Terimakasih untuk vote dan commentnya semua.
Selamat membaca...***
Jam menunjukkan pukul 4 dini hari. Namun Bina sudah terjaga dan duduk bersila di sofa ruang tamunya. Saat ini dia sedang menunggu Leo yang tiba-tiba saja menghubungi dirinya karena ingin membawa pulang Yaya yang masih lelap tertidur di kasur milik Bina.
Ting!
Mendengar suara bell apartemennya berbunyi, Bina langsung beranjak ke arah pintu.
"Silahkan masuk, Mas." Ucapnya pada Leo yang berdiri di depan pintu dengan pakaian yang cukup bisa di katakan berantakan. Mungkin saja laki-laki itu belum melepas pakaian kantorannya sejak pagi tadi.
"Yaya masih tidur, kan?" Tanyanya.
Bina mengangguk lalu mempersilahkan Leo untuk masuk ke dalam kamarnya sementara dia menunggu di luar kamar.
"NGGAK!!" Bina terlonjak kaget mendengar jeritan Yaya yang cukup melengking di telinganya.
Dia langsung mengambil posisi berada tepat di balik pintu yang tidak sepenuhnya tertutup.
"Maaf kalau selama ini Mas membuat kamu merasa tidak dicintai. Tapi semua nggak seperti yang kamu pikirkan, Ya. Mas-"
"Selalu aja semua nggak seperti yang aku pikirkan. Memangnya Mas tau apa yang aku pikirkan? Mas nggak pernah tau karena Mas nggak mau tau!"
Bina mematung di balik pintu dengan mata melotot saking terkejutnya mendengar Yaya bisa marah seperti itu. Yaya yang dia kenal biasanya tidak akan mampu mengeluarkan amarah yang menggebu-gebu. Mungkin ini benar-benar masalah serius hingga membuatnya hilang kendali, pikir Bina.
Bina menganggukkan hasil pemikirannya lalu kembali menyimak atau mungkin bisa dikatakan menguping pembicaraan di dalam sana.
"Mas nggak perlu lagi berpura-pura bahagia di depan aku. Nggak perlu lagi kelihatan sayang sama aku. Aku udah terima semua yang terjadi. Mungkin aku memang bukan buat Mas."
"Kamu bicara apa? Siapa yang pura-pura bahagia! Please, Ya. Mas tau hormon kamu lagi nggak bagus beberapa hari ini. Tapi bukan berarti pikiran kamu bisa berkelana kemana-mana."
"Udah deh, Mas. Sekarang Mas pulang aja. Besok aku balik sendiri ke rumah. Setelah itu kita ke rumahku untuk jemput Farel dan bilang sama orang tuaku kalo kita pilih untuk pisah."
Mulut Bina menganga tidak percaya. Akhirnya Yaya memilih jalan yang begitu di benci Bina.
"Kamu sama aja seperti mereka, Ya. Aku kecewa." Batin Bina lalu berniat pergi dari depan kamarnya.
"Gimana bisa kamu bilang gitu saat kamu lagi hamil!?"
Langkah Bina terhenti saat mendengar suara bentakan Leo. Sekarang dia mulai mengambil kesimpulan dari kasus pasutri tersebut.
"Jangan bilang ini cuma faktor hormon kehamilan makanya tingkat sensitif Yaya naik nggak terkontrol." Gumam Bina dengan raut wajah tidak percayanya.
Tidak lama setelah itu terdengar suara Yaya yang menangis sambil meraung. Sementara Leo hanya mengaduh kesakitan.
"Kamu jahat! Kamu nggak cinta sama aku, kamu mau balik sama mantan kamu yang masih cantik itu, bukan seperti aku yang udah mulai gendut ini. Huuaaa..."
"Cup cup cup, istriku jangan menangis. Kasian dedek bayi nanti ikutan sedih, udah ya, Yang. Mas minta maaf pokoknya, kita pulang, ya?"
Bina tanpa sadar membuat gerakan ingin muntah mendengar betapa manjanya suara dua orang di dalam sana.
"Kok aku merinding sih! Geli geli gimana gitu." Gumam Bina sambil bergidik. Dia tidak kuat dengan romantisme seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BINA
Romance(END) "Aku menggadaikan semua bahagiaku dengan taruhan derita seumur hidup. Apa itu belum cukup hingga kalian ingin menambah derita itu dengan kembali mengulang kesalahan kalian dulu?" Di saat aku hanya diam tak bersuara, mereka mengira aku bahagia...