*Mataku terbuka guna memulai tawa. Di luar sana, langkahku terlihat tegap, kata-kataku tak singkat. Namun, bila pulang, seakan terdapat banyak musuh yang merasuki kepalaku*
°Alanzo°
•
•
•Sore ini, langit tampak biru pekat ditambah awan putih yang berbentuk layaknya ikan di perairan. Mentari pun belum ada tanda-tanda ingin bersembunyi. Masih asyik menyinari kota penuh gedung tersebut. Cerah, seperti suasana hati salah satu penduduknya.
Keadaan tidak mendung adalah kesempatan baik bagi Alan. Cowok itu suka memotret dan tentu akan menghasilkan tangkapan yang bagus bila menjadikan nabastala sebagai background-nya. Kini, dia tengah berada di gramedia. Ada satu alasan selain mencari objek gambar.
Retinanya memandang banyak buku yang rapi berjejer di rak. Alan menghirup dalam-dalam aroma perpustakaan yang sangat dia sukai. Begitu khas hingga cowok tersebut lebih memilih di sini daripada berkunjung ke pabrik parfum terkenal.
Jari lentik miliknya bergerak meraba satu persatu pada bagian khusus novel. Mengambil asal kemudian membaca bagian blurb. Jujur, Alan tidak tertarik melihat sederet tulisan tanpa gambar itu. Dia lebih gemar menonton adegan drama. Bila disuruh menyelesaikan dua bab saja, sudah pasti lama dan berujung tertidur.
"Asik, sih, ceritanya. Cuma ... otak gue pasti bakal dihipnotis jadi bucin," gumam Alan kemudian terkekeh seraya mengembalikan ke tempat semula. Meletakkannya sebaik mungkin.
Dia lanjut menyusuri area lain. Berlama-lama tak masalah karena sekarang sedang sendiri. Sahabatnya entah di mana yang jelas belum mengajak keluar sejak pulang sekolah tadi. Grup chat pun masih sepi. Padahal, Tara selalu membuka percakapan dengan segala curhatan walaupun jarang direspon.
Waktu-waktu seperti ini dimanfaatkan Alan untuk menuruti kemauan pikirannya. Pergi ke kafe, quality time di rumah, belajar dan mengerjakan tugas sekolah. Percaya atau tidak, cowok itu terkadang rajin. Hanya mood yang gampang berubah. Bila semakin tekun, mungkin bisa masuk tiga besar.
Pandangan Alan, kini terpusat pada gadis berkaos merah muda dengan bawahan rok di bawah lutut tengah membolak-balik kertas. Dahinya mengernyit juga mata menyipit kala senyum sosok itu menimbulkan lesung pipi. Sangat manis hingga dia ikut menarik sudut bibir.
"Althea!" panggilnya sembari melambaikan tangan tak berpindah posisi. Jarak mereka hanya beberapa langkah.
Gadis tersebut melirik ke arah Alan. Memberi senyum khasnya kemudian berjalan mendekat. Mereka sama-sama bersekolah di Jagakarsa. Akan tetapi, Amalthea Bridga Atmaja berada di kelas IPS dan cowok itu memilih jurusan IPA. Satu angkatan juga kerap saling sapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alanzo
Teen FictionBagi Alan, hidup itu seperti kado. Tampak luar biasa, tetapi isinya tak tentu seindah yang dibayangkan. Ketika sudah dibuka, ternyata mengejutkan. Ketentraman, mendapatkannya seolah begitu sulit. Bahkan, sedari kecil kata tersebut belum pernah dia...