Bag 6; Cantik itu Luka!

1.1K 203 24
                                    

Luna berbalik menatap Jeka dari jarak yang tidak terlalu jauh. Mata keduanya saling menatap satu sama lain. Jeka menatap Luna dengan sendu, sebaliknya Luna menatap Jeka dengan datar.

"Kamu yakin? Bahkan foto Rosi aja masih ada di dompetmu!". Kata Luna ketus. Dengan cepat Jeka mengelurakan dompetnya dan mengambil foto Rosi disana.

"Ini, apa kamu masih belum yakin?!". Luna kaget melihat Jeka merobek foto Rosi di depan matanya. Foto tersebut kini tinggal tersisa potongan kecil yang tidak berbentuk. Luna tidak bermaksud sampai seperti itu, kalaupun Jeka sulit untuk melupakan Rosi maka Luna tidak akan memaksa.

"Jeka, maksudku gak kayak gitu". Cicit Luna, Jeka langsung turun dari motornya dan berdiri dihadapan gadis yang tingginya hanya sebatas pundaknya itu. Menatap lekat manik mata Luna seakan menyiratkan sebuah keseriusan.

"Aku udah seserius ini mau lupain Rosi. Kamu mau kan bantu aku? Aku suka sama kamu, cuma kalau soal cinta aku belum tahu". Ujar Jeka jujur, kalau soal cinta sebetulnya Luna sudah mersakannya tapi mungkin sedang tahap lebih dalam.

"Heum, aku ngerti". Jawab Luna singkat. Dirinya juga bingung, tapi semoga saja sesuai dengan ekspektasi-nya. Jeka bisa melupakan Rosi, mereka jadian, dan hidup bahagia.

"Jadi kamu mau nunggu sebentar kan?". Jeka meraih sebelah tangan Luna untuk digenggam. Luna hanya menjawab dengan anggukan dan senyum kecil saja. Membuat Jeka akhirnya bisa bernafas lega.

"Boleh cium?".

"Eh?". Sumpah Luna kaget, pipinya mendadak merah. Kalau jawab iya nanti dikira cewek gampangan, kalau di jawab enggak berarti Luna bohong karena sejujurnya ia juga pingin. Hehe

"Cium dikit boleh ya?". Kata Jeka sambil nyengir.

"Ngapain bilang sih, kan aku malu". Luna menunduk menyembunyikan rona merah di pipinya. Jeka terkekeh sebelum menarik kepala Luna untuk dikecup keningnya sekilas. Jantung Luna rasanya seperti mau lomba lari marathon detakannya tidak santai.

"Masuk sana, selamat malam". Ujar Jeka setelah melepaskan kecupannya.

"Iya, kamu hati-hati". Setelah itu Luna langsung berlari masuk kedalam rumah karena malu. Jeka tersenyum kecil kemudian menyentuh dadanya sendiri. Lumayan detakannya, tandanya sudah ada rasa sekian persen pada Luna.

Sesampainya di rumah, Jeka langsung bergegas mandi persiapan untuk tidur. Nenek masih terjaga sembari mendengarkan radio ditemani Mbak Ayu. Biasalah kesukaan nenek memang mendengarkan Ketoprak maupun lagu Campur Sari. Nenek sering sulit tidur maklum sudah tua, makannya Mbak Ayu kerap menemani agar nenek tidak merasa sendirian.

"Simbah, dereng sare? (Nenek, belum tidur?)". Tanya Jeka lembut sembari melongok sedikit kedalam kamar neneknya. Nenek berbaring ditemani Mbak Ayu di sampingnya.

"Simbah, belum ngantuk. Darimana le?". Jeka masuk kedalam kamar nenek dan duduk di sebuah bangku kayu yang diletakkan di samping almari.

"Jalan-jalan sama temen".

"Siapa? Pacar? Udah punya pacar?". Tanya nenek terlihat antusias. Mbak Ayu yang ada di samping nenek terkekeh geli. Nenek memang kerap menagih pacar untuk dikenalkan padanya. Maklum sedari remaja Jeka belum pernah mengenalkan seorang gadis kecuali kawan-kawannya nongkrongnya.

"Rencana, doa-in ya mbah". Kata Jeka asal, agak ragu juga karena tidak tahu bagaimana jadinya jika Jeka benar-benar mengenalkan Luna pada Nenek.

"Iya Simbah pasti doa-in. Cepet kenalin ke Simbah ya le. Pasti cantik ya calon pacarmu itu". Kata nenek bertubi-tubi membuat Jeka tersenyum getir. Belum jadi saja sudah sepanik ini, ya sudahlah biar berjalan apa adanya dulu.

Yeppeun (JJK-JEB)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang