Bag 9; Your Mine!

1.6K 204 32
                                    

Seperti malam minggu-malam minggu yang sebelumnya, Jeka dan Tama baru saja pulang dari Kos Jimi mereka nongkrong di sana. Dan mendadak ketika melewati toko Ajinomoto, mereka dikejutkan dengan orang-orang yang ramai mengerubungi tempat itu. Ditambah beberapa polisi yang memasang police line berwarna kuning. Pikiran Jeka kacau mulai bercabang kemana-mana mengingat saat ini sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Teringat obrolan Yerin dengan ibu penjual soto daging tempo lalu.

"Ada apaan tuh Jek rame-rame?! Ayo samperin!". Tama menepuk pundak Jeka yang tengah memboncengkanya. Tanpa banyak omong, Jeka langsung mengarahkan motornya untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi disana.

Mata Jeka menelisik mencari sosok yang sangat amat ingin ia lihat diantara banyaknya warga yang bergerombol. Namun yang bisa Jeka lihat hanyalah Mama Luna yang menangis sembari memberi keterangan pada petugas kepolisian.

"Bu, ada apa? Kok ada polisi segala?". Jeka mengarahkan tatapannya pada Tama yang bertanya pada seorang ibu paruh baya.

"Toko si Cici kerampokan. Anak bungsunya hampir di perkosa. Perampoknya meninggal di pukul pakai gas LPG sama anaknya yang nomer satu. Kasihan cewek semua yang tinggal disini". Jantung Jeka langsung bergemuruh mendengar penuturan ibu paruh baya tersebut. Langsung saja Jeka menerobos masuk ke dalam rumah demi melihat keadaan Luna secara langsung.

Pemandangan pertama yang Jeka lihat saat masuk kedalam rumah Luna adalah, dua kakak beradik yang menangis dengan tubuh yang gemetaran seakan merasakan sebuah trauma yang mendalam. Tama juga bisa melihat sendiri darah yang berceceran di lantai rumah, bahkan pandangan kedua kakak beradik itu kosong tidak memperdulikan petugas kepolisian yang lalu-lalang memeriksa keadaan didalam rumah.

"Na?". Panggil Jeka pelan. Luna mendongak dan langsung menerjang kedalam pelukan Jeka. Menangis meraung disana sembari meremas ujung kaos yang dikenakan pemuda itu. Hati Jeka rasanya seperti diremas, sakit sekali mendengar tangis pilu yang dikeluarkan oleh Luna. Pemuda itu langsung membalas pelukan Luna tak kalah erat mengelus lembut rambut panjang gadis itu. Sedangkan Tama tengah mencoba mengajak Yerin bicara.

"Aku takut". Cicit Luna dengan suara parau dan gemetaran, genggaman di ujung kaosnya semakin menguat.

"Sttt... ada aku disini". Jeka mencoba untuk menarik pelukan keduanya namun Luna enggan dan masih betah menangis di dada Jeka.

"Aku takut... dia sentuh aku... aku mau dicium... aku takut senyumnya...". Kata gadis itu terisak-isak. Jeka menggeram marah andai perampok itu belum mati di pukul oleh Yerin, sudah dipastikan perampok itu akan mati ditangannya.

"Hei dengerin aku". Jeka menangkup wajah Luna dan mengarahkan untuk menatap wajahnya.

"Ada aku disini, gak perlu takut. Aku bakal jagain kamu, siapapun yang berani sentuh kamu akan mati ditanganku!". Jawab Jeka tegas dan lantang kemudian mencium kening Luna lama. Luna tersenyum kecil dengan wajah pucatnya setelah Jeka melepaskan kecupan itu. Gadis itu tidak mau melepaskan cengkeraman tangannya dari kaos Jeka.

Tatapan Jeka beralih pada Tama yang tengah menggandeng Yerin untuk keluar dari rumah. Dan setelah itu Jeka mengikuti langkah keduanya dengan Luna yang ia genggam erat. Mama langsung memeluk kedua putrinya sambil menangis. Jeka dan Tama merasa terenyuh. Tiga wanita tangguh yang tinggal tanpa sosok lelaki di dalam rumah mereka. Padahal di dalam keluarga sosok lelaki diperlukan sebagai seorang pelindung.

"Ibu, saya harap kalian bertiga ikut kami ke kantor untuk memberi keterangan". Yerin langsung menggeleng dengan keras ia takut dipenjara karena telah membuat salah satu perampok meninggal.

"Ma, Yerin gak mau hiks. Yerin takut hiks". Isak Yerin memohon pada Mama-nya sedangkan Luna hanya bisa diam sembari menangis tersedu-sedu.

Yeppeun (JJK-JEB)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang