Hari selanjutnya, Jeno terbangun karena suara tangis Volt yang bangun terlebih dahulu. Anak kecil itu menangis di sampingnya, menarik-narik kaus Jeno. Jeno terbangun setelah menggosok kelopak matanya dengan punggung tangan. Segera saja ia menarik tubuh anak itu dalam pelukannya. Mereka memang berbagi satu kasur yang sama untuk mempermudah Jeno mengawasinya. Akhir-akhir ini Volt sering demam cukup tinggi hingga membuat Jeno absen dari kelas.
Jeno sudah membawa Volt ke rumah sakit tiga hari yang lalu, tetapi tidak ada perubahan yang signifikan. Demamnya cenderung naik turun dan tidak stabil. Sepertinya ia akan membawa Volt ke rumah sakit kembali hari ini, mengingat pesan dokter untuk memeriksanya ulang bila demam tak kunjung reda dalam tiga hari. Beruntung sekali tidak ada kelas hari ini, Jeno tidak perlu absen dan meminta catatan temannya.
"Sabar sebentar, sayang." Jeno berujar lembut sembari membelai pucuk kepala Volt. Ia membiarkan anak itu menyisakan sesenggukannya di atas dada. Lengan Jeno memeluk anak itu bagaikan Volt adalah tumpuan terakhir hidupnya. Pria jangkung itu menghela napas berat, ia bisa merasakan temperatur cukup tinggi di kulit anak manis itu. Hal yang ia bisa lakukan sekarang adalah membuat Volt tidur kembali agar ia bisa mandi untuk pergi ke rumah sakit.
Setelah cukup hening, Jeno mengangkat perlahan tubuh Volt, memindahkannya ke atas kasur. Ia berjalan dengan berjingkat ke kamar mandi. Seusai mandi, cepat saja dan asal memilih kaus, serta hoodie hitam. Ia ingin segera membawa anak kesayangannya itu ke dokter, hatinya gundah bukan main. Jeno keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih setengah basah, tidak peduli soal tampang dan langsung membawa ransel berisi peralatan Volt. Ia menggendong anak itu dengan perlahan supaya tidak membangunkannya. Badannya bertambah panas.
Jeno memesan uber dengan gelisah, matanya tidak lepas dari layar yang menunjukkan posisi pengemudi hingga sampai ke depan apartemennya. Di dalam mobil, tidak ada percakapan berarti yang terjadi, hanya terima kasih yang terucap ketika mereka sampai di depan rumah sakit. Pagi itu runah sakit cukup ramai, poli anak cukup mengantre. Ia duduk di kursi tunggu sembari mendekap Volt erat. Tidak, Jeno tidak boleh terkena serangan panik sekarang. Ada nyawa yang lebih berarti untuk dikasihani.
Ketika nama Volt disebut suster, Jeno cepat masuk ke dalam ruang rawat. Pria jangkung itu bercerita segala keluhan Volt selama tiga hari ke belakang. Dari mulai demam yang naik turun dan tidak signifikan hingga nafsu makan yang anjlok. Jeno pernah sakit, tetapi ini jauh lebih sakit daripada apapun. Ketika kamu melihat orang yang benar kau kasihi jatuh sakit, kamu akan merasa seperti orang paling gagal sedunia karena tidak bisa menjaganya. Jeno bahkan menahan tangis ketika mendengar diagnosa dokter. Volt menunjukkan indikasi demam berdarah, tetapi perlu pengecekkan darah untuk kejelasannya.
Setelah mendapat surat rujukkan ke laboratorium untuk pengambilan darah dan resep obat, Jeno keluar ruangan dengan berat hati. Seakan langit di luar tertumpahkan tinta yang begitu kelam. Pagi yang seharusnya menjadi pengawal hari yang baik berubah menjadi hal buruk. Jeno masih belum terbiasa dengan hal buruk, lukanya belum bisa bercumbu dengan kegelapan yang lain. Jeno menunduk selama menunggu giliran pengambilan darah, Volt belum terbangun.
-
Positif demam berdarah.
Kalimat bercetak di atas kertas hasil laboratorium itu membuat lutut Jeno lemas seketika. Seusai membaca itu, Volt langsung dipindahkan ke unit gawat darurat karena temperatur yang melonjak. Anak kecil lebih rentan dehidrasi, maka mereka lekas memasang infus untuk Volt. Jeno benar-benar diam, pikirannya kosong tanpa sebab jelas. Jeno benar-benar gagal. Kenapa pula ia memutuskan untuk mengangkat anak jika tidak becus mengurus?
Jeno gagal, seharusnya ia sadar bahwa keberuntungan enggan berpihak padanya. Mana hal yang selaras dengan kemauan dan mimpinya? Pekerjaannya dahulu pun tidak sesuai dengan pintanya, cintanya tidak pernah berbalas dan berujung tragis, dan kini mengurus anak tak punya kisah yang manis. Jeno pikir, tak ada gunanya ia berharap lagi. Ia tinggal menunggu mati dan semua orang melupakan kehadirannya utuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
bloom ♡ nomin
Fiksi PenggemarKarena aku sebatas monokrom, tidak seperti kamu yang bermekaran layaknya bunga dan pelangi selepas hujan. - story by vy ♡ ⚡ I'm re-doing the plot #1 nomin - 27 April 2019 ⚠️ mentioned of: depression, abusive partner, toxic parents, suicide