delapan

17.4K 2.5K 129
                                    

Syua akhirnya pulang dari Jepang. Gadis itu membawa banyak buah tangan untuk Yuki dan Miu. Namun, Miu tak nampak antusias. Ia punya hal lain dalam pikirannya. Akhir-akhir ini, Senno selalu mengantar jemput dirinya. Dan Gavin, pria itu juga semakin sering menghampirinya untuk sekedar bicara sejenak atau memberikan Miu roti dan susu.

"Lo kenapa?" tanya Syua membuat Miu mengerjap dan menatap Syua, menampakan senyumnya sambil menggeleng.

"Enggak kok," ujar Miu cepat. Ia melirik gantungan berbentuk boneka kelinci kecil di meja. "Ini lucu. Boleh buat aku?"

Syua menatap Miu dengan kening berkerut, menyadari ada yang aneh darinya. Pasti ada sesuatu yang Miu sembunyikan.

"Sekarang apa lagi?" tanya Syua curiga.

Miu melirik Yuki meminta pertolongan, tetapi Yuki membalas tatapannya datar dan beralih pada Syua yang menatap Miu lurus.

"Om lo nganter-jemput dia akhir-akhir ini."

Syua otomatis menoleh pada Yuki dengan wajah terkejut dan menatap Miu. "Om Senno?"

"Dan, Miu nggak bisa ke mana-mana selain sama Om lo. Bukan istri apalagi pacar aja posesifnya minta ampun," celoteh Yuki. "Dan yang paling parah-"

Sebelum Yuki sempat menyelesaikan kalimatnya, Gavin sudah berada di samping Miu. Pria itu menepuk bahu Miu lembut, menyapa Syua dan Yuki dengan senyum ramah.

"Lagi ngomong apa? Serius banget?" ujar Gavin membuat Syua menatapnya dengan kening berkerut.

Gavin bukan tipe lelaki idamannya. Melihat pria itu terus berusaha berkeliaran di sekitar mereka membuatnya risih. Apalagi, Yuki berspekulasi jika pemuda itu menyukainya.

"Ngapain ke sini?" tanya Syua ketus.

Gavin tersenyum tipis, melirik Miu dan membelai rambutnya. "Udah sarapan?"

Syua melirik Yuki dengan wajah bertanya, sementara gadis itu hanya menggeleng pelan. Ia kembali melirik Gavin yang kini sudah memberikan roti dan susu untuk Miu. Rasanya, ia tak terlalu lama berlibur ke Jepang. Hanya selama empat hari. Lantas selama ia ke Jepang, apa yang ia lewatkan?

"Jangan lupa banyak minum air putih," ujar Gavin sambil menepuk kepala Miu lembut, kemudian beralih pada Syua dan Yuki. "Duluan ya."

Pemuda itu beranjak pergi, meninggalkan Miu yang kini segera diinterogasi Syua.

"Itu apa?" tanya Syua heran.

"Jadi, Gavin sebenernya suka sama Miu bukan sama lo," sahut Yuki. "Dan itu jadi masalah, karena kalo Om lo tau, gue takutnya ini anak langsung dipaksa kawin."

"Hah?" Syua menatap Miu dengan mata membelalak. "Dan lo iya-iya aja waktu Yuki bilang dia suka gue? Lo nggak ada perasaan sama sekali kalo dia sukanya ke lo?" Nada Syua semakin meninggi di akhir kalimat.

Miu menatap Syua, meringis kecil sambil menggeleng lemah. "Nggak tau."

"Ya Tuhan! Lo pinternya cuma belajar doang!" keluh Syua sambil melirik Yuki lagi. "Dan lo bener. Gue takutnya dia dipaksa kawin. Iya kawin kalo dinikahi, kalo nggak?"

"Nggak bakal. Om Senno beneran kepincut sama dia. Yang ada kita nggak bisa ngajak dia main," sahut Yuki membuat Miu merengut.

"Kan bisa diomongin baik-baik sama Om Senno kalo akunya nggak suka dia," kata Miu pelan. "Kemarin aku juga bilang kalau aku nggak mau jadi istri Om Senno."

"Hah?" Yuki menatap Miu dengan mata membulat. "Terus? Dia ngapa-ngapain lo nggak?"

Miu menggeleng, tetapi sesaat kemudian teringat ancaman Senno. "Dia ngancem..."

Ma ChérieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang