tujuh

18.6K 2.5K 262
                                    

Hari ini mendung dan sedikit gerimis. Miu menghela napas pelan sambil kembali masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil payung. Ia cukup yakin jika hujan akan turun ketika ia dalam perjalanan ke halte bis. Seusai mengunci pintu kontrakan, ia beranjak keluar dari area kontrakannya. Beberapa pasang mata menatapnya.

Miu awalnya tak mau peduli, tetapi akhirnya ia risih juga. Ia sampai beberapa kali memeriksa dirinya untuk memastikan jika tak ada yang salah. Sampai ketika ia tiba di area parkir yang terletak dekat kontrakannya, ia menyadari jika penyebab orang-orang melihatnya adalah Senno.

Pria itu kemarin pulang agak larut setelah memasak dan menemaninya mengerjakan tugas. Miu tak terlalu ingat detailnya karena ia lebih fokus pada tugasnya dan memutuskan untuk mengabaikan Senno. Yang ia ingat, Senno sempat mencium keningnya sebelum pulang dan kebetulan mereka berdiri di depan pintu kontrakan. Lebih kebetulan lagi, sekumpulan mahasiswa Garuda Emas juga berada di sekitar kontrakan Miu. Tentu saja itu akan jadi gosip besar. Ia menghela napas lagi, memutuskan untuk melanjutkan langkahnya ketika tanpa sengaja ia melihat Senno keluar dari mobil Range Rover marun lengkap dengan setelan kerjanya.

Miu membeku, menatap Senno yang berjalan menghampirinya dengan langkah mantap. Gadis itu hanya bisa mengedipkan matanya ketika Senno berada di hadapannya, kemudian menarik tubuhnya mendekat dan mencium keningnya sayang.

"Tidur nyenyak semalam?"

Butuh beberapa detik bagi Miu untuk merespon pertanyaan Senno, sebelum ia akhirnya mengangguk dengan kaku. Senno tersenyum, merasa geli melihat wajah polos Miu yang begitu manis. Ia mengulurkan tangannya, menangkup pipi Miu dengan satu tangan sambil memperhatikan wajahnya.

"Matamu masih agak bengkak," ujarnya pelan.

Miu terdiam, kebingungan membalas ucapannya. Dan ia memang selalu bingung setiap kali harus berhadapan dengan Senno karena ia merasa kecil setiap kali ia menatap pria itu.

"Om kenapa di sini?" tanya Miu mencoba agar tidak membuat atmosfer menjadi canggung, tetapi pertanyaannya membuat Senno terkekeh.

"Saya jemput kamu," jawab Senno ringan membuat Miu menatapnya dengan wajah terkejut yang konyol. "Tiap hari, saya akan jemput kamu."

Sekali lagi, Miu kebingungan menyahuti pria itu. Ingin melarang, sepertinya tidak bisa karena Miu tahu pria itu akan tetap bersikeras. Miu hanya mengusap tengkuknya pelan sambil mengalihkan pandangannya. Ia masih belum terlalu nyaman dan terbiasa di hadapan Senno. Senno tersenyum maklum dan mengalihkan perhatian gadis itu.

"Kamu nggak takut telat berdiri di sini terus?" tanya Senno membuat Miu menampakan ekspresi setengah panik. "Ayo, buruan."

Walau sedikit ragu, Miu akhirnya mengikuti Senno dan masuk ke dalam mobilnya. Sepanjang perjalanan, Miu hampir tak bersuara sama sekali. Hal itu sedikit membuat Senno merasa janggal. Ia jadi bertanya-tanya apakah Miu masih takut padanya atau gadis itu memang enggan bicara padanya.

Ketika mereka tiba di depan area kampus, Miu bersiap turun setelah mengucapkan terimakasih. Namun, Senno belum mengizinkannya turun. Pria itu menarik Miu mendekat dan menatap wajahnya lekat.

"Saya belum sarapan," ujarnya membuat Miu mengerjap bingung.

"Sarapa-mph!"

Senno tanpa izin mencium bibirnya. Tidak memaksa atau agresif seperti yang sudah-sudah, tetapi tetap menuntut supaya Miu bisa membalasnya. Nyatanya, gadis dua puluh tahun itu hanya bisa membeku dengan tubuh mengerut sedikit ketakutan. Senno mau tak mau melepas ciumannya, menatap Miu yang terlihat sangat ingin melarikan diri tetapi terlalu takut untuk melakukannya.

"Jangan lupa makan siang. Nanti sore biar saya jemput," kata Senno membuat Miu mengangguk kecil dan cepat.

Gadis itu patuh karena takut. Itu membuat Senno merasa sedikit kesal. Miu buru-buru turun dari mobil pria itu dan berlari kecil meninggalkannya, seolah ia takut Senno akan menyusulnya. Senno terdiam ketika ia menatap tubuh mungil Miu semakin menjauh. Pria itu menahan diri supaya tidak berbuat yang lebih parah dari sekedar ciuman. Jujur saja, Senno sudah tak sabar ingin menghabisi Miu. Pria itu hanya berusaha untuk tidak menakuti Miu. Namun, ia tak pernah tahu sampai kapan ia sanggup bertahan.

Ma ChérieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang