21

6.4K 359 13
                                    

"Lo lagi nyetir, gak usah nanya, yang jawabannya bisa buat lo emosi, gue masih mau hidup," ketus Wulan, yang mengalihkan langsung pandangannya keluar jendela kaca mobil.

Seketika Adam yang tengah menyetir mobilnya, langsung menepi. Membuat Wulan langsung menoleh ke arahnya.

"Sekarang jawab pertanyaan gue! Gue lagi gak nyetir sekarang," desak Adam yang membuat Wulan mendengus.

Wulan menarik napas pelan, kemudian menatap kembali Adam. "Dam, lo tahu kan, gue itu cinta sama lo, da---"

"Cinta cinta cinta, lo bilang itu ke gue udah sering Wulan! Tapi apa? Lo malah ngehindar dari gue!" Nada suara Adam yang tiba-tiba meninggi, membuat Wulan ikut terpancing emosi.

"Karna gue mau hapus rasa itu! Gue gak mau menaruh hati sama saudara sepupu gue sendiri! Lo ngerti gak sih Dam? Bisa gak, lo tumbuhin sikap dewasa lo? Jangan kekanak-kanakan kayak gini!"

"Sepupu sepupu sepupu, lo selalu jadiin itu alasan lo supaya bisa ngejauh dari gue! Disini gue yang kekanakkan atau lo?!"

Setelahnya, Adam berbalik arah dan melajukan mobilnya.

"Lo mau kemana?"

Pertanyaan Wulan diabaikan oleh Adam. Lelaki itu memilih fokus pada jalanan di depannya.

Lagi-lagi, Wulan mendengus kasar. "Dam! Kalau lo diam kayak gini, mending lo stop di sini! Gue mau turun!"

"Wulan! Gue cuma minta lo, buat duduk diam di tempat lo. Tunggu, sampai kita sampai di Bandung,"

Refleks, Wulan menoleh ke arah Adam yang tengah fokus menyetir. "Bandung? Mau apa ke sana?" Tanyanya dengan nada yang sedikit tak mengenakkan didengar.

"Ke rumah nenek."

***

Dan disinilah sekarang Adam dan Wulan. Berdiri di depan rumah dengan pagar kayu putih.

"Gue gak mau masuk." Empat kata, namun sangat berdampak bagi Adam yang mendengarnya.

Menolehkan kepalanya. Adam menatap intens Wulan. Membuat Wulan sedikit merasa tak nyaman.

"Lo harus! Ayo!" Adam menggenggam tangan Wulan, kemudian melangkahkan kakinya melewati pagar kayu berwarna putih itu, melangkah masuk ke dalam rumah, yang bisa dibilang cukup luas.

Wulan, merasa tak nyaman sekarang.

"Assalamualaikum, nenek," Adam langsung menghampiri wanita paruh baya yang tengah merajut. Dan melepas tangan Wulan yang kini berdiri diam bagai patung.

"Wah, anak nakal! Kau baru datang sekarang! Dari mana saja kau!" Ujar wanita paruh baya itu sembari memukul-mukul punggung Adam dengan rajutannya tadi.

"Aw! Aw! Ampun nek," ringis Adam. "Jangan buat aku merasa malu, dihadapan calon istriku, nek," lanjutnya, yang seketika menghentikan aksi neneknya yang tengah memukulnya, yang kini mengalihkan pandangannya, dan mendapati Wulan yang tengah menatap dengan kaku.

"Calon istri?" Ulang Wanita paruh baya itu, masih dengan matanya yang menatap Wulan. Ada sedikit keterkejutan dalam tatapannya.

"Iya nek, ah dia sedikit pemalu," Adam menghampiri Wulan, menarik pergelangan tangan gadis itu berjalan ke arah neneknya.

"Assalamualaikum nek," Wulan meraih telapak tangan nenek Adam, dan menciumnya.

"Kau Wulan?" Tanya nenek Adam, seusai Wulan mencium tangannya.

Wulan tentu terkejut. Apa nenek Adam tahu, jika ia juga merupakan cucunya?

"Dari mana nenek tahu, namanya? Apakah nenek, selama ini memata-mataiku?" Tanya Adam yang juga sedikit terkejut.

"Kau jangan gila Adam. Mana mungkin Wulan bisa jadi calon istrimu, sementara dia adalah sepupumu. Lagipula, ia sudah dijodohkan dengan temanmu, yang namanya Gara, kau tak tahu?"

Wulan dan Adam sama-sama terkejutnya mendengar penuturan sang nenek.

"Maksud nenek apa?! Dijodohkan dengan Gara?! Jangan mencoba membohongiku nek!"

"Adam, pelanin suara lo," tegur Wulan, yang langsung mendapat tatapan yang begitu menohok dari Adam.

"Wulan! Kenapa lo terima perjodohan lo sama Gara?! Pantas tadi gue lihat lo sama Gara sempat duduk di taman?!" Adam mendesak Wulan.

Sedangkan Wulan sendiri bingung harus menjawab apa. Jujur, pernyataan yang diucapkan oleh neneknya, sangatlah membuatnya terkejut bukan main. Sejak kapan ia dan Gara dijodohkan? Dan menerima? Yang benar saja, ini tak benar.

"Ternyata ini yang lo maksud dengan cinta. Lo dengan mudahnya menerima perjodohan lo dengan Gara! Gue gak nyangka Wulan! Gue gak mau tahu! Perjodohan itu harus lo batalin!"

"Adam!" Bentakkan itu berasal dari neneknya. Membuat Adam kembali menoleh ke arah neneknya. "Apa yang kau katakan?! Wulan itu sepupumu, mana bisa kau dan dia bersama."

"Bisa! Aku dan Wulan saling mencintai, Nek!"

"Hentikan omong kosong ini! Kau cari saja perempuan lain!"

"Aku mencintai Wulan,"

"Dasar keras kepala! Singkirkan cintamu itu!"

"Aku memang keras kepala, Nek! Jadi apapun yang terjadi aku akan tetap bersama Wulan!"

"Adam! Tenangin diri lo!"

"Wulan, ikut nenek," panggil wanita paruh baya itu.

"Aku ikut,"

"Diamlah disini Adam! Kau bukan anak kecil lagi, ada banyak yang mau ku bicarakan dengan Wulan,"

"Tapi nek---"

"Hilangkan sifak kekanakkanmu! Dan duduk diam di sini!"

Dan setelahnya Nenek menarik Wulan pergi ke kamarnya.

"Aku tahu, kau tahu kalau ini salah Wulan," nenek membuka suara, membuat Wulan, mengangkat kepalanya yang sedari tadi sedikit menunduk.

"Iya, tapi, nek, apa nenek tahu aku adalah cucu nenek?"

"Sejak kau lahir aku sudah tahu,"

"Tapi, kenapa aku tak tahu,"

"Kakakmu Wira, pasti sudah memberitahumu,"

Setelahnya hening beberapa saat.

"Tapi, sejak kapan aku dijodohkan dengan Gara?"

"Aku hanya mengarangnya, yang kuingat nama teman Adam, adalah Gara. Jadi, kau dekatilah si Gara Gara itu, kalau perlu buat dia jatuh cinta. Jika bisa, buat juga Adam membencimu. Dengan begitu, rasa terlarang diantara kalian akan hilang. Mengerti?"


TBC

My Childish Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang