Reminder !!! Part ini mengandung unsur dewasa. Harap bijak dalam membacanya. .
. .
Sebelum melanjutkan, jangan lupa tekan tombol 🌟 di pojok kiri bawah dan jangan lupa komentarnya !! 😘
Selamat membaca ❤️
*****
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cuaca pagi ini tidak secerah biasanya. Langit mendung tak berawan. Matahari juga sepertinya enggan menampakkan dirinya. Semalam, hujan deras mengguyur kota Seoul. Aroma petrichor yang segar menguar dari permukaan tanah, menenangkan siapapun yang menghirupnya.
Hanya berjarak kurang dari 3 meter dari jendela yang memang dibiarkan terbuka semalaman, sepasang manusia tengah tertidur dibawah selimut yang menutupi tubuh polos mereka. Sang wanita menidurkan kepalanya diatas lengan berotot sambil memeluk perut pasangannya, sedangkan sang pria memeluk erat punggung polos wanitanya.
Perlahan, wanita bersurai cokelat gelap panjang membuka sepasang mata indahnya. Senyum tipis segera terukir ketika dia mendengar napas tenang dari sang kekasih yang masih tertidur pulas.
Dengan hati-hati, wanita bernama Im Yoona itu bangun dari tidurnya dan mengikat asal rambut panjangnya, memperlihatkan leher jenjang indahnya. Sebelum turun dari tempat tidur, tidak lupa dia memberikan kecupan manis pada sudut bibir kekasihnya.
Yoona mengambil salah satu kemeja sang kekasih yang sudah jelas akan terlihat kebesaran pada dirinya. Tidak apa, Yoona menyukainya, terutama pada aroma sang kekasih yang selalu berhasil memanjakan indra penciumannya.
Yoona berjalan menuju dapur, bersiap untuk membuat sarapan mereka berdua. Tidak suka makanan berat sebagai menu sarapan, Yoona hanya akan membuat roti panggang, sosis bakar dan juga scrambled egg. Ah, tidak lupa dengan jus buah yang tidak pernah absen menemani pagi mereka.
Baru saja Yoona ingin mengambil telur di kulkas, sepasang lengan berotot mengagetkannya dengan memeluk pinggangnya dari belakang. Sebelah pundaknya juga terasa berat, menahan beban kepala dari si pemeluk yang kini sudah menelusupkan wajahnya diceruk lehernya.
