LO MUSUH GUE

9 1 0
                                    

Kotak maroon yang dipegang Nura itu jatuh, tangannya tiba-tiba terasa kebas seketika bersamaan dengan beban tubuhnya yang mendadak berat membuat kakinya bergetar hebat.

Lari. Nura berusaha mengerahkan sisa-sisa kekuatan yang dimilikinya itu, kakinya berlari menuju kamarnya.

Brak!! Bunyi nyaring dari bantingan pintu itu terdengar sampai kamar kedua orangtuanya. Tubuhnya ia bantingkan ke atas kasur berbalut sprai biru laut, entah kenapa makna biru sekarang sudah tak bernuansa kegembiraan lagi.

Dunianya kini abu-abu

Dan saat itu juga Nura mengemas beberapa barangnya dan meninggalkan rumah tanpa pamit pada siapapun.

Juna yang sedari tadi masih menemani Nura yang masih belum siuman ini masih tetap memandanginya. Matanya memanas kala ia melihat memar di wajah si gadis apalagi luka yang baru saja terukir, pikirannya sudah jatuh ke wajah Nura yang nampak rapuh itu. Ia tak tega melihat orang yang di sayang nya seperti ini.

Tunggu dulu sepertinya Juna harus mengoreksi kata-kata nya itu. Tapi mungkin saja hatinya sudah jatuh pada Nura. Ingat! Tak ada yang tak mungkin

Beberapa menit berlalu, ketika Nura terbangun kemudian langsung di serang sebuah pertanyaan oleh Juna

"Lo hutang cerita sama gue, ra!" Juna memperingati

"Apa peduli lo, ka?" desis Nura dengan memposisikan diri dari terbaring menjadi duduk dia hanya diam setelahnya.

"Gue ngerti kok, gapapa gausah diceritain sekarang" Juna mencicit

Beberapa lama mereka terdiam dan larut dalam pikirannya masing-masing.

"Lo mau makan?" Juna membuka suara, namun hanya di jawab gelengan kepala saja oleh Nura.

"Gue pengen pergi, lo bisa bawa gue keluar ga?" pinta si gadis yang tampak sudah sedikit membaik meski masih tercetak kesakitan di wajahnya.

"Tapi..."

"Please" kini dia memohon.

"Oke"

***

Nura tersenyum kecut ketika mereka duduk di kursi panjang depan danau, matanya terpejam beberapa detik sebelum cairan bening jatuh dari kedua bola mata indah miliknya.

Di seka nya dengan sapu tangan kepunyaan Juna diselingi tawa getir mengingat saat semuanya berbanding terbalik sekarang hidupnya berantakan. Dicampakkan oleh orang tuanya sampai hidup sendiri seperti ini.

"Gue lemah yah" Nura berbalik dan menatap Juna nanar.

Juna tak kuasa melihat gadis di depannya ini menangis seperti ini. Meskipun sebelumnya mereka saling meng-klaim bahwa mereka adalah musuh. Tapi tidak berlaku lagi kini, Juna membenamkan tubuh mungil itu kedalam dekapanya.

Isaknya pecah dalam dekapan Juna, dan entah kenapa dia merasa...nyaman.

Astaga kenapa terasanya nyaman dalam pelukan sang enemy? Persetan dengan siapa ia sekarang, rasanya bebannya sedikit berkurang setelah menangis.

"Ini yang pertama kali gue liat lo nangis, dan semoga gaada lagi air mata yang tumpah selain bahagia" harap Juna

"Harapan lo terlalu baik buat musuh di depan lo ini" timpal Nura

"Lo gausah ngomongin harapan buat gue, ka. Lo gatau gue siapa juga kan? Dan gue harap lo gak pernah tau gue siapa" Nura mencelos

"Makasih udah ada buat gue kali ini, dan gue harap ini yang terakhir kali gue nyusahin lo.

Gue gak pengen lo terus-terusan terbawa sama masalah di hidup gue" kemudian menyalami Juna yang mematung karna penyataan Nura.

"Lo kenapa sih, ra? Apa yang lo sembunyiin dari gue, sampe lo berubah drastis kayak gini?!"  Juna menggebu-gebu.

"Gak banyak yang gue sembunyiin, tapi hal itu cukup besar dan sama aja gue bunuh diri kalo gue kasih tau lo.

Gue gak pengen lo terus-terusan pengen tau semua tentang gue, jadi tolong berhenti. Biarin gue nikmatin ini sendiri" pintanya sangat sukar tuk dilakukan oleh Juna, entah kenapa semuanya berbanding terbalik sekarang. Juna terlalu peduli pada Nura, namun yang dipikirkan Nura berbeda. Dia tetap mengira bahwa Juna hanya ingin tahu semua masalahnya, dan akan membulynya habis-habisan nanti.

Meskipun niat Juna baik dan tulus, tetap saja Nura sama sekali tak melihat itu semua. Karna Juna selalu berkata "LO MUSUH GUE" saat Nura mencoba untuk berteman baik dengan Juna. Tapi itu dulu, dulu sekali bahkan Juna sudah lupa itu kapan.

Mentari pagi menyinari, seorang gadis mengayuh sepedanya menuju sekolah. Dia belum punya teman dan akan mencoba berteman, padahal dia sudah 2 minggu ini menjadi siswi di SMA UNGGULAN 4. Namun hanya karena sikap usilnya yang kelewat batas itu membuat semua orang enggan untuk berteman dengannya.

Bahkan di hari pertama masuk pun dia sudah kena hukuman, entah apa yang merasuki anak itu sampai-sampai teman satu kelasnya pun malas untuk hanya sekedar duduk bersama. Seakan dia adalah sejenis virus yang wajib dimusnahkan.

Hingga tiba lah Nura di sekolah, dengan kepercayaan dirinya yang terlewat batas itu dia terus saja menyapa semua orang yang ia temui sepanjang perjalanan ke kelasnya.

"Pagi"

Ada beberapa yang menyapanya kembali ada juga yang acuh saja padanya. Ia memasuki kelasnya lebih dalam, karena memang sejak awal dia di pindahkan ke kursi paling belakang dan tentunya sendirian.

Saat ia mengedarkan pandangannya ke sembarang arah ia tersenyum melihat Juna melewati kelasnya dan mulai mengejarnya.

"Pagi, kak" sapa nya sambil menyamakan langkah, namun tak dihiraukan Juna

"Eh, kak Juna bawa buku apa?" tanyanya lagi, namun tetap tak diindahkan oleh si pemilik nama Juna itu.

Sepanjang ia mengikuti Juna sambil terus berbicara, Juna hanya mengangkat bahunya tak peduli.

Langkah Juna terhenti dan berbalik pada gadis yang sejak tadi mengikutinya.

"Jangan sok kenal sama gue, kita itu musuh. LO MUSUH GUE!" dengan penuh penekanan.

875 kata:v

Ini udah termasuk panjang sih menurutku:v karena biasanya aku cuma sampe 500 kata sih kurang lebih.. Wkwk

prepare |Sebuah Perjalanan Menghapus RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang