Benar, marah itu ternyata ada dua jenis: marah karena sayang atau marah karena memang benar marah.
Dalam hati ini, aku selalu bergumam. Setiap kali dia mengepos kondisinya, atau mengganti foto profilnya, atau beraktivitas, atau bahkan memberikan informasi tentang pekerjaannya, hati ini selalu ingin marah kepadanya. "You can be better than we ever meet" ucapnya. Ketika beberapa obrolan yang selalu membuatku marah pun, hati ini sebenarnya terlalu sayang untuk mengatakan keburukan-keburukannya. Dia sayang, sangat sayang, bahkan mungkin lebih sayang daripada menyayangi diriku sendiri. Hati ini sayang sekali padanya.
But, hati ini berkata padaku, "awal kesalahanku adalah membencinya. Jadi, janganlah lagi kamu kejar untuk menunjukkan bahwa kamu tidak menjauhinya. Cukuplah kamu bercumbu dengan kehidupan konyolmu." Dan semua cerita kembali ke awal.
Jika aku menuruti hatiku, aku ikhlas seikhlasnya. Hati ini tidak berharap kembalinya, namun berharap dirinya yang lebih balik datang menghampiri. Hati ini marah karena sayang. Hati ini benar-benar sayang kepadanya. Ya, aku hanya bisa mengucap, "coba kamu menyuap Allah untuk mengubahnya."
Ya ... Manusia serapuh itu. Mengkhianati kebiasaan hanya untuk mendapatkan sebuah hal terbaik. Hati pun lebih rapuh. Namun serapuh-rapuhnya hati ini, dia masih mau mengucap asma Penciptanya.
Allah, aku yakin keputusan-Mu yang terbaik. Biarkan jarak ini menyiksa segala ekspektasi dari keputusan kami, dan biarkan waktu yang menetapkan hukuman terbaik bagi kami. Karena hati ini tidak ada apa-apanya di mata-Mu.
Let the new story begin, and let the new sun rise from their bed.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta, Rasa, dan Asa
Non-FictionBuku ini adalah sebuah autobiografi dari Ridho Pasopati sekaligus menjadi buku harian (diary book) perjalanan hidup Ridho Pasopati. Buku ini berisi tentang segalanya yang berhubungan dengan cinta, rasa, dan asa dari Ridho Pasopati beserta siapapun y...