Ini kisah nyata, gak aku buat-buat.
Lebaran tahun lalu, tepat tahun 2022, kami sekeluarga seperti biasa mau lebaran ke kampung halaman Ibu di Trenggalek. Karena jalan utama lewat Wonogiri macet parah sampai Sukoharjo, kami memutuskan lewat jalan desa di Jatipuro, Karanganyar.
Karena Bapak takut di jalan nggak ketemu pom bensin dan bensin abis, Bapak minta mampir dulu ke pom bensin pertama.
Alhamdulillah pom bensin pertama itu bukan pertashop, tapi pom bensin umum.
Tapi tau nggak apa yang bikin aku kaget?
Pom bensin itu ada 3 jenis: solar, pertalite, dan pertamax. Tapi, antrean yang panjang justru pertamax dan didominasi motor. Kaget? Banget.
Motornya? Macem-macem. Bahkan ada jenis motor yang mana di kalo di Solo bakal diisi pertalite.
Aku nggak akan menyimpulkan daerah desa cuman dikasih pertamax doang. Cuman kaget aja ada satu daerah desa, pom bensin yang disediakan malah lebih rame di bagian pertamax di saat pertalite ada. Kalo mereka dibilang sadar, lebih dari kelewat sadar. Saya malu banget lah dulu motor injection diisi pertalite (kan ada tulisan oktan tuh di situ).
Dan akhirnya sesuai petuah Bapak,
"Jangan sampai ambil hak orang lain! Mungkin kamu gapeduli itu berkah di dunia atau nggak. Tapi hal gitu bikin rezeki jadi seret dan membuatmu nggak bersyukur."
==============
Pembahasan ini emang bakal pro kontra, banyak kontranya sih. Tapi kamu coba sering ketemu sama yang beneran berkehidupan serba kekurangan. Mereka malah bilang "syukuri yang ada sih, mas. Mau ngeluh juga suara kita nggak didengar." Ini belum aku tambahin ceritaku ketemu keluarganya bakal calon istri, makin nangis lagi. Tapi yang di sana lagi rebutan hak orang lain.
Mau berharap Indonesia maju kaya negara lain? Jangan berharap dulu! Di Eropa, harga bensin mahal beserta pajaknya. Gak tanggung-tanggung, sebagian dari mereka termasuk negara paling bahagia, paling nyaman, paling aman, less corruption, dll. Sistem transportasi umum juga ada. Kurang seneng apa?
Saya yakin pasti ada case "di sana gelandangan banyak, nggak nyaman, dalalalala." Iya paham. Di Indonesia juga ada kok orang-orang yang berpikiran maju. Tapi poinnya bukan untuk menyangkal pendapat di atas.
Poinnya adalah siapa yang dijadikan panutan.
Dan kebanyakan yang demo menjadikan "rakyat" sebagai panutannya.
Laahh rakyat yang mana? Wkwkwk kalian ambil posisi mereka pun suara Anda sendiri yang didengar, bukan rakyat seluruhnya wkwkwk kan Anda juga rakyat.
That's why every b*l*s*i* happens in Indonesia ya selalu gitu~
Yang pengen berkontribusi buat negara memutuskan untuk mengurungkan niatnya, atau menjadi diaspora. Mau balik jadi enggan. Mau diomongin "sudah kontribusi apa buat negara" ya mau gimana, orang yang dikasih kontribusi juga gak peka. Ibarat mau kerja sama, tapi yang diajak kerja sama malah alasan sibuk. Pas mau presentasi cuman numpang nama. Yaahh mirip lah...
Berubah dari diri sendiri. Susah? Banget.
Selama nggak sadar, ya nggak akan berubah.
Udah dijanjikan sama Allah juga.
Mau ubah nasib harus berubah dari diri sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta, Rasa, dan Asa
NonfiksiBuku ini adalah sebuah autobiografi dari Ridho Pasopati sekaligus menjadi buku harian (diary book) perjalanan hidup Ridho Pasopati. Buku ini berisi tentang segalanya yang berhubungan dengan cinta, rasa, dan asa dari Ridho Pasopati beserta siapapun y...