●delapan●

677 107 13
                                    

Seiring berjalannya waktu, dengan Attala yang menjelma menjadi sosok laki-laki baik hati meski hanya terlihat dari luarnya saja. Ikatan rumah tangganya dengan Adel tetap sama. Hanya yang berbeda adalah sikap Attala terhadapnya. Terutama setelah kejadian tempo hari.

Aini terdiagnosa mengalami penyakit jantung bawaan yang baru teridentifikasi setelah ia menginjak usia delapan bulan.  Siapa yang menyangka bahwa kehidupan Attala lagi-lagi harus diuji oleh Tuhan melalui anaknya.

Seminggu berselang setelah mendapatkan perawatan intensif waktu itu, Aini harus kembali ke rumah sakit karena permintaan dokter yang menangani. Tujuan utama memang untuk kontrol, tapi siapa yang menyangka bahwa hasil pemeriksaan medis menunjukkan gejala yang luar biasa membuat jantung ibu satu anak itu hampir berhenti berdetak setelah mendengarnya. Gadis yang tak berdosa itu menderita penyakit yang kronis.

Attala tak ada waktu itu. Ia lebih memilih bekerja sampai larut malam daripada berada di rumah. Hari itu Adel sempat bertanya padanya apakah ada rapat atau tidak, yang langsung dijawab oleh Attala dengan sejuta kebohongan.

Tapi malam harinya ketika tiba di rumah, ia langsung disambut dengan keadaan Adel yang tengah duduk sendirian sambil menangkup kedua tangan didepan wajah. Istrinya itu terlihat sangat frustasi dan jelas sekali terlihat dari kedua matanya bahwa ia habis menangis. Disanalah Attala diberitau. Tentang seberapa berat permasalahan yang tengah mereka hadapi.

Perasaan penuh sesal langsung menyesaki pria bernama lengkap Attala Radika itu. Seluruh tubuhnya merasakan lemas yang bukan main, hingga kepalanya juga ingin pecah.

Semenjak itulah sikap Attala berbeda. Dari mulai cara ia memperlakukan sang istri yang semata-mata hanya karena tidak ingin memperburuk keadaan, sampai merubah kebiasaan berbicara yang seringkali kelewat dingin. Semua ia lakukan, meski tak sedikitpun merubah isi hatinya yang terbalut luka lama.

Tak apa bertahan untuk sementara. Setidaknya ia masih memiliki rasa kasih untuk anak mereka.

"pak?"

Attala tak bergerak. Berdiri tegap sambil menatap kosong pada objek didepannya. Padahal saat itu ia sedang mengontrol pekerjaan yang lainnya.

"pak Attala?" panggil seseorang yang sejak pertama kali bicara tak mendapat respon sama sekali itu.

Attala terkesiap ketika lengannya ditepuk pelan. Ia nampak sedikit kebingungan.

"bapak kurang sehat? Atau mau istirahat aja di klinik?"

"ah—enggak. Saya gak apa-apa, dilanjut aja. Maaf sampe mana tadi?"

☀☀☀☀☀

Ditemani semburat jingga dari langit barat, sebuah mobil menepi tepat didepan gerbang sebuah rumah. Rumah yang dulu sering ia datangi untuk menemui pujaan hatinya kala kupu-kupu itu berterbangan dalam dada. Dimana cinta sedang tumbuh merekah dengan indahnya.

Rumah itu masih sama. Masih ditempati dengan penghuni yang sama pula. Yang berbeda hanya jumlahnya saja karena anak mereka sekarang tinggal di Bali bersama suaminya. Rumah itu milik orangtua Kinan.

Sambil menghela nafas berat dipandanginya pintu kayu yang jauh diseberang sana. Tanpa perlu turun dari mobil bahkan membuka kacanya sama sekali. Lubang hitam penyebab kehancuran itu sudah menghantam keras sekali tepat didadanya. Seolah baru kemarin terjadi.

Sayangnya, ia tak punya cukup nyali untuk bertamu kesana. Sekaligus tak ingin membuka kembali kenangan lama yang akan menambah sakit bagi orangtua cintanya itu.

Sambil mengatupkan rahang kuat-kuat menahan emosi, dinyalakannya mesin. Tak lama mobil itu kembali melaju. Meninggalkan bekas luka itu pada tempat yang sama.

Jarang-jarang Attala pulang sore seperti ini. Bahkan mungkin bisa dihitung jari. Selain tidak dapat berkonsentrasi dalam berbagai hal, ia juga merasa lelah. Jiwanya, batinnya, raganya. Seolah semua itu memaksanya untuk tenang sejenak.

"Adel," panggil Attala pertama kali begitu sampai di rumah.

Wanita yang sedang sibuk menjejalkan beberapa helai pakaian ke dalam mesin cuci itu langsung berbalik. Adel nampak sedikit terkejut mendapati suaminya sudah di rumah pukul setengah lima sore.

"loh, Ta? Kamu udah pulang?"

Cowok itu mengangguk. Tak mengalihkan pandangan sama sekali ketika Adel menghampirinya dengan tangan setengah basah yang baru saja dikeringkan menggunakan bajunya itu.

"kamu sakit?" tanya Adel khawatir sambil menyentuh kening dan pipi Attala.

Tak ada jawaban sama sekali. Karena Attala sendiri tidak paham dengan dirinya. Secara fisik memang baik, tapi batinnya yang bermasalah.

Keduanya bertukar pandang selama beberapa saat. Dengan satu sisi menatap penuh tanda tanya, sementara satu lagi sulit dijelaskan. Perlahan hidung Attala berubah kemerahan. Dan kedua mata indah itu mulai mengaliri cairan bening hangat yang melewati pipi kurusnya.

Adel terkesiap. Jujur, ini pertama kalinya ia melihat sisi Attala yang lain. Dibalik dinginnya sikap itu, tersimpan banyak pilu yang mendesak untuk keluar. Attala tak lebih dari seorang laki-laki biasa yang juga rapuh soal hati. Attala rapuh, benar-benar rapuh.

"kamu kenapa, Ta? Ada masalah?"

Adel paham dalam situasi seperti ini tak seharusnya ia bertanya banyak. Apapun itu yang menjadi penyebabnya, saat ini sebuah pelukan adalah jawaban terbaik.

Attala tak menolak ketika Adel merengkuh tubuhnya. Ia juga butuh ini. Sambil menjejalkan wajah dibahu istrinya itu, Attala balas melingkarkan tangan memeluk Adel.

Hanya deru nafas keduanya lah yang terdengar pada ruangan itu. Karena tak ada satupun yang berbicara. Cukup dengan seperti ini, semuanya sudah tersalurkan.

☀☀☀☀☀













/susah bgt ternyata nulis cerita taeyong ini/😂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

/susah bgt ternyata nulis cerita taeyong ini/
😂

✔ Before We Done;Spin off Attala // NCT TaeyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang