5. Bian Anggara - Confession?

293 66 3
                                    

[RAN — Pandangan Pertama]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[RAN — Pandangan Pertama]




Malam minggu adalah waktu yang tepat buat hang out bersama teman dekat atau menghabiskan waktu berdua dengan pacar. Namun sayangnya, Nadse tidak punya gebetan, apalagi pacar. Derita jomblo.

Sebenarnya beberapa teman cowok Nadse mengajaknya pergi keluar. Seperti Kevin yang mengajak nonton pertandingan basket, tapi Nadse tolak dengan alasan banyak tugas. Lalu Rofiq mengajaknya berwisata ke Gunung Bromo. Nadse mau-mau saja ikut, tapi saldo di rekeningnya lagi pas-pasan. Dengan berat hati ia pun menolak ajakan tersebut. Andre alias Ipul juga begitu. Mengajaknya pergi ke Galaxy Mall minta ditemani beli kado untuk si pacar. Nadse tidak mau, ia beralasan,

"Panas, cuk! Ntar kulit gue belang gimana?! Sun block aja nggak mempan! Lo tau kan Surabaya panasnya kayak apa? Bisa gosong gue."

Berakhirlah Nadse hanya mendekam di kamarnya. Tak ada yang bisa ia lakukan selain selonjoran santai di kasur empuknya, sambil menonton lanjutan drama korea dari hardisk mbak Fita yang selalu up to date. Kalau bosan, Nadse akan menelpon Mama kemudian bercerita banyak hal, atau mendengarkan musik yang terhubung ke speaker lalu menyetel volumenya keras-keras sampai terdengar ke penjuru kostan.

"Gabut, sumpah!" rutuknya memandangi langit-langit kamar yang tampak hampa. "BOSAAAAAAAAN―"



Ting!



Nadse langsung terduduk tegak mengambil ponselnya di atas nakas. Ada pesan masuk dari Bian, membuatnya mengernyit keheranan.

 Ada pesan masuk dari Bian, membuatnya mengernyit keheranan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cewek itu terdiam selang beberapa saat. Kalau dipikir-pikir, dari semua cowok yang Nadse kenal hanya Bian seorang yang paling dekat dengannya. Apalagi selama dua bulan terakhir ini kedekatan mereka cukup intens. Selalu berangkat bersama ke kampus lantaran jadwal kuliah mereka hampir sama walaupun berbeda kelas dan mata kuliah yang ditempuh. Tak menutup kemungkinan jika setiap hari Nadse akan bertemu dengan cowok itu.

Dan lagi, kemana pun Nadse ingin pergi, Bian selalu siap mengantar-jemput. Shania sudah tidak laku lagi, omong-omong.


 Shania sudah tidak laku lagi, omong-omong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Nadse langsung melompat dari kasur. Ia berlari ngibrit menyambar handuk yang tergantung di balik pintu kemudian berlalu ke kamar mandi sekedar cuci muka dan gosok gigi, yang penting wajah harus terlihat segar walau tidak mandi.

Tak berapa lama kemudian, Nadse keluar sembari mengelap wajahnya dengan handuk. Handuk itu ia lempar asal saja kemudian beranjak membuka lemari baju. Hanya ada beberapa kaos dan kemeja yang tidak cukup menarik, menurutnya.

Nadse menepuk pelan keningnya, ia ingat tiga hari yang lalu melaundry beberapa baju dan baru tadi pagi diantar. Nadse menutup lemari kemudian mengambil laundryan di dekat keranjang baju dan menyobek plastiknya. Membongkar satu per satu, bahkan menyerakkan baju dan celana yang sudah disetrika rapi.

"Yang ini aja deh," Nadse langsung memakai kaos hitam oversized yang dipadukan dengan ripped jeans berwarna navy.

Baru akan berdandan, ponselnya tiba-tiba berdering. Ada telepon masuk dari Bian, membuatnya mengumpat dalam hati.

Nadse segera mengangkat telepon itu.

