Resmi menjabat sebagai seorang manajer pemasaran membuat Bina memiliki tanggung jawab yang jauh lebih berat. Kini, dia bukan hanya menangani jatah pekerjaan seperti yang dilakukan beberapa tahun belakangan, melainkan mengurus semua yang diperlukan dalam tim pemasaran. Perannya sekarang jauh lebih berat hingga saat jam pulang kantor tiba, dengan menggunakan mobil hasil jerih payahnya yang belum lunas Bina pulang untuk mengistirahatkan tubuhnya. Dia melangkah dengan pikiran lelah menuju ke apartemen miliknya yang berada di lantai tiga.
Sudah selama dua tahun ini dia pindah ke apartemen miliknya sendiri dan menyerahkan kembali apartemen milik ibunya. Meski saat itu sempat mengalami penolakan dengan dalih apartemen tersebut telah diserahkan sepenuhnya pada Bina, Namun dia dengan keras kepalanya tetap menyerahkan kembali kunci apartemen tersebut hingga ibunya tidak bisa berkata apapun lagi.
Bina merebahkan tubuhnya di atas kasur. Sensasi nyaman yang disebabkan oleh empuknya kasur membuat dia malas untuk membersihkan diri terlebih dulu dan memilih untuk berbaring sejenak sembari menunggu waktu magrib tiba.
Drtt drrtt
Baru saja dia ingin memejamkan mata, tiba-tiba sudah terdengar getaran dari ponselnya. Dengan malas Bina melihat si penelpon.
"Assalamualaikum Je, apaan?"
"Bibin, congrats ya buat promosi jabatannya." Ucap Jea di seberang sana.
"Thanks Je. To the point aja deh, lagi lelah banget ini aku seharian nanganin kerjaan baru."
Jea terkekeh mendengar suara sumbang milik Bina.
"Bin, akhirnya kamu bakalan jadi satu-satunya yang jomlo di antara kita berempat."
Bina langsung bisa menangkap makna dari ucapan Jea. Pasti sebentar lagi dia akan mendengarkan kabar bahagia yang sudah dua tahun ini di nanti oleh gadis itu.
"Aku dilamar sama Pak bos, Bin. Yeessss!!"
Saking melengkingnya suara Jea di seberang sana, Bina sampai harus menjauhkan ponselnya dari telinga.
"Ampun deh ini anak. Bahagia banget, Nona?"
Jea tertawa dengan bahagia.
"Pastinya. Dan kabar baiknya lagi, Pak bos bakalan langsung ke rumah minggu depan buat ketemu sama orang tua aku. Senangnya!!"
Bina tersenyum bahagia mendengar suara Jea yang sangat bersemangat. Akhirnya salah satu sahabat yang kini berprofesi sebagai model itu melepas masa lajangnya dengan seorang laki-laki berusia matang. Hampir menginjak angka 37.
"Selamat ya, Je... akhirnya Pak bos bakalan merangkap jabatan jadi Pak suami. Baik-baik jadi calon istri, jangan sampai Pak bos berubah pikiran." Ucap Bina sambil terkekeh.
"Pasti dong, Bin. Eh iya, weekend kita ketemuan, yuk. Di rumah Esi aja, itu mak mak kan belum boleh keluar rumah sampai minggu depan."
Bina mengiyakan ajakan Jea. Mereka memang sudah seminggu ini tidak bertemu. Kesibukan mereka yang memiliki profesi berbeda membuat waktu temu mereka tidak cukup banyak. Jadi mungkin berkunjung ke rumah Esi adalah pilihan terbaik, karena sahabatnya itu belum boleh keluar setelah melahirkan anak keduanya dua minggu yang lalu.
Bina memutuskan sambungan telponnya. Kini dia tidak berniat untuk memejamkan mata, karena setelah mendapat berita bahagia itu dia kembali berpikir tentang keputusan untuk masa depannya.
Sudah tujuh tahun berlalu sejak saat nenek Syah membuat keadaan berubah. Sejak hari itu, Bina memang tidak lagi bisa baik-baik saja dengan kedua orang tuanya. Bukan karena masih tidak terima dengan kenyataan, hanya saja Bina berpikir jika lebih baik dia lebih dekat dengan nenek Syah saja. Sebab jika dia masih mencoba melebur bersama kedua keluarga orang tuanya, dia hanya akan makan hati dengan semua keadaan yang ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
BINA
Romance(END) "Aku menggadaikan semua bahagiaku dengan taruhan derita seumur hidup. Apa itu belum cukup hingga kalian ingin menambah derita itu dengan kembali mengulang kesalahan kalian dulu?" Di saat aku hanya diam tak bersuara, mereka mengira aku bahagia...