Diamnya Fariz, menyadarkan Kanaya, akan insiden di antara mereka. Wajah berserinya seketika layu. Mulutnya membentuk lengkung parabola terbalik.
Kanaya mundur satu langkah. Jelas sudah. Tampaknya ia harus membuang jauh-jauh harapan pulang malam ini. Mungkin ia bisa tidur di bangku ruang tunggu atau di masjid rumah sakit.
Sepasang alis hitam tipisnya berkerut di kedua ujung. Teringat perlakuan tak mengenakkan dari pemuda itu tadi siang. Namun, Kanaya sedang malas konfrontasi. Demi kenyamanan istirahat malam ini, tak perlulah bikin masalah dengannya. Pikir gadis ini.
Kepalanya lalu menunduk. Tepat pada saat gadis ini siap memutar tubuh, tiba-tiba Fariz mencegah.
"Tunggu! Anti apanya Ustadz Andi?"
"Beliau paman ana," sahut sang dara, singkat.
Terdengar derap langkah kaki. Kanaya mengangkat muka. Menyaksikan Fariz lewat di sisinya tanpa menoleh.
"Ayo, ana antar pulang!"
Jantung Kanaya melonjak senang. Abaikan masalah tadi siang, yang penting bisa pulang dengan aman malam ini. Ia menaruh kepercayaan penuh pada pemuda yang dikenalnya saat seminar internasional beberapa waktu lalu itu.
Kanaya membuntuti Fariz sambil merenung. Kakak senior inilah yang menjadi buah bibir akhwat di asrama, kampus dan organisasi. Memang imut, sih. Pikir Kanaya. Mirip Oppa Kim Tae Hyung, versi Sunda.
Mau tak mau, ia menyorot fisik Fariz sebagai urutan pertama dalam sistem informasi otaknya. Ini gara-gara Afiqah pernah mencubitnya untuk melampiaskan gemas, saat menyaksikan makhluk unyu itu naik ke panggung.
Maka kesan pertama Kanaya waktu melihat Fariz, adalah membenarkan dengan pasti, bahwa pemuda itu memang imut. Akan tetapi, hanya sebatas itu. Ia bukan gadis yang mudah terpengaruh penampilan seseorang, seperti teman-temannya.
Justru ia lebih tertarik pada prestasi pemuda itu. Betulkah Fariz sehebat yang mereka ceritakan? Sampai-sampai teman-temannya histeris setiap kali bertemu tulisan Fariz yang rutin dimuat pada beberapa blog, atau web, seperti Egypt Student Information. Tulisannya juga kerap terpampang di buletin Manggala, dan majalah khusus masisir seperti majalah Cakrawala dan Ahsanta. Pemuda itu pun kabarnya memiliki pekerjaan sambilan sebagai koki di sebuah restoran.
Kanaya jadi teringat berita mengenai Hikma Sanggala, mahasiswa yang kasusnya sedang viral itu. Em, langka, lho, ada mahasiswa yang seperti itu. Batinnya, salut. Selain rajin belajar dan berprestasi, juga gigih mencari nafkah demi biaya kuliah. Tampaknya Fariz ini segigih Kak Hikma. Apakah Fariz juga berdakwah memperjuangkan hal yang sama dengan mahasiswa dari IAIN Kendari itu? Bila perjuangan Fariz dan Hikma satu haluan, yaitu untuk kebangkitan Islam, maka Kanaya berjanji akan memasukkannya ke dalam list pertemanan.
Mereka berjalan beriringan menyusuri koridor rumah sakit. Fariz di depan, Kanaya di belakang. Tanpa dialog sama sekali. Sebab tak ada yang penting dibicarakan juga. Mereka sama-sama menjaga diri dari ikhtilat atau khalwat.
Setibanya di depan halte dekat jalan raya, barulah Fariz membuka mulut.
"Asramanya di mana?"
"Di Jamiyah Syariyah dekat tertunda akhir Hayyu al-Asyir," sahut Kanaya dengan mata setengah terkancing. Ngantuk.
Fariz tegak, menanti bus menuju jurusan tersebut. Membiarkan Kanaya duduk telungkup di bangku halte.
Tiga puluh menit kemudian, bus yang dinanti akhirnya tiba. Fariz sedikit kesulitan membangunkan Kanaya yang ketiduran. Mau memanggil, tapi tak tahu namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Imut (Cairo, I'm in Love)
Teen FictionDemi kuliah di Mesir, Kanaya terpaksa menyetujui Letter of Intent mama papa, yaitu menikah dini, dengan Fariz Al Muzakki. Fariz, pemuda pendiam yang minus emosi, tak menyangka juga, jalan jodohnya bersama Kanaya. Pasangan muda ini bikin iri para jo...