"Gue di depan."

"Iya. Tunggu bentar."

Nadse langsung memutuskan sambungan telepon. Ia menyambar botol parfum, disemprotkan ala kadarnya ke baju, leher dan lengannya. Kemudian memilih asal deretan lipstik yang tersusun rapi di meja rias sebelum menyusul Bian yang sudah menunggu di luar.



Bian mengajak Nadse ke salah satu sekolah negeri di Surabaya. Cowok itu tadi mengatakan bandnya diberi kesempatan untuk mengisi acara pentas seni, dan ia ingin Nadse melihat penampilannya walau hanya berperan sebagai basis, bukan vokalis.

Sebelum naik ke atas panggung, Bian menarik Nadse mendekat lalu membisikkan, "Gue bakal nyanyiin sebuah lagu buat lo nanti."

Namun suara Bian samar-samar tidak jelas didengar oleh Nadse.

"Lo ngomong apaan?" katanya agak berteriak lalu meminta Bian untuk mengulangi. Tetapi yang Nadse dapatkan hanyalah senyum misterius. Meninggalkan tanda tanya besar dalam benaknya.

​Sorak riuh dari seluruh siswa yang hadir memenuhi gedung serba guna. Menggema ketika Bian bersama bandnya memasuki panggung. Nadse terpukau sekaligus takjub mengetahui betapa besarnya popularitas band yang digawangi Bian tersebut di kalangan anak sekolahan. Wajar, pikir Nadse. Kelima cowok yang kini berdiri di atas panggung itu memiliki visual yang bukan main. Ganteng semua.

Mereka membawakan beberapa lagu. Beberapa diantaranya adalah lagu western yang lagi hits di tahun itu. Seluruh penonton menikmati penampilan mereka, mengangkat tangan ke udara dan melambaikannya pelan seiring lagu sendu Adele dibawakan oleh suara husky sang vokalis.

Sampai ke lagu terakhir, yang mana menjadi penutup penampilan mereka malam itu. Tiba-tiba Betrand si vokalis bertukar posisi dengan Bian. Sorak riuh dan tepuk tangan dari penonton lagi-lagi menggema saat Bian engambil alih microphone, mengisi bagian vokal.

"The last song is dedicated to someone special," kata Bian. Matanya mencari keberadaan Nadse di tengah kerumunan para siswa. Bian menebar senyum manis yang memperlihatkan lesung pipinya saat sepasang mata hazel itu sudah mengetahui di mana posisi Nadse kini berdiri. Ia ada di sana, berdiri di dekat pohon rindang yang sudah dihias cantik dengan lampu-lampu kecil yang bergelantungan. Tertegun menatap Bian dari kejauhan.

"Untuk dia yang bernama Nadhifa Salsabila. Anak Jaksel yang masuk jurusan Desain Interior. RAN, Pandangan Pertama."

Instrumen musik mulai dimainkan. Bian, dengan suara altonya yang mengalun merdu, menyanyikan lagu tersebut dan menghipnotis para penonton yang menyorakinya penuh kekaguman.



Ku rasa ku t'lah jatuh cinta
Pada pandangan yang pertama
Sulit bagiku untuk bisa berhenti mengagumi dirinya

Oh, Tuhan tolong diriku
Tuk membuat dia menjadi milikku
Sayangku. Kasihku. Oh, cintaku
She's all that I need



Nadse terdiamdengan ekspresi yang sulit dibaca. Menatap sosok Bian di panggung sana tampak bersinar dan berkharisma. Tidak seperti Bian sebelumnya, yang ia kenal menyebalkan dan suka tebar pesona.

Sekujur tubuh Nadse kaku. Tertegun mendengar Bian tiba-tiba berkata, "Nadhifa, i really like you. I swear."


NGEEEEEEENG BIAN NGEEEEENG

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

NGEEEEEEENG BIAN NGEEEEENG

[TAMAT] Nadse & Her Bodyguards✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang