak pernah ditemui oleh Miu. Mereka tinggal di luar negeri, kata Yuki. Yah, intinya Miu senang jika para orang tua tak ada di rumah. Ia bisa menjadikan dapur mereka sebagai laboratorium masakan yang ingin ia coba. Selain itu, mereka punya peralatan yang lengkap dan bahan yang gratis. Miu cukup senang sampai seorang pria masuk ke dapur dengan kemeja yang kancingnya dibuka asal.
"Kamu siapa?"
Pria itu menatapnya dengan tajam walau mungkin sebenarnya ia tak bermaksud begitu. Namun, tatapannya membuat Miu merasa kecil bagai setitik debu. Rambut hitamnya nampak berantakan, membuatnya kelihatan seperti bintang film.
"Miu," jawabnya mencicit dengan wajah takut-takut. Pria itu jelas bukan pencuri atau perampok. Sejauh ini, tidak ada satupun dari golongan itu yang berhasil menembus keamanan rumah Syua yang super canggih dan dijaga ketat.
"Om siapa?" tanyanya pelan hati-hati.
Pria itu mendekatinya, masih menatapnya lekat dengan wajah serius. Mau tak mau, Miu harus mengakui jika pria itu tampan dan tinggi. Miu mengerut ketika ia semakin dekat, menyudutkan Miu di samping oven yang masih bekerja dengan gaya maskulinnya. Tak hanya gayanya, aromanya pun terasa maskulin dan segar. Namun, ia sedikit menakuti Miu.
"Nama saya Senno, Miu."
Miu menatapnya dengan kepala dimundurkan. Pria itu tersenyum, bukan tersenyum tetapi lebih tepat jika dikatakan menyeringai. Kemudian ia menunduk, mendekatkan hidungnya pada lekukan leher Miu. Hembusan napasnya membuat Miu spontan mendorong bahunya, tetapi Pria itu menarik tubuhnya dan mencium lehernya. Untuk sesaat Miu membeku, terkejut dan tidak sadar apa yang terjadi sampai ketika ia merasakan gigitan pria itu di lehernya. Miu langsung menjerit memanggil Syua.
"Syua tolong-hmmmph!"
Dan yah, gadis dua puluhan itu harus merelakan bibirnya yang tak pernah disentuh siapapun dimangsa oleh pria itu. Sederhananya, pria tak dikenal itu menciumnya. Jenis ciuman yang dilakukan oleh orang dewasa dalam film-film hollywood yang sering ditonton oleh Yuki. Kasihan sekali. Seumur hidupnya, Miu tak pernah sedekat ini dengan pria. Selain itu, ia juga tak pernah diraba-raba seperti ini. Pria itu dengan kurang ajarnya sudah membelai pinggang Miu. Dan hal itu membuat Miu semakin menjerit walau bibirnya dibungkam.
"Om Senno!" pekikan nyaring Syua yang datang bak heroin dalam kisah fiksi tak menghentikan pria itu sampai ia datang dan memisahkan keduanya. "Ngapain sih!"
Di sisi lain, Yuki hanya ternganga melihat adegan di depannya. Ia kenal pria itu. Ia tahu pria itu jahil, tapi yang ia lihat saat ini seperti bukan kejahilan biasa. Pria yang dipanggil Syua sebagai Om Senno itu meliriknya sekilas dan menatap Miu yang wajahnya memerah dan basah karena mulai menangis. Ia tersenyum puas dengan jahilnya, mengulurkan tangan sambil mengusap wajah Miu lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ma Chérie
General FictionFull Chapter on Karyakarsa! Link on bio. Ma Chérie {France} (n) honey Hidup di lingkungan orang kaya itu susah, tahu. Setidaknya, itu yang Miu rasakan. Ia bisa saja ditindas oleh orang kaya di Universitas Garuda Emas kalau saja Syua dan Yuki bukan s...