Hal pertama yang Miu lihat ketika ia membuka matanya adalah langit-langit kamar berwarna abu-abu yang nampak asing. Ia mengerjap. Seingatnya tadi, ia masih berada di Phoenix. Miu tak terlalu ingat apa yang terjadi, tetapi ia sangat mengantuk hingga jatuh tertidur tadi. Ia menegakan tubuhnya, mendapati jika pakaiannya yang tadi ia kenakan sudah terlipat rapi di dekat meja rias. Miu kontan menunduk dan menatap kaus kebesaran yang melekat di tubuhnya. Bahkan branya pun sudah dilepas.
"Kok bangun lagi? Nggak mau tidur?"
Miu membulatkan matanya, hampir menjerit histeris. Ia menggigit bagian dalam pipinya, merasa tak nyaman dan takut pada Senno yang baru selesai mandi. Rambut pria itu masih setengah basah. Miu bertanya-tanya mengapa ia jadi berada di sini?
"Besok baru hari minggu. Kamu tidur di sini aja sama saya," ujar Senno sambil duduk di sisi ranjang tempat Miu terbangun.
"Aku mau pulang," lirih Miu sepelan mungkin membuat Senno menatapnya dengan kening berkerut.
"Udah malem. Tidur di sini aja," ujarnya tegas membuat Miu bungkam tanpa berani membalas lagi. "Sekarang tidur. Nanti kamu nggak gede-gede kalo tidur malem."
Miu mengerut, tetapi memutuskan untuk menurut dan membaringkan tubuhnya lagi. Bagaimana pun juga, ia tak tahu di mana ia berada. Juga tak tahu apa yang akan dilakukan Senno jika ia menolak. Kemarin saja, pria itu berani mencium dan menggerayangi tubuhnya di depan Syua dan Yuki. Kalau hanya berdua saja, Miu takut yang lebih buruk terjadi.
Benar saja. Sesaat setelah Miu berbaring, Senno mendekat sembari meraup kedua tangan gadis itu dengan hanya satu tangannya. Tangan Senno sangat besar, atau hanya dirinya saja yang kecil. Pria itu menunduk, menciumnya hingga suara kecapannya memenuhi ruangan.
"Jangan."
Lirihan Miu yang ketakutan tak menghentikan pria itu. Ia menyeringai, mengusap pahanya lembut dan menyelipkan jemarinya ke bagian intim gadis itu. Virgin. Tentu saja. Dari gelagat gadis itu saja, Senno sudah tahu sebenarnya.
"Om Senno nggak boleh. Nanti dosa," cicit Miu ketakutan.
Senno hanya tertawa kecil, mengelus bagian intim gadis itu hingga lembab dan terangsang. "Nggak apa-apa. Biar kamu belajar buat nanti."
Miu bergerak tak nyaman ketika pria itu menyelipkan satu jarinya ke dalam bagian intimnya. Awalnya ngilu, tapi kemudian geli.
"Om Senno-"
"Ssh, nanti juga enak," ujar Senno berat sembari menggerakan jarinya keluar masuk.
Miu menggeliat geli, membuat Senno menyeringai puas. Ia suka melihat wajah memerah gadis itu. Walau memang ia tak berniat menyetubuhinya, harus Senno akui jika ia sudah ereksi sejak tadi. Ia menatap Miu yang kembali menggerakan pinggulnya tak nyaman.
"Sshh, jangan gerak-gerak terus. Susah."
Namun, Miu masih menggeliat tak nyaman. Senno akhirnya melepaskan tangan gadis itu, gantian mencengkeram pinggulnya lembut dan menambah satu jari lagi ke dalam bagian intimnya. Gadis itu langsung mengerang, tetapi ditahan karena terkejut mendengar suaranya sendiri. Senno tertawa geli melihat betapa lugunya Miu.
"Om Senno udah. Aku mau ke kamar mandi," bisik Miu pelan membuat Senno menatapnya.
"Di sini aja. Kamu kan lagi enak," balas Senno santai membuat Miu memerah.
"T-tapi-"
Gadis itu mengerang lagi ketika Senno dengan sengaja memperdalam jarinya. Bagian intimnya semakin lembab dan denyutannya menggoda Senno. Namun, ia tetap menahan diri dan menyelesaikan tugasnya. Senno terkekeh pelan ketika melihat Miu yang mencoba menarik dirinya mundur. Gadis itu melakukan hal yang sia-sia. Lagi pula, Miu tak bisa lari dalam kondisinya sekarang.
"Udah sempit. Dikeluarin aja, jangan ditahan," ujar Senno sembari mencium lehernya.
Miu menggeliat lagi, mengangkat panggulnya sedikit sebelum seluruh bagian organ intimnya terasa hangat dan basah. Senno tersenyum puas, kembali menunduk dan mengecup bibir gadis itu sekilas. Ia beranjak bangkit, meninggalkan Miu sejenak untuk mengambil tissue dan membersihkan gadis itu. Masih takut-takut, Miu menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya ketika Senno beranjak pergi lagi untuk membuang sisa-sisa tissue. Senno mendengus geli ketika melihat Miu. Yah, ia akan memakluminya karena ini baru pertama kali gadis itu menerima fingering.
"Kalau ditutupin semua nanti panas loh," kata Senno.
Miu tak menjawab, menyembunyikan wajahnya dibalik selimut. Mungkin masih malu. Senno membiarkannya. Ia tak akan mengganggu gadis itu lagi dan memutuskan untuk berbaring di sisinya. Ia tak tahu entah berapa lama ia berbaring sambil menatap Miu yang bersembunyi di balik selimut. Hingga gadis itu tertidur, Senno baru menarik selimutnya untuk menatap wajah Miu.
Ia tertidur, kelihatan lelah dari rautnya. Kening Senno berkerut ketika ia melihat bekas air mata di wajah Miu. Gadis itu seperti habis menangis. Senno menghembuskan napas pelan, menarik tubuh Miu lembut dan memeluknya. Ia jadi bertanya-tanya apakah Miu tertidur karena lelah menangis atau karena yang ia lakukan tadi. Sekali lagi, ia menarik napas panjang dan memejamkan matanya.
Senno harus memikirkan cara lain untuk membiasakan Miu dengan semua kegiatan dewasanya.
❣❣❣
Tertidur setelah menangis itu sama sekali tak menyenangkan. Miu terbangun dengan kepala yang terasa berat dan mata yang terasa pedih. Ia sedikit ketakutan ketika melihat Senno tertidur sambil memeluknya, tetapi ketika menyadari jika pria itu tertidur, rasa takutnya jadi sedikit berkurang. Gadis itu pelan-pelan mencoba melepaskan pelukan Senno, berniat kabur darinya.
Seumur hidup, Miu tak pernah membiarkan siapapun menyentuhnya seperti semalam. Ia begitu takut, tidak berani melarang Senno karena takut jika pria itu akan berbuat semakin jauh. Syua kemarin berkata jika Senno itu gila. Semakin ditolak, ia akan semakin menjadi. Selain itu, Syua juga mengatakan jika Senno sudah bertingkah seperti itu, maka Miu wajib berhati-hati. Miu tidak sepolos tokoh utama dalam fiksi untuk tidak memahami ucapan Syua. Ia jelas tahu maksudnya. Pria itu bisa saja menidurinya dan meninggalkannya jika Miu lengah sedikit saja. Ia tak mau itu terjadi.
Ia melirik Senno yang masih tertidur pulas. Dengan hati-hati, menarik dirinya menjauh dari Senno dan beranjak pergi. Dengan terburu-buru, ia mengganti pakaiannya, mengambil barang-barangnya dan pergi diam-diam. Jantungnya berdebar-debar setiap kali ia melangkah keluar dari kamar menuju ruang tamu, hingga akhirnya berhasil keluar dari apartemen Senno.
Miu baru menyadari jika ia berada di sebuah apartemen paling mewah yang ada di Kota Gading Putih. Gadis itu buru-buru berlari menuju lift, keluar dari gedung dan beranjak menuju halte bis untuk pulang ke rumahnya. Miu baru bisa bernapas lega ketika ia sudah berada di dalam bis yang bergerak menjauh dari apartemen pria itu.
Ini seperti mimpi buruk. Miu tak pernah merasa begitu tak nyaman seperti ini. Ia memeluk dirinya sendiri. Kepalanya masih terasa nyeri dan jantungnya masih berdebar-debar ketakutan. Ia ingin pulang. Bukan ke kontrakannya, tetapi pulang ke rumah orang tuanya. Tiga tahun tinggal di Kota Gading Putih, baru kali ini Miu merasa benar-benar sangat ingin kembali ke rumah dan memeluk kedua orang tuanya.
Miu tak pernah merasa sesedih dan setakut ini seumur hidupnya. Rasanya menyesakan dan ia tak bisa bernapas. Ia hanya menginginkan kehidupan yang tenang. Ia bahkan tak pernah menginginkan hal ini.
Matanya memanas. Ia menunduk, menatap celana jeansnya sambil berusaha mengalihkan ingatan dan pikirannya. Namun, semakin dicoba, dadanya menjadi semakin sesak. Tanpa diperintah, air matanya menetes di atas celana jeansnya. Miu mengusap air matanya, mencoba untuk tidak menangis. Pada akhirnya, gadis itu tak bisa menahan diri dan menangis dalam diam.
Gadis yang malang.
Note:
Ini warning gaes, udah warning dr awal ceritanya kek gimana tq😘
Btw, adakah yg lagi nnton extraordinary you? Bcs, posisi bias utamaku tiba-tiba dirampas rowoon. Sehun maaf, aku tiba-tiba lebih cinta rowoon :)
Ps. Ini pertama kali gue cinta banget sm idol selain exo+sehun. Sepertinya, gue juga bakal bikinin rowoon ff :)))))))
KAMU SEDANG MEMBACA
Ma Chérie
General FictionFull Chapter on Karyakarsa! Link on bio. Ma Chérie {France} (n) honey Hidup di lingkungan orang kaya itu susah, tahu. Setidaknya, itu yang Miu rasakan. Ia bisa saja ditindas oleh orang kaya di Universitas Garuda Emas kalau saja Syua dan Yuki bukan s...