1

719 93 18
                                    

Chanyeol POV

.
.

Selesai dengan api unggun disana, aku berbalik memasuki tenda kesayanganku.

Malam ini diprediksi akan terjadi hujan meteor, kurasa dengan melihat kondisi dan posisi bumi, langit Korea akan menjadi tempat paling strategis.

Aku memilih puncak bukit belakang sekolah, sedikit kewalahan mendaki awalnya. Tapi demi fenomena langka ini, apapun ku lakukan.

Termasuk kecelakaan yang menimpa telingaku. Aku rela dieksekusi Eomma dengan jepitan jemarinya ditelingaku demi mendapat ijinnya.

Ku usap telinga kesayanganku yang mungkin masih merah, terbukti panasnya masih terasa.

Sekarang hampir pukul sepuluh malam. Sedangkan menurut prediksi, hujan meteor akan melewati langit korea sekitar setengah jam lagi.

Aku meraih gitarku, memetiknya dengan lembut. Ah perkenalkan, ini adalah salah satu hartaku, selain koleksi teropong-teropongku, alat musik adalah bagian hidupku.

Aku mencari referensi pada ponselku, acapella suara D. O EXO. Lalu aku mengiringinya dengan petikan helaian senar dengan jemariku.

Mulutku juga bergumam, mengagumi betapa sempurna suara D. O. Inilah Park Chanyeol, seorang fanboy yang tukang menghayal menjadi adik seorang idol.

Ayolah, fans idol mana yang tidak pernah berkhayal tentang bias-nya.

Tidak terasa aku menghabiskan waktu dengan bermain gitar cukup lama, hingga suara notifikasi dari ponselku menggugah khayalanku tentang D. O EXO. Kasihanilah aku.

Ternyata pengingat yang aku pasang, 10 menit menuju prediksi hujan meteor. Aku bergegas menyimpan gitarku di tempat semula, ponsel kumasukan saku celana lalu berlari keluar tenda.

Aku menyempatkan melempar ranting pada api unggun, agar jangan mati ketika aku kembali nanti.

Aku berlari dengan semangat menghampiri teropong bintang yang telah kupasang di area lapang, dimana pohon tidak tumbuh lebat dan setinggi di dekat tenda.

Aku memeriksa kembali beberapa ketajaman lensa, meskipun aku yakin telah menyetelnya dengan benar tadi.

Aku melirik pewaktu yang bergerak lambat-menurutku.

Sebelah mataku kudekatkan pada teropong, menanti dengan berdebar. Ayolah, sebentar lagi.

Aku melirik pewaktu, lagi. Dan batinku ikut menghitung mundur.

10.. 9.. 8..

Harusnya sudah terlihat tanda-tandanya.

.. 7.. 6.. 5..

Mana..

.. 4.. 3.. 2..

..?

Aku melirik pewaktu di ponselku, menatapnya lamat-lamat.

00:00

Pewaktunya sudah berhenti, dan.. Mana? Bahkan tanda-tandanya belum terlihat. Sekedar langit yang sedikit menerang? Atau suhu udara yang seharusnya sedikit lebih meningkat?

5 menit pertama aku masih sibuk menatap langit dengan mata telanjangku. Setelah 10 menit kedepannya, aku mendekatkan mataku ada teropong kesayanganku. Berharap melihat sesuatu..

Nihil. Ini sudah melenceng 15 menit dari prediksi-

Tunggu, langitnya sedikit lebih terang. Dan terang!

Langit diatasku terang layaknya siang hari, meski hanya beberapa detik disusul bunyi ledakan dan suhu panas mulai menyelimuti udara disekitarku.

Uh, aku merasa takut. Sedikit.

[3] My Baby StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang