Bag 8; Perhatian Rahasia

1.1K 195 11
                                    

Jeka sudah mampu menstabilkan emosinya, pemuda itu sudah lebih tenang. Selama Luna masih tinggal di bumi yang sama dengannya, maka Jeka tidak masalah jika harus bersikap seakan tidak pernah mengenal gadis itu. Siang ini selepas jam kuliahnya habis, pemuda itu sibuk dengan kendaraan-kendaraan yang mengantri untuk diperbaiki. Pemuda yang berusia paling muda diantara semua pegawai bengkel itu memang kerap kali melepas kaos yang ia kenakan dengan alasan gerah.

Padahal hal tersebut tentu saja membuat beberapa mahasiswi yang lewat mengalami spot jantung kala tidak sengaja menatap tubuh bagian atas Jeka yang begitu atletis. Namun hal itu tidak begitu Jeka hiraukan, toh dirinya memilih fokus pada pekerjaannya ketimbang meladeni gadis-gadis yang terang-terangan memuja tubuhnya.

Sambil menjepit sebatang rokok di ujung bibirnya, matanya masih fokus mengutak-atik mesin yang mati. Begitu dirasa semuanya sudah beres, Jeka lantas bangkit sebelum mengusap dahinya yang bercucuran keringat. Sebelah tangannya yang berdarah kemarin dibiarkan saja terbuka dan mengering. Lagi-Lagi mata Jeka selalu refleks menatap kearah toko Ajinomoto, berharap anak bungsu keluarga Ajinomoto itu menampakkan diri.

"Bang, pamit ke toko depan bentar". Setelah memakai asal kaosnya, Jeka memutuskan untuk pergi ke toko seberang untuk membeli rokok. Padahal itu hanya modus saja, siapa tahu yang jaga siang ini Luna kan? Egonya masih tinggi ngomong-ngomong.

Benar saja dugaan pemuda itu, Luna memang hari ini yang jaga toko. Seperti biasa, Luna akan menggerutu dengan bibir kecilnya memaki games online yang tengah ia mainkan. Cukup menggemaskan bagi Jeka, lumayan untuk penawar rasa lelahnya siang ini.

"Ci, rokok 67 satu bungkus". Ujar Jeka datar sembari mengamati tingkah Luna yang mendadak gugup. Namun tanpa banyak omong Luna langsung mengambil sebungkus rokok yang di sebutkan Jeka. Melihat punggung tangan Jeka yang terluka, Luna langsung teringat perkataan Jimi dimana Jeka yang melukai dirinya sendiri. Diam-Diam Luna menyelipkan sebuah hansaplast ke dalam rokok yang Jeka beli.

"Ini". Ucap gadis itu sambil mengulurkan sebungkus rokok. Setelah mengulurkan uang pas, Jeka langsung pergi begitu saja tanpa berkata-kata lagi. Luna menghembuskan nafas, bodohnya perasaannya masih sama untuk Jeka.

Duduk di kursi yang disediakan di bengkel tempatnya bekerja, Jeka membuka bungkus rokok hendak mengambil sebatang untuk disulut. Namun, matanya mengernyit heran melihat sebuah hansaplast bergambar Dinosaurus di dalam sana. Pemuda itu terkekeh kemudian matanya beralih menatap toko seberang. Gadis itu masih perhatian rupanya, perlahan Jeka memasang hansaplast tersebut untuk menutup lukanya. Kemudian tersenyum sendiri, manis.

Jeka nyaris seperti orang gila, tidak bisa untuk berhenti menatap hansaplast yang diberikan oleh Luna secara diam-diam. Kawan satu geng-nya sempat saling tatap satu sama lain melihat emosi Jeka yang mudah sekali berubah-ubah. Mereka tidak lupa saat kemarin Jeka marah-marah hingga kalap. Dan sekarang pemuda itu tertawa sendiri seakan tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.

"Bahagia banget kelihatannya Jek". Kata Jino hati-hati, salah ngomong bisa di hajar. Jeka tersenyum satu sudut sebelum menjawab.

"Keren gak?". Mengangkat sebelah tangannya demi memamerkan hansaplast Dinosaurus berwarna kuning pada kawan-kawannya.

"Jadi kamu ketawa-tawa kayak orang gila dari tadi cuma karena hansaplast itu. Tahu gitu kemarin pas kamu marah-marah aku beliin satu renteng yang kayak gitu". Ujar Jey jengkel sembari menghisap rokoknya. Jeka berdecak tidak suka.

"Yang ngasih ini spesial". Jawab Jeka singkat, keenam kawannya mulai paham arah pembicaraan Jeka.

"Oh, paham aku. Si Cici yang ngasih. Udah move on ceritanya". Ledek Tama dengan gaya santai, toh Jeka lagi dalam mood baik jadi tidak mungkin menghajarnya.

Yeppeun (JJK-JEB)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang