Siang itu Anin menghabiskan waktu istirahatnya di gazebo kampus. Karena masih ada mata kuliah lagi, jadi nanggung kalau mau pulang ke kosan. Di saat ia sibuk memainkan ponselnya, tiba-tiba Kevin duduk di hadapannya.
"Hai, Nin!"
Anin sedikit tersentak, "Oh? Hai?" sapanya ragu.
Kevin tersenyum seraya menopang dagunya. Anin mengernyit dengan tatapan aneh.
"Sendirian aja?"
"Emang harus sama siapa?" tanya Anin dengan nada malas. Sudah tahu jawabannya mengarah ke siapa.
"Gue, mungkin?"
Anin mendecih. Membuat senyum di bibir Kevin semakin merekah melihat ekspresi kesalnya.
"Nggak bakal nanya-nanya lagi kok. Serius. Kan doi udah ada yang punya, hehe."
"Makanya, lo juga harus cari pacar."
"Ini lagi usaha, Nin. Tapi dianya nggak peka."
"Sukurin!" Anin menjulukan lidahnya. Kevin menjulurkan tangan mencubit gemas pipi tembam Anin yang makin hari makin berisi saja.
"Besok-besok kalau sendirian gue temenin deh habis kuliah."
"Dih? Kayak lo yang rajin kuliah aja deh, Kev."
Sontak Kevin tertawa, sedang Anin terkekeh mengikutinya.
"Gitu dong ceria, kan nggak kelihatan seremnya. Lo manis gini padahal, Nin." Sayangnya bukan milik gue, sambung Kevin dalam hati.
Anin tersenyum merekah, membuat hati Kevin berdebar. Kevin berusaha menahan senyum dengan wajah datarnya. Anin―yang sebelumnya terlihat dingin dan jutek di mata Kevin, kini sudah berubah.
Di tempat lain, Nadse dan Vino baru saja sampai di kampus. Kebetulan di hari itu mereka ada jadwal mata kuliah yang sama. Layaknya pasangan baru, Vino membawakan tas laptop, maket, dan segala barang Nadse yang kalau dilihat kayak yang rempong banget gitu lho. Nadse dengan tangan kosongnya merasa tidak enak hati melihat Vino yang kadang repot sendiri membawa itu semua. Tapi kalau sudah bucin, memang susah.
Pada saat dua sejoli itu akan menaiki tangga, Nadse tiba-tiba menghentikan langkahnya membuat Vino yang berdiri di belakang mengernyit keheranan.
"Kenapa? Ada yang ketinggalan?"
Nadse menggeleng. Kemudian jari telunjuknya mengarah ke sosok Kevin yang sedang berduaan dengan Anin. Mau tidak mau Vino menoleh dan mengikuti arah telunjuk Nadse.
"Anin sama Kevin, bukan?"
Sekilas Vino menyipitkan mata. Mempertajam penglihatannya. "Iya kayaknya."
Mereka terdiam sesaat, kemudian saling tatap dengan alis terangkat sebelah. Satu pertanyaan terlintas; sejak kapan?
Kembali ke Anin dan Kevin yang sedang mengobrol ringan, justru terintrupsi oleh eksistensi Bian yang tiba-tiba duduk di sebelah Anin. Mana pake dirangkul segala lagi!
Kevin terbelalak. Detik berikutnya menatap tidak suka ke arah tangan Bian yang lancang sekali berada di bahu Anin. Ingin ia patahkan saja rasanya tangan cowok berwajah arab itu.
"Sabtu besok gue ngeband di UNAIR Kampus C. Lo nonton, ya?" ucap Bian tanpa basa-basi.
"Eh?" Anin mengernyit menatap Bian yang tersenyum padanya. Ini membingungkan, karena sudah beberapa kali tiap Bian mau manggung ke kampus-kampus atau sekolahan selalu cowok itu mengajaknya.
"I-iya, entar gue nonton."
Bian tersenyum puas, "Nah, gitu dong!"
"Lo bawain berapa lagu?" tanya Anin.
"Cuma 3 doang."
"Lagu apa aja?"
"Lagunya Fiersa Besari, Tulus sama Padi—eh, ada lo?" Bian baru menyadari eksistensi Kevin yang sedari tadi gerah mendengar interaksinya dengan Anin. Seolah di sana dia tidak dianggap.
Kevin dengan keprofesionalismenya tersenyum ramah pada Bian.
"Lo apa kabs?" sapa Bian yang memang sok asyik, bersalaman dengan Kevin. "Kapan turnamen lagi, Vin?" Sekedar basa-basi belaka. Dekat juga kagak.
"Bulan depan."
"Sukses yaw. Moga bawa piala lagi."
"Ya, doain aja." Senyum singkat Kevin terkesan sangat dingin, tapi Anin dan Bian sama sekali tidak menyadarinya. "Gue cabut duluan. Ada kelas habis ini," sambil beranjak dari tempat duduknya.
"Semangat ya, kuliahnya. Jangan tidur di kelas, Kev."
Kevin tersenyum seraya mengusap puncak kepala Anin. Merusak poni cewek itu yang sudah rapi. "Iya, bakpao."
Sejurus kemudian Kevin berlalu sambil melambai pada Anin. Bian yang melihatnya hanya bisa mengepalkan tangan. Matanya menyipit tajam. Tersirat kebencian menatap punggung Kevin yang semakin berjalan jauh hingga hilang dari pandangannya.
"Lo deket banget sama Kevin?"
Anin mengendikkan bahu, "Dekat biasa doang, kayak lo sama gue."
"Oh... kirain."
"Kenapa?" tanya Anin penasaran.
Bian tersenyum. Senyum yang menampilkan lesung pipinya. "Kalau gue kasih tahu alasan yang sebenarnya, lo bisa-bisa jauhin gue."
Sambil bangkit berdiri, Bian memperbaiki poni Anin yang sedikit berantakan, "Jangan lupa hari Sabtu ya. Gue tunggu."
Setelah itu Bian meninggalkan Anin yang diam mematung. Terheran-heran mengapa dua cowok yang notabene dulunya tidak dekat sama sekali justru kok bertingkah aneh gini padanya?
Sementara Nadse dan Vino yang sejak tadi memerhatikan, mereka saling melempar tanya.
Ini Bian sama Kevin sama-sama suka Anin?
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
[TAMAT] Nadse & Her Bodyguards✔️
Fiksi PenggemarIni cerita Nadse yang dikelilingi oleh 4 cowok ganteng. Siapakah yang akan memenangkan hati Nadse? In collaboration with @moccachinos26