Pukul enam pagi saat Attala terjaga dari tidurnya. Sambil merentangkan kaki dan tangan yang terasa pegal karena tidur disofa, diedarkannya pandangan pada penjuru ruangan. Termasuk pintu kamar yang sudah terkunci sejak semalam. Sepi sekali. Hanya bunyi detik jarum jam saja yang mengisi kekosongan rumah itu.
Tidur tak sampai tiga jam membuat seluruh tubuhnya terasa semakin sakit. Lagipula siapa yang bisa tidur setelah ada kejadian seperti semalam.
Tunggu—sudah jam enam?
Sontak cowok itu langsung bangkit dan bergegas. Tadinya ia ragu untuk masuk ke kamar, tapi tak ada cara lain. Diluar dugaan, pintu terbuka dengan sangat mudah. Tapi detik itu juga matanya melebar karena mendapati tak ada siapa-siapa didalamnya.
Secepat kilat Attala melangkahkan kakinya tak tentu arah, berusaha mencari keberadaan Adel dan anak mereka. Peluh didahinya mengalir, bersamaan dengan dadanya yang naik turun sambil mengatur nafas. Sayangnya, mereka tidak ada di rumah.
Ini sama sekali bukan kejutan baru, karenanya setiap permasalahan pasti akan menciptakan akibat dari kata sebab.
Attala memutuskan untuk kembali ke kamar. Entah kenapa rasanya tertarik sekali untuk membuka lemari, seolah sudah mendapat insting dari ruang kecil gulita didalamnya. Lagi—air muka cowok itu kembali berubah setelah menyadari bahwa belasan surat yang ia tulis dan tujukan untuk mantan kekasihnya dulu berubah posisi. Tidak salah lagi, Adel pasti melarikan diri karena ini salah satunya.
Frustasi—Attala meremas rambutnya kesal. Ia berdecak dan tak kuasa untuk tidak memukul kayu kokoh yang ada didepannya.
☀☀☀☀☀
"pagi-pagi gini udah mampir, emangnya Aini gak ke sekolah?"
Sambil membantu ibunya mengelap piring, Adel melirik kearah sang anak yang sekarang tengah tertidur sofa. Televisi didepannya masih menyala, menayangkan serial kartun yang rutin diputar setiap pagi.
Adel memang terpaksa membawa anaknya itu pergi pagi-pagi sekali tadi karena yang ia butuhkan saat ini hanyalah menjauh dari jangkauan laki-laki yang sangat tidak mengharapkan kehadirannya lagi. Rumah orangtuanya menjadi opsi terakhir, daripada ia harus ke rumah mertua dan malah berakhir dengan timbulnya banyak pertanyaan.
"libur dulu hari ini." jawabnya asal.
Sang ibu tau bahwa putrinya yang sudah dewasa itu sedang ada masalah dalam rumah tangga. Karena sebagai sesama perempuan, pun memiliki ikatan batin yang kuat, ia jelas sangat merasakan bahkan tanpa perlu diceritakan terlebih dahulu apa yang sedang terjadi.
Juga sebaliknya, Adel menyadari ibunya itu sudah menaruh curiga. Karena tak biasanya ia datang sepagi ini dengan alasan sudah lama tidak bertemu.
"kamu sarapan dulu, Del. Biar ibu aja yang beresin piringnya."
"nanti aja, bu." timpalnya lagi.
"kalo nggak mandi dulu sana, biar seger."
Untuk kali ini Adel menghentikan gerakannya karena serbet yang ia gunakan untuk mengelap piring diambil alih begitu saja oleh ibunya. Wanita paruh baya itu tersenyum tipis sambil mengangguk.
"ya udah, aku mandi dulu ya, bu."
Pikirnya setelah mandi akan terasa lebih baik, ternyata tidak sama sekali. Ya, sejuknya air memang membuat tubuh terasa segar. Tapi tidak berarti apa-apa untuj pikiran yang sedang kacau.
Setelah bersih-bersih, Adel duduk didekat Aini yang masih saja terpejam. Matanya menatap lurus pada televisi, tapi konsentrasinya entah kemana.
"Del, minum teh anget nih. Pagi-pagi enaknya ngeteh."
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ Before We Done;Spin off Attala // NCT Taeyong
FanfictionSebelum kisah antara aku dan dia benar-benar selesai. Banyak hal gila yang harus kupertimbangkan, namun nampaknya cinta darimu juga belum bisa kurelakan begitu saja. Before We Done © chojungjae, October 2019 ⚠ Do Not Copy / Plagiarism ⚠ ☀Dedicated t...