Bina dengan tergopoh menyusuri koridor rumah sakit setelah menerima telpon dari pamannya jika beberapa saat lalu sang nenek dilarikan ke rumah sakit. Dia sempat mematung di ruang rapat saat mendengar berita tersebut. Karena setaunya, selama ini neneknya belum pernah sekali pun masuk ke rumah sakit apalagi dengan alasan serangan jantung. Maka dari itu dia sangat cemas hingga segera meluncur ke rumah sakit setelah rapat divisinya usai.
"Bina!" Seru pamannya, Fakri.
Bina menoleh ke arah belakang lalu segera menemui Fakri.
"Nenek Syah gimana, Om Fakri?"
Fakri menepuk pelan bahu Bina.
"Tenang, Nenek baik-baik aja. Sekarang kita masuk dulu."
Bina mengangguk lalu mengikuti langkah pamannya.
Sesampainya di dalam ruangan, Bina langsung menghambur dalam pelukan neneknya yang sedang duduk bersandar di kepala ranjang. Sementara Fakri pergi ke kantin rumah sakit untuk membeli minum.
"Nenek, sakit apa?" Tanya Bina yang masih memeluk erat Nenek Syah.
"Biasa, orang tua." Jawab Nenek Syah sambil terkekeh.
Bina mengerucutkan bibir sambil melepas pelukannya. Jawaban nenek Syah sukses membuat rasa cemas Bina turun drastis. Setidaknya neneknya itu tidak sakit parah.
Bina duduk sambil menatap sendu nenek Syah. Dia tidak akan rela jika nenek Syah pergi begitu cepat dari hidupnya. Meski kini nenek Syah sudah renta, namun Bina masih ingin bersama nenek Syah untuk jangka waktu yang lama.
Bina menghembuskan napasnya lalu menoleh ke arah belakang. Dia terperajat saat melihat ibu dan ayahnya duduk di sofa sambil menatapnya. Karena terlalu cemas, Bina tidak sempat melihat kiri kanan untuk melihat siapa yang berada di dalam ruang rawat ekslusif ini. Akhirnya Bina menyapa orangtuanya lalu menyalami satu per satu dari mereka.
"Bina pikir Nenek cuma sama Om Fakri." Ucap Bina dengan kikuk.
Maya tersenyum lembut ke arah anak gadisnya yang sudah tumbuh menjadi wanita dewasa, sementara dirinya sudah mulai beranjak tua.
"Tadi Mama dan Papa lagi di rumah Nenek juga, Bin." Jawab Maya.
Bina mengerutkan keningnya. Pikiran anehnya langsung melanglang buana perihal penyebab neneknya masuk ke rumah sakit. Dia berharap pikiran jeleknya ini tidak benar karena kalau itu benar, maka Bina akan lebih kecewa kepada mereka.
"Bina... kemari, Nak." Pinta nenek Syah membuat Bina kembali duduk di tepi ranjang.
Nenek Syah menggenggam tangan Bina sembari mengelus pelan punggung tangan gadis tersebut.
"Bina umur berapa sekarang?" Tanyanya.
Bina tampak bingung dengan pertanyaan neneknya. Namun kemudian dengan santai dia menjawab pertanyaan tersebut.
"Hari ini genap 29 tahun, Nek."
Nenek Syah terlihat kaget dengan penuturan Bina. Beliau tampaknya lupa dengan tanggal lahir Bina yang biasanya dia rayakan kecil-kecilan di rumahnya.
"Ya Allah, cucuku. Gara-gara masalah itu Nenek sampai lupa ulang tahun cucu Nenek. Maafin Nenek ya, Bin. Nanti pulang dari sini kita rayakan, ya. Seperti biasa di rumah Nenek, nanti Nenek buatkan ayam penyet kesukaan kamu."
Bina tersenyum membalas penjelasan neneknya. Dia tidak merasa sedih jika tidak ada yang mengingat hari ulang tahunnya. Karena seiring bertambahnya usia, dia mulai tidak memperhatikan hal semacam itu.
"Mama baru aja berencana mau ke apartemen kamu setelah dari rumah Nenek. Tapi, ya begini. kita nggak tau kapan datangnya musibah." Ujar Maya bangkit dari duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BINA
Romance(END) "Aku menggadaikan semua bahagiaku dengan taruhan derita seumur hidup. Apa itu belum cukup hingga kalian ingin menambah derita itu dengan kembali mengulang kesalahan kalian dulu?" Di saat aku hanya diam tak bersuara, mereka mengira aku bahagia...