Cute Side: Pikirannya selalu tertuju pada kucing.
"Mikan sudah mulai terlihat lebih baik dari sebelumnya," komentar (Name) masuk ke ruang TV lalu duduk di sebelah Samatoki yang duduk di atas sofa.
"Hm," hanya itu balasan Samatoki—iris merahnya fokus pada layar TV yang menyala, menampilkan berita hari ini.
"Dia sudah makan seperti biasa juga," sambung (Name) memeluk bantal sofa.
"Begitu ya?"
"Barusan dia juga tidur di tempat tidurnya, seperti biasa," ucap (Name) memakan kue yang ada disiapkan di atas meja.
"Syukurlah, kalau begitu."
Perempatan memenuhi kepala (Name), kemudian dia melempar bantal sofa ke wajah Samatoki—mengagetkan sang laki-laki. Samatoki kemudian melempar bantal tadi menjauh dari wajahnya, ekspresi kesal jelas terlukis di wajahnya.
"ADA APA DENGANMU, KUSO ONNA!?"
"KENAPA BALASANMU BEGITU, SIH!!"
"MEMANGNYA MAUMU SEPERTI APA, HAH!?"
(Name) mengembungkan kedua pipinya lalu mengambil bantal yang tadi Samatoki lempar, kembali memeluknya.
"Aku kesal, oke!" ucap (Name) mengeratkan pelukannya pada bantal, "kau tahu Mikan sedang sakit, lalu kenapa tidak langsung membawanya ke dokter? Kenapa harus bertingkah aneh?"
'Karena aku bertingkah aneh untuk alasan yang berbeda, bodoh,' batin Samatoki mengganti channel TV mereka.
"Padahal Mikan itu anak kita," gumam (Name).
"Anak?"
"Kita membesarkan Mikan bersama!"
"Kita baru mengadopsinya bulan lalu, dia sudah sebesar itu," ucap Samatoki, "dan aku lebih memilih untuk membesarkan anak yang sebenarnya, ketimbang binatang peliharaan."
(Name) menoleh ke arah Samatoki yang masih fokus pada TV, sebelum akhirnya ekspresi tak senang terlukis di wajahnya.
"Jadi kau tidak mau menganggap Mikan sebagai anak kita? Baiklah, terserah padamu, aku akan tetap menganggap Mikan sebagai anak kita," komentar (Name).
'PEKALAH, WANITA SIALAN!' pikir Samatoki menahan diri sekuat tenaga untuk tidak ngegas saat itu juga.
"Haruskah Mikan jadi anak? Peran anak akan diisi oleh yang lain—seorang manusia, kau tahu."
"Hmph—Mikan tetap anakku, apa pun yang kau katakan, dasar ayah durhaka," sahut (Name) masih marah.
Urat kesabaran terakhir Samatoki langsung putus.
"Dengarkan aku, wahai maniak kucing," ucap Samatoki penuh kekesalan dengan sebelah tangannya merogoh saku celananya, "aku akan langsung saja karena kau sangat tidak peka, maksudku itu tadi, aku ingin kau—"
Namun ucapan Samatoki terpotong oleh (Name) yang tiba-tiba menempelkan tangan kecilnya ke mulut Samatoki. Tangan Samatoki yang sudah memegang cincin spontan berhenti juga.
"Diam," ucap (Name) dengan serius, "sepertinya aku mendengar Mikan mengeong."
Setelah itu (Name) langsung bergegas menuju kamarnya dan Samatoki, yang di dalamnya juga ada Mikan yang sedang tidur di kasurnya. Suasana hening untuk beberapa saat, sebelum akhirnya Samatoki menghela napas kasar, menepuk keningnya dengan tangannya yang bebas. Setelah itu Samatoki menarik tangannya yang memegang cincin, menatap cincin itu dengan datar.
'Sungguh, kenapa aku bisa jatuh cinta pada maniak sepertimu?'
Samatoki mendengus, sebelum akhirnya kembali memasukkan cincin tersebut ke dalam saku celananya, mematikan TV lalu berjalan menyusul (Name) yang ada di kamar mereka.
"Mungkin lain waktu saja, saat fokus dan perhatiannya dia benar-benar tertuju padaku."
Problem Side: "Selalu".
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Obsession (Aohitsugi Samatoki)
Fanfiction• Samatoki × Philia!Reader • Obsesimu itu di mata orang lain mungkin terlihat aneh, atau mungkin normal saja bagi orang lain, bahkan mungkin membuat masalah bagi orang-orang. Namun bagiku, itulah yang membuatmu makin imut. (Aohitsugi Samatoki versio...