Minggu pagi, nampaknya tanah air sudah mulai memasuki musim penghujan. Rintik-rintik air bahkan sudah menghiasi permukaan jalan pada setiap sudutnya. Langit tertutup awan mendung, menahan sinar matahari sehingga tidak sampai ke bumi dengan pekatnya kegelapan. Suram, sesuram keadaan hati Attala yang tak pernah berubah semenjak kehilangan Kinan.
Attala sejak tadi hanya diam memandang keluar jendela. Seolah menjadikan hujan sebagai pemandangan yang paling menarik sekarang.
"Ta,"
Yang dipanggil langsung menoleh. Dilihatnya Adel sudah berdiri sambil menggendong Aini yang belum lama terbangun dari tidur.
"bisa tolong bantu jagain dulu? Aku masih masak sama sekalian nyiapin air buat mandi Ain." pintanya baik-baik.
Cowok itu langsung mengangguk, kemudian mendekat untuk gantian menggendong anak mereka.
"makanan Aini ada di meja, disuapin ya."
"oh, oke." balas Attala kemudian tersenyum tipis dan singkat, itupun tanpa melihat Adel sama sekali.
Mendapat respon demikian sudah menjadi hal yang biasa bagi Adel. Meskipun disini posisinya adalah seorang istri. Dari anak yang dikandungnya berusia tiga bulan sampai sekarang sudah hampir menginjak satu tahun setelah kelahirannya, kehidupan dua orang itu masih tetap sama. Tak ada yang berubah.
Setelah Adel kembali mengurus dapur, Attala pun melakukan apa yang sudah dipesan oleh istrinya itu. Ia harus menjaga dan manyuapi anak mereka layaknya seorang ayah pada umumnya. Yang ini fakta, tak bisa ditolak.
Duduk berdua di ruang tamu dengan posisi si anak di bouncer dan ayahnya lesehan dilantai—Attala tak bisa mengelak, menjadi orangtua ternyata semenyenangkan ini. Hanya sebatas bagaimana melihat sang anak tertawa ketika ia menggodanya. Atau bagaimana lincahnya gadis kecil itu meraih benda-benda yang ada disekitarnya.
Senyum yang mengartikan bahwa ia bahagia itu langsung meredup dalam sepersekian detik ketika satu nama muncul dalam kepalanya. Andai saja anak yang ada dihadapannya ini juga anak Kinan. Andai saja rumah tangga yang sedang dijalaninya ini juga bersama Kinan. Ia bisa menjamin tak ada kata lain yang bisa menggambarkan betapa sempurna hidup itu.
"anak ayah pinter makannya banyak ya? Aaa lagi ayo, helikopternya datenggg." ucap Attala sambil mengarahkan sendok bubur bayi itu ke mulut Aini, membuat si kecil langsung kegirangan.
Tanpa sepengetahuan Attala, dibalik sekat yang memisahkan antara ruang tengah dengan dapur itu, Adel diam-diam menyaksikan. Senyum dan air matanya muncuk disaat yang bersamaan. Bahagia rasanya melihat Attala masih mau memberikan perhatian kepada anak mereka, meski tidak dengannya.
Sambil berusaha meredam tangisnya dengan menarik nafas dalam-dalam, ia pun menghampiri keduanya. Kemudian tanpa basa-basi sama sekali ikut bergabung diantara mereka.
"udah makannya?" tanya Adel pada Aini walaupun hanya dibalas dengan reaksi alamiah bayi. "seneng ya disuapin ayah?" tambahnya lagi.
Keduanya tersenyum lucu. Berusaha menunjukkan peran mereka sebagai orangtua, meski sang anak belum mampu memahami itu semua. Attala hanya dengan Adel akan berbeda jika sudah ada anak diantara mereka.
"nanti papa sama mama mau kesini." ujar Attala singkat, memberi informasi.
Adel lantas menatapnya. "jam berapa? Kok kamu baru bilang sih, tau gitu kan kemarin aku belanja dulu."
"masak yang ada aja. Lagian mereka pasti cuma sebentar." jawabnya lagi.
☀☀☀☀☀
Sesuai dengan informasi yang telah disampaikan, orangtua Attala datang ke rumah untuk menengok mereka. Meski pernikahan itu dilandasi dengan sebuah 'kecelakaan', bukan berarti mereka juga tak menganggap kehadiran cucu pertama. Lagi-lagi harus digaris bawahi, Aini adalah satu-satunya korban. Jadi tak pantas jika semua amarah dilampiaskan kepada anak yanh tak bersalah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ Before We Done;Spin off Attala // NCT Taeyong
FanfictionSebelum kisah antara aku dan dia benar-benar selesai. Banyak hal gila yang harus kupertimbangkan, namun nampaknya cinta darimu juga belum bisa kurelakan begitu saja. Before We Done © chojungjae, October 2019 ⚠ Do Not Copy / Plagiarism ⚠ ☀Dedicated t...