Pada suatu malam, aku membedah kipas angin (bersama kakak) dan aku mulai menyadari sesuatu.
Kakakku kuliah di jurusan sastra, berasal dari kaum IPS, pintar hanya di kimia dan bahasa Inggris, namun masalah bedah kipas beliau sanggup. Aku kuliah di jurusan Matematika, berasal dari kaum IPA, gabisa Fisika, masalah bedah-bedah gitu juga bisa. Pertanyaannya:
1. Orang awam bisa dong bedah-bedah seperti itu? Bisa, jika dia tahu masalah-masalah dasarnya (obeng muternya ke mana, sekrup muternya ke mana, dan lain-lain).
2. Mungkin aku bukan anak teknik, tapi apakah nanti anak teknik bakalan seperti ini? Kalo iya, berarti sama aja (Semoga saja lebih dari itu, aku yakin. Kemarin habis baca sebuah buku dan isinya...).
3. Kuliah itu penting nggak? (Kalo gapenting mah dari dulu urang udah jualan nasi goreng di depan rumah).
4. Kalo penting, apa yang didapatkan dari kuliah?
5. Kita mengharapkan tujuan itu atau justru orang lain mengharapkan kita?
Dari membedah kipas, muncul banyak pertanyaan yang menyangkut tentang kuliah. Perdebatan pun dimulai.
A: Kuliah ntar dapat gaji lebih besar, kerjaan lebih mumpuni, calon idaman mertua, dan sebagainya
B: Kalo gitu kenapa kita kuliah biasa aja, lulus, sidang, dapet gelar, terus daftar? Simpel kan?
A: Nggak lah, ntar di sana masih dilihat bagaimana softskill dan hardskill-mu.
B: Softskill di luar kampus bisa, apalagi hardskill. Apa bedanya?
A: Lebih formal cuy, jadi lebih diakui.
B: Kalo gitu aku mau ikut banyak panitia dan ntar minimal lulus mata kuliah prasyarat sarjana, biar lebih diakui.
A: Gak gitu juga, bray. Tunjukkan kamu lebih beda dengan orang lain.
B: Padahal tiap manusia itu beda, bang.
A: Kalo gitu tunjukkan kamu lebih baik dari mereka, secara output.
B: Oke kalo gitu aku jadi ketum himpunan, IP tidak kurang dari 4, jadi kadiv semua acara.
A: Coy, manusia kek gitu nyaris gaada di dunia.
B: Katanya lebih dilihat secara output? Atau cuma print sertifikat aja?
Sejak saat itu aku mulai bertanya, apakah aku salah satu orang yang tidak sadar akan bangku perkuliahan? Cuma nambang IP biar bisa 4 ntar kerja cuma daftar, seleksi, terus selesai? Atau aku sebenernya terlalu berpikiran jauh dan negatif? Gatau lah ini gajelas. Mungkin habis mikirin dia yang tiap makul bisa dapat A, aku gabisa. Hm gampang nian ya dia dapat IP 4. Eh atau habis lihat dia (beda orang) yang aktif di mana saja, tapi orang-orang percaya dia. Sebenarnya yang lebih baik itu yang mana sih?
Setelah terpikir lama sekali, aku mulai memahami (dikit doang, selebihnya proses). Manusia tidak tercipta sempurna (karena kalo tercipta sempurna, bakalan disembah), cuma bentuknya yang sempurna. Dikasih otak untuk berpikir. Sekarang aku mulai memahami (dikit lagi) bagaimana kerja otak sebenarnya. Otak bakalan berfungsi jika ada sebuah input yang berproses menghasilkan output. Hm menarik. Jadi aku dan kakak tadi bisa karena kita memang sudah punya pengalaman. Hebat ya kekuatan otak. :) Kalo gitu otak adalah sebuah prosesor layaknya komputer dong? Padahal jelas di buku-buku kalo CPU adalah otaknya komputer, masih aja didebat. Terus kalo gitu setiap manusia punya otak dong, namun kenapa inputnya sama hasilnya beda? Nah itu dia masalahnya.
Sebuah program bakalan memiliki output yang sama jika input dan prosesnya juga sama (jadi jelas ya kalo semisal 2+2 = 4 meski sama dengan 2 x 2 = 4, hal itu hanya berlaku di beberapa kasus, artinya hanya sebagian yang benar, dan pernyataan di atas berlaku semuanya). Meski inputnya sama, kalo prosesnya beda, ya hasilnya output bisa beda (bisa juga tidak. Ingat hukum logika matematika?). Hm berarti sebenarnya proses yang menjadi titik vitalnya dong? Input bisa kita atur, namun proses? Apakah kita bisa atur? Tidak seperti input, proses ini bisa kita atur, tapi ada kalanya berubah ketika kita menyadari prosesnya salah. Hm oke itu emang teoritikal dan aku tidak suka hal semacam itu. Simpulannya, proses itu sangatlah penting.
Jadi karena proses ini ya? Hm menarik sekali. Oke sekilas aku berpikir, benar juga kalo prosesnya buruk juga gajelas hasilnya. Bisa dibilang mereka yang IP-nya 4 atau meraih posisi penting itu karena prosesnya juga bagus. Oke baiklah, namun kalo aku lihat dari diriku, justru aku lebih bisa ber-output keduanya (prosesnya udah bagus, nyombong dikit lah, kan kalian juga sama kalo ditanya gitu)? Kenapa aku gadapet ya? Adakah yang salah?
Lagi-lagi outputku harus dilihat juga oleh orang lain, dengan kata lain seperti esensi kuliah di atas, orang akan mendapat pekerjaan jika ia mendapat pengakuan secara resmi. Hm berarti aku harus terlihat hebat dong? Namun kenyataannya, dia terlihat hebat tapi aku tilik lebih dalam ternyata dia enggan ngobrol dengan orang lain, lebih parahnya, gapeduli sama orang lain. Namun dia dapat hal tersebut. Salahkah logikaku, atau itu KLB (kejadian luar biasa)?
Sekali lagi aku harus balik ke Al-Quran, baca lagi, pahami lagi! Ingatlah ketika kamu membaca Al-Hujuraat, 49:13? Poin pertama memang disajikan agar kamu punya rasa sosialita yang tinggi, namun ingatlah poin kedua. Diantara manusia-manusia, yang paling tinggi derajatnya ialah orang yang bertakwa. Hm menarik. Sama seperti di atas dong, siapa yang menilai? Allah yang menilai, dan hanya Allah satu-satunya. Berarti jelas dong penilaiannya? Cukup jelas. Namun, aku masih ragu apakah aku salah satu orang yang bertakwa. Nah urusan itu, Allah saja yang mengatur, kamu hanya mengikuti perintahnya. In-sya Allah kamu bakalan dapat sesuai dengan apa yang kamu kerjakan. Ingatlah setiap orang bakalan mendapat output yang sama, selama input mereka sama, karena prosesnya telah diseragamkan. Kamu berdosa, cicipi neraka, kalo berpahala, nikmati surga. Selesai~
Intinya, dari membedah kipas angin, kita bisa ingat bahwa sebenarnya membedah kipas angin bisa dilakukan oleh siapapun, sama seperti amal perbuatan. Namun yang membedakan adalah, seberapa ilmu yang ada oleh tiap-tiap orang, sama seperti amal perbuatan manusia itu tergantung dengan ilmu mereka (termasuk menyangkut 5W+1H). Membedah kipas bisa menjadi sebuah ibadah, sama seperti membantu teman di sekitarmu. Akhirnya aku mendapatkan sebuah pelajaran, bahwa ketika kamu mengajari temanmu Pengantar Persamaan Diferensial, meski kamu tidak mendapat nilai A, namun sebenarnya pahalamu sungguh luar biasa karena kamu mau membantu orang lain dalam belajar. Wah nutorin temen aja kalo gitu, ladang amal yang tak ada habis-habisnya. Daripada dapat nilai A, namun teman dapat E enggan dibantu. Siapapun tiada yang hebat, kecuali orang-orang yang paling mulia di sisi-Nya, yaitu yang paling bertakwa.
Karena sejatinya ilmu adalah guide bagi manusia untuk menentukan jalannya, bukan pacar atau IP.
Surakarta, 1 Juni 2016
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta, Rasa, dan Asa
Non-FictionBuku ini adalah sebuah autobiografi dari Ridho Pasopati sekaligus menjadi buku harian (diary book) perjalanan hidup Ridho Pasopati. Buku ini berisi tentang segalanya yang berhubungan dengan cinta, rasa, dan asa dari Ridho Pasopati beserta siapapun y...