Kembali sebelum menulis sesuatu, aku mau ngutip salah satu ayat dalam Al-Quran.
"... dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tenteram." - Q.S. Ar-Ra'd, 13:28Menjelang tiga tahun berada di ITB ini, rasanya memang cukup berat. Masalah memang selalu dalam lapangan Kompleks dan aku hanya bisa berpikir dalam lapangan Rasional. Namun, semakin lama pikiranku ini semakin ril ketika aku mengunjungi sebuah kota yang telah menjadi tujuan hidup orang (orang muslim khususnya). Tempat itulah aku belajar banyak hal.
Awalnya aku kecewa dengan sebagian kecil dari orang-orang yang aku kenal. Namun ketika aku telah belajar dari tempat itu, aku mulai sadar. Bayangkan saja seseorang yang cuma ngomong "saya sih bisa pulang sendiri, kan deket" aja disesatkan oleh Allah sampe dia dinyatakan "hilang" oleh istrinya sampai jam 7 pagi. Iya, jam 7 pagi! Atau bisa dibilang 5 jam setelah dinyatakan hilang. Bagaimana nanti kalo aku kecewa sama orang-orang yang di sana? Bisa jadi aku yang mengotori tempat suci tersebut, dan paling buruk, gabisa masuk tempat itu.
Pada akhirnya, aku memberanikan diri untuk memulai percakapan dengan seseorang yang selama ini aku benci. Kenapa? Karena satu hal yang cukup bodoh menurutku, responnya menusuk hati. Bukan lagi marah, tapi lebih ke tidak percaya. Akhirnya aku sadar dari percakapan itu. Playstyle yang kulakukan tidak seperti selama ini yang aku biasa terapkan. Ibarat memakai hero hard-carry tapi bermain hard-support. Awalnya aku membenci dia sekarang aku membenci diriku sendiri. Bodoh, aku bilang bodoh! Wanita gamau diperlakukan seperti itu, kata pikiranku. Kalo kamu teruskan, 3 tahun dia menderita. Hai kamu manusia, mana katamu yang ingin membela Islam? Kamu ingin membela Islam namun kamu menganiaya hati seorang wanita. Pantas? Tentu saja tidak.
Sekarang semuanya berubah...
Kamu memperjuangkan cintamu kepadanya dengan cara diam-diam? Kurasa sudah tak lagi berguna. Selamat, Ridho, rasakan sakitnya hati yang pernah dia alami! Cukup dengan pertanyaan basa-basimu yang dijawab tidak sesuai konteks, membuat hatimu rapuh seketika. Tak lagi kamu menyadari bahwa seseorang yang senantiasa kamu doakan lebih memilih orang yang lebih dekat dengannya dibandingkan kamu. Pernah merasakan chat yang tak dibalas? Itu karena kamu pernah berjanji agar tidak lagi chat dia. Bodoh!
Akhirnya apa? Hati mau berlabuh ke mana ia tak tahu. Sekarang yang selama ini kau zalimi telah diincar oleh seseorang, yang lebih perfect darimu. Dan yang kamu senantiasa doakan sekarang tak lagi berada di dekatmu. Sekarang kamu terperangkap...
TIDAK! HATI INI TIDAK SELEMAH ITU!
Meski aku sadar aku salah, aku masih memiliki Allah yang Maha Pengampun, Maha Penolong, Maha Penyembuh, dan Maha segalanya! Siapa yang bisa menghibur? Ingatlah Allah! Siapa yang dapat melupakan masalah ini? Ingatlah Allah! Siapa yang mampu menyelesaikan ini semua? Ingatlah Allah. Dengan mengingatnya, hatimu akan selalu tenteram!
Ingatlah orang tuamu memberikanmu nama ini karena apa. Orang tuamu ingin agar kamu menjadi sesosok manusia yang legawa: yang ikhlas. Ikhlas dalam menerima kenyataan. Ikhlas dalam menjalankan apapun. Dan ikhlas dalam segala hal. Orang tuamu ingin agar kamu menjadi seseorang yang mampu menguasai teknologi, artinya mampu membuat Indonesia bangga. Sebuah doa yang selalu orang tuamu panjatkan untukmu. Ingatlah itu!
Jadilah orang yang selalu lapang dada dan selalu sadar akan kesalahanmu. Lapang dadamu itu adalah tempat kamu menyadarkan bahwa banyak orang-orang yang mengkritikmu dan banyak orang yang suatu saat nanti membuatmu kecewa. Lapang dadalah, kawan!
Jika mereka, atau salah satu dari mereka, pantas untuk kamu; pasti Allah akan dekatkan sedekat mungkin. Bisa jadi yang satunya memilih kamu daripada yang deket sama dia, atau yang satunya lagi menolak semua cinta orang yang menyukainya dan mau berjuang bersamamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta, Rasa, dan Asa
Non-FictionBuku ini adalah sebuah autobiografi dari Ridho Pasopati sekaligus menjadi buku harian (diary book) perjalanan hidup Ridho Pasopati. Buku ini berisi tentang segalanya yang berhubungan dengan cinta, rasa, dan asa dari Ridho Pasopati beserta siapapun y...