"Peluk," pinta Lily manja, menatap Senno dengan mata cantiknya.
Senno merentangkan tangannya, memeluk tubuh ramping Lily sambil memejamkan mata. Lily suka memandangi bintang, mengajak Senno membantunya menghitung jumlah bintang dan kemudian perempuan itu tertidur dalam pelukan Senno. Terkadang, mereka menghabiskan waktu mereka sembari menonton film atau bermain game online bersama.
Namun, sebagian besar waktu mereka dihabiskan di satu loteng kamar Lily yang atapnya diganti dengan kaca tebal sehingga cahaya bulan dan bintang bisa menembus ruang itu. Terkadang, mereka saling berceloteh, membagi kabar mereka sambil memandangi langit atau kadang berdebat mengenai telur dan ayam. Seringnya, ia dan Lily mencelotehkan hal-hal yang tidak perlu.
Bagi Senno, momen itu adalah momen yang paling manis seumur hidupnya. Menggenggam tangan Lily penuh kasih sayang, menatap bintang di langit, bercerita mengenai hal-hal yang mereka alami secara acak dan terkadang menikmati cokelat panas di saat hujan turun. Senno begitu menghargai momen itu.
"Senno."
Suara panggilan Lily terasa lembut dan merdu. Senno masih memejamkan mata seraya menggumam menjawab panggilan Lily.
"Senno," panggil Lily sekali lagi dan Senno membalasnya dengan cara yang sama.
"SENNO, WOI!" teriak Lily membuat Senno menatapnya, menatap Lily kesal sementara perempuan itu menyeringai konyol. "Kirain budeg. Hehehe."
Senno mendelik sekilas, melingkarkan lengannya di leher Lily dan menjepitnya main-main hingga perempuan itu meringis.
"Maafin dong!" ringis Lily sembari memukul lengan Senno. "Kejam banget sama pacar sendiri."
Senno mengendurkan jepitannya, menatap Lily dengan wajah meledek. "Siapa yang pacar?"
Lily langsung melotot mendengar ucapan Senno, bersiap memukul Senno ketika pria itu akhirnya melanjutkan ucapannya. "Kamu kan calon istriku."
Dan begitu saja, senyum konyol Lily kembali di wajahnya. Ia melingkarkan lengannya di tubuh Senno dan memeluknya erat. Namun, senyumannya pudar tanpa diketahui oleh Senno. Jantung Senno masib berdebar kencang untuknya, setiap kali mereka bersama dan detak jantung pria itu terasa begitu kuat. Lily juga merasakan hal yang sama, tetapi akhir-akhir ini, detak jantung itu tak lagi untuk Senno.
Rasa sayangnya pada Senno masih ada di sana, tetapi itu bukan rasa sayang seperti ingin memiliki atau mencintai. Hanya sekedar perasaan menyayangi seorang sahabat. Lily sadar detak jantungnya telah lama melambat untuk Senno dan kini ia menemukan seseorang yang bisa membuat ribuan kupu-kupu menggelitik perutnya dan membuat kembang api meledak-ledak di hatinya.
Kevin Jeon, pria Korea-Kanada yang menjadi kliennya, tampan, mapan dan energik. Yang paling penting, Kevin selalu membuatnya serasa dimabuk kepayang.
"Tiga hari lagi resepsi kita," kata Senno lembut, membuat Lily membeku.
Ia belum siap. Bukan belum siap, ia tak lagi ingin menikah dengan Senno. Ia merasa cemas, tak ingin mengecewakan Senno, tetapi juga tak mau menyesali pilihannya nanti. Batin dan pikirannya berperang selama ini. Otaknya terus memberitahunya jika ia harus menikahi Senno yang jelas-jelas mencintainya sepenuh jiwa raga, tetapi hatinya menginginkan Kevin.
"Aku mau bunga Lily sebagai buket mempelai wanita," kata Senno lagi. "Dan pasti cantik banget kalau kamu bawa buket itu."
Lily hanya tersenyum sambil menatap Senno dengan hati diisi rasa bersalah. Ia tak menjawab karena memang tak ada yang bisa ia katakan.
"Aku udah bayangin gimana kamu pada hari pernikahan kita." Senno tersenyum bahagia sambil menatap Lily sayang. "Kamu pasti cantik banget. Lebih cantik dari gaun yang kita pilih, sampai orang-orang cuma merhatiin mukamu bukan gaunnya."
![](https://img.wattpad.com/cover/201810605-288-k997215.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ma Chérie
Narrativa generaleFull Chapter on Karyakarsa! Link on bio. Ma Chérie {France} (n) honey Hidup di lingkungan orang kaya itu susah, tahu. Setidaknya, itu yang Miu rasakan. Ia bisa saja ditindas oleh orang kaya di Universitas Garuda Emas kalau saja Syua dan Yuki bukan s...