Apakah Peduli...?

14 0 0
                                    

Memang benar kalo kamar mandi itu tempat semua ide terlintas. Ya bisa jadi karena di tempat itulah kita merasa tertekan. Banyak ide yang keluar tadi sore membuatku berpikir akan satu hal. Ketika aku jauh dari orang tuaku dan dengan keadaanku ini, terbayang banyak hal yang selama ini membuatku terpaksa untuk berpikir kembali.

Apakah kamu peduli?

Hal pertama yang terpikirkan adalah andaikan aku pergi jauh mencari pemandangan yang indah di sana, namun suatu ketika aku tak kembali dengan sempurna di tengah perjalanan. Andaikan tidak ada yang menolong, mungkin terpikir aku memacu kendaraanku ke rumah sakit (sendirian) dan langsung minta dirawat (di sana itu juga). Terpikir lagi bagaimana kalo besok sabtu ujian dengan keadaan jalan saja susah? Bayangkan saja untuk jalan ke gedung CAS dari parkiran saja butuh waktu 10 menit (jalan cepat), bagaimana kalo keadaannya seperti itu (kalo pake penyangga mungkin dua kali lipat ya, tapi kalo pake kursi roda, sedangkan di gedung CAS sayangnya belum terdapat akses untuk pengguna kursi roda)? Bayangkan telat di kelas di saat semuanya sibuk membantai soal (yang katanya lebih susah daripada soal kewarganegaraan), jalan dengan menggunakan penyangga (mungkin pengawas yang lebih tahu pertama kali). Setelah selesai? Pertanyaan dari semua bayangan itu: apakah aku diantar pulang dengan kondisi itu?

Lagi-lagi cerita di atas kemugkinan terjadi cukup kecil, namun tak harus menunggu cerita di atas untuk sadar. Semester 3 yang lalu saja menjadi salah satu contohnya. Bagaimana tidak, mengorbankan nilai AB sebuah mata kuliah untuk kesembuhan badan ini, bahkan untuk datang ke ujian saja aku harus menahan sakitnya penyakit kala itu dengan jalan terseret-seret. Sudah datang terlambat 20 menit, perasaan buang air besar, dan harus mengerjakan semua soal dengan target A (susah kali ya, misinya). Singkat cerita langsung setelah selesai, aku berjalan untuk balik ke kediaman dengan menahan rasa sakit ini. And I did this with my own strength di saat sakit ini telah membuatku merasa mati pada detik itu juga. Apakah cuma itu?

Itu mungkin baru cerita aku yang mungkin masih bisa diatasi, tapi bagaimana dengan orang lain? Teringat ada yang pernah sakit tipes sampai rela tidak masuk kelas.

Satu pertanyaan bagiku ketika selesai dari kamar mandi...

"Sejauh mana kita peduli, baik dari diri kita sendiri sampai orang lain?"

Terlalu banyak teori tanpa praktik ekivalen dengan sia-sia, namun banyak hipotesa yang tak berdasar ekivalen dengan menduga dengan fitnah. Sakit itu boleh, tapi usahakan peduli sama diri sendiri kalo sakitnya gak pengen parah. Kalo ngebut di jalan, kecelakaan? Nahlo rugi sendiri... Sakit hati itu boleh, tapi apakah harus disakiti dahulu baru sadar? Jangan-jangan pertaubatan kita saat akhir hayat tidak diterima. Apakah perlu ada yang gugur untuk peduli? Kurasa tidak.

Banyak yang mencoba peduli denganmu, namun kamu anggap dia tak melakukan apapun. Sebaliknya, kamu anggap dia peduli, namun dia perlahan menyakiti dirimu. Lihat dari sisi lain! Semua orang mencoba peduli dengan gaya masing-masing. Nggak harus tiap malam ditanyain "udah makan belum" untuk peduli. Justru dengan dia berdoa kamu segera makan, dia sudah cukup peduli denganmu. Jangan memaksa dia untuk tidak peduli denganmu. Kalo beneran gak peduli, repot sendiri. Jangan pernah mau jalan sendirian kalo di dunia ini masih ada orang yang jalan sendiri. Orang-orang jomblo aja muak jalan sendiri, malah kamu pengen jalan sendiri.

Aku mengutip sebuah tulisan dari seseorang yang bagus (kemarin aku sempat like) dengan perubahan (semoga intinya gak salah). Kelihatannya mereka biasa saja, wajar seperti manusia biasa. Namun pernahkah kalian terbuka untuknya? Dia butuh teman cerita, namun kita tutupi dia. Jangan sampai!

Terakhir, bagiku tak peduli kamu mau balas chat atau nggak. Mengapa? Karena dengan chat itulah aku masih mau peduli denganmu. Apa yang aku takutkan adalah, kamu telah sakit dan akhirnya tak lagi peduli. Dan dengan chat itulah setidaknya aku mencoba menyembuhkan sakit itu. Semua orang punya gaya tersendiri dalam kepeduliannya terhadap sesamanya. Pelajari, dan janganlah memaksanya untuk mengikuti cara pedulimu! Kalo zona nyaman sih pasti dia menarikmu untuk keluar dari zona nyamanmu sedangkan dia sudah tidak berada di zona nyaman. Gak perlu banyak mikir (padahal nulis ini aja perlu mikir sambil tidur 8 jam) tentang sosialita, karena tugasmu (kalo ngikut) hanyalah menjadi seorang pengelola bumi ini. Karena setiap manusia ditugaskan dengan hal yang sama, maka bagilah bumi ini untuk bersama, dan kelolalah dengan sebaik-baiknya. Dan ingatlah, bumi ini luas: tak mencakup bumi saja, namun mencakup segala sesuatu yang ada di atas dan dalamnya.

Jangan tergerak peduli di saat mereka sudah sakit, namun pedulilah dari awal, karena sedia payung sebelum hujan: pedulilah dulu sebelum orang lain pergi.

Cinta, Rasa, dan AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang