DIA YANG TERBANG MELINTANG DIMALAM

34 3 0
                                    

Hai! Perkenalkan aku Danu, cerita ini terjadi sekitar akhir tahun 2012 an saat aku masih tinggal di daerah Brebes, Jawa tengah. Sedikit gambaran desa yang aku tinggali ini, desanya bisa dibilang sangat terpencil, untuk menuju jalur utama pantura saja kita harus menempuh jarak sekitar tiga puluh menitan, dan terlebih lagi kita harus melewati pematang sawah dan jalan - jalan yang belum teraspal. Disini rumah - rumah penduduk pun tak seperti di kota - kota besar yang berdempet - dempetan, disini untuk ketetangga saja kita harus melewati pekarangan - pekarangan, jarak antar rumah warga - warga disini sekitar sepuluh meteran jadi bisa dibayangkan kan betapa luas tanah pekarangan warga disini. Mungkin buat kalian akan terlihat seperti tempat cagar alam kalo pagi karena tempatnya masih asri, tapi kalo malam jangan berharap lebih dari ekspetasi awal.
Oke, jadi malam itu, setelah aku pulang dari musholla setelah sholat isya, aku bertemu dengan kawan lamaku yang lama sekali tidak pulang karena mondok di di daerah cirebon, kamipun bertegur sapa dan sedikit lepas kangen, setelah sedikit mengobrol akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan obrolan kita kerumah temanku ini, kita sebut saja Bambang.
Setelah aku pulang, aku langsung bergegas ganti pakaian dan pergi menuju rumah Bambang, waktu itu kalo gak salah sekitar pukul delapan lewat. Biasanya kalo jam - jam tujuh saja aku langsung tidur atau menghabiskan waktu didepan tivi karena seperti apa yang aku ceritakan diatas soal desa ini kalo malam jangan berharap lebih, karena kalian tak akan menjumpai warga yang berlalu lalang saat malam, disini sangat gelap walaupun ada lampu jalan yang terpasang secara sukarela oleh warga dan seadanya. Malam itu, aku tidak berfikiran yang aneh - aneh, mungkin karena kedatangan Bambang yang membuatku senang, terlebih lagi dia tidak bisa lama santai dikampung, pasti besok dia langsung berangkat lagi kepondok.
Singkat cerita, aku tiba dirumah Bambang dengan sedikit ngos - ngosan, ya aku berjalan cepat karena entah kenapa jika melihat pekarangan pak Sarwadi yang dipenuhi bambu - bambu aku merasa ada yang janggal didalam selah - selah gelap rerimbunan bambu. Tak lama memanggil Bambang, dia keluar lalu mempersilahkan aku untuk masuk, aku menolak, bagiku lebih enak duduk lesehan di teras, dan kamipun melanjutkan obrolan kami, disini aku tidak akan menceritakan apa yang kami obrolkan karena nggak begitu penting juga, dan gak ada hubunganya dengan cerita ini.
Ok, setelah lama ngobrol dan nyeruput teh tubruk, tak terasa mata ku mulai ngantuk, sekitaran jam satu lebih kami habiskan waktu untuk mengobrol, awalnya Bambang menawarkan untuk menginap karena sudah tengah malam, tapi kutolak, takut ibu dirumah menunggu.
Saat hendak pulang aku sedikit ragu, atau bisa dibilang takut, hehehe...., aku jarang sekaki keluar malam, apalagi ini tengah malam pasti jalan sepi sekali, ditambah harus melewati pekarangan pak Sarwadi, memikirkanya saja membuatku merinding. Akhirnya Bambang menawarkan diri untuk mengantarku karena dia tahu aku pasti takut.
Diperjalanan pulang suasana sangat sunyi bahkan langkah kaki kami sangat jelas terdengar, entah kenapa malam itu sunyi sekali ,tak ada suara jangkrik, kumbang malam, atau suara - suara binatang malam lainya. Tiba di pekarangan pak Sarwadi Bambang tiba - tiba berhenti dan menahanku sambil mengisyaratkan untuk diam, aku bingung ada apa, lalu dia menunjuk kearah halaman belakang Pak Sarwadi, di rerimbunan bambu terlihat jelas cahaya kuning redup - redup, kami perhatikan dengan seksama cahaya itu berjalan semakin kedalam dan semakin jauh, Bambang menyuruhku untuk mengikutinya, dengan sedikit takut aku berjalan perlahan dibelakangnya, mengendap - endap masuk kepekarangan penuh bambu, kanan kiri depan belakang semua yang terlihat bambu - bambu rimbun, yang membuat bulu kuduk semakin ngeri jika tiba - tiba terdengar suara reot bambu yang entah kena angin atau apa, suaranya seperti bambu yang di tarik kebawah, aku tak mau melihat sekitar, aku hanya fokus pada cahaya kuning yang semakin dekat.
Semakin dekat kami pada sumber cahaya itu semakin kami curiga, dari jarak dua puluh meteran terlihat jelas sekali apa yang ada didepan mata kami berdua. Sumber itu berasal dari lampu ceplik, atau lampu teplok dalam bahasa indonesia, lampu itu dipegang oleh seorang lelaki yang umurnya sekitar lima puluh tahunan, dan disampingnya terdapat seorang perempuan tua dengan selendang batik kuning yang di kalungkan dilehernya. Yang pertama ada dipikiranku pertama adalah mereka hendak melakukan perbuatan asusila, atau bisa saja mereka hendak pergi buang hajat, dikampungku buang hajat dipekarang terbilang wajar karena masih sedikit warga yang memakai WC jongkok. Aku dan Bambang terus memperhatikan gerak - gerik kedua orang itu, mereka berdua duduk bersila saling berhadapan sekitar lima menit, lalu siperempuan bangun lalu kedua tanganya mengangkat selendangnya sambil menghentakan kaki nya ke tanah berkali - kali.
Sulit dipercaya, mungkin kalo aku tidak menyaksikan dengan kedua mataku sendiri aku juga tidak akan percaya, kalian mau tau apa yang selanjutnya terjadi? Ya, sulit dipercaya, perempuan itu melayang sedikit demi sedikit diudara sambil meregangkan kedua tanganya yang dibalut selendang, dan sekitar lima meteran dari tanah perempuan itu bercahaya, semakin bercahaya hingga wujudnya berbentuk seperti bohlam dengan selendang yang mengurai, lalu terbang melesat dan hilang sekejap. Aku dan Bambang terpaku dan sedikit tidak percaya apa yang tadi kami lihat tadi.
Teluh, ya warga sekitar sini menyebutnya Teluh, sebuah pesugihan yang dilakukan dengan cara mencuri ari - ari, dan bayi yang baru lahir untuk dijadikan tumbal oleh orang yang melakukan pesugihan tersebut, dikampungku masih banyak sekali hal - hal seperti ini, kalo kalian berkunjung ke kampungku jangan kaget atau berdoa agar dikabulkan permintaanya jika melihat bintang jatuh di kampungku, soalnya bisa saja itu teluh. Bentuknya memang seperti bintang jatuh berkejora melintang dimalam hari, tapi kalo kalian perhatikan dengan seksama maka teluh mempunyai selendang yang akan berkibar - kibar bercahaya kuning, atau kadang - kadang orange.
Oke, aku lanjut lagi ceritanya. Setelah kami melihat perempuan itu menjadi teluh aku dan Bambang berinisiatif pergi mencari bantuan warga untuk menangkap pelaku teluh tersebut, akhirnya kami pergi balik kerumah Bambang untuk membangunkan orang tuanya dan tetangga sebelahnya, lalu kami dan ayah Bambang pergi ke TKP tempay kami melihat Teluh, sebagian warga yang sudah bangun memukul kentongan kayu yang ada dipos untuk membangunkan semua warga agar membantu penangkapan teluh tersebut. Tapi sayang sekali, sayang seribukali sayang, pas kami kembali ke TKP, bapak - bapak tua yang membawa lilin tersebut sudah hilang, atau pergi setelah mendengar suara kentongan. Ditempat kejadian kami cuman menemukan beberapa bekas lilin yang sudah terbakar, dan beberapa macam bunga yang berserakan, sayang sekali.
Malam itu juga semua warga terbangun dan berkumpul dijalanan, sebagian penasaran dengan apa yang kami lihat, dan sebagian lagi berjaga di rumah warga yang malam itu juga istrinya melahirkan. Setelah kejadian itu kamipun dipanggil oleh pak RT untuk menjelaskan kejadian yang kami lihat, kami memang jelas sekali melihat wajah pelakunya, tapi kami tidak pernah melihat wajah itu dikampung ini sebelumnya, bisa dipastikan kalo pelaku teluh malam itu adalah warga dari desa lain.
Semenjak ada kejadian itu pak RT mengutus beberapa hansip atau warga yang bersukarela ikut jaga dimalam hari agar kampung kami aman dari gangguan teluh, atau maling yang beraksi dimalam hari.
Mungkin ini saja yang bisa aku bagi pengalamam yang bagiku sangat - sangat horror, ya walaupun bagi kalian tak begitu menyeramkan, bagiku ini adalah pengelaman yang mungkin tak akan terjadi untuk kedua kalinya, aku Danu, dan terimakasih

SENDAKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